Tinta Media - Kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang menginisiasi pemenuhan minyak goreng dalam bentuk kemasan, diprediksi Narator MMC akan tetap menyulitkan masyarakat.
"Apalagi jika minyak goreng kemasan diterapkan dan membanjiri pasar, justru kebijakan ini diprediksi akan tetap menyulitkan masyarakat," tuturnya dalam acara Rubrik Serba-serbi MMC: Normalisasi Harga Migor, Cukupkah dengan Membuat Pusat Krisis dan Satgas? Sabtu (25/6/2022) di kanal YouTube MMC.
Narator mengungkap data PIHPS Nasional, pada tanggal 17 Juni 2022 yang masih jauh di atas harga eceran tertinggi minyak goreng curah sebesar Rp15.500 per kg. "Meski sudah disubsidi melalui instrumendem DPU," ungkapnya.
Ia juga memperhitungkan untuk pembuatan minyak goreng kemasan sederhana akan ada tambahan ongkos biaya. "Menurut Mulyanto, tambahan ini berkisar 1500 rupiah per paket, sehingga publik bisa membayangkan jika minyak goreng kemasan sederhana tersebut dilepas mengikuti mekanisme pasar yang oligopolistik harganya bisa melambung seperti harga minyak premium dan kondisi ini ujung-ujungnya bisa sedikit demi sedikit menghapus minyak goreng curah di pasaran," jelasnya.
"Inilah gambaran tata kelola pasar minyak goreng yang begitu liberal dan legal dalam sistem kapitalisme," lanjutnya.
Ia menilai pangkal permasalahan ini adalah eksisnya para mafia atau kartel tangan. "Merekalah yang memainkan stok mulai dari mengeksploitasi pangan mendistribusikannya, sampai menimbunnya untuk mendapatkan keuntungan yang besar," nilainya.
"Terlebih para mafia dan kartel pangan ini hidup dalam sistem kapitalisme. Sistem ini adalah habitat yang menjadi penjaga kekuasaan mereka bahkan untuk menjaga kekuasaan tersebut negara tidak boleh ikut campur dalam mekanisme pasar bebas," jelasnya lebih lanjut.
Menurut narator, negara diposisikan sebagai pemihak dan kaki tangan oligarki. "Alhasil, solusi yang diberikan penguasa tidak akan sampai menyentuh akar masalah," tuturnya.
Menurutnya, masalah minyak goreng sebenarnya tidak akan berlarut-larut seolah-olah susah untuk diselesaikan jika sistem Islam yang disebut Khilafah dijadikan sebagai pengaturnya. "Sebab Khilafah akan menerapkan hukum syariat sebagai pemutus kebijakannya, sehingga negara akan benar-benar berdaulat untuk mengatur rakyatnya," paparnya.
Dijelaskannya, bahwa Islam memiliki mekanisme dan strategi khas yang mengatur ketersediaan pangan dan mengendalikan harga pasar agar bisa dijangkau oleh masyarakat.
"Seperti kasus minyak goreng saat ini yang disinyalir karena adanya penimbunan (Al-ihtikar) maka Khilafah akan menindak tegas mafia dan kartel yang bermain. Sebab, penimbunan adalah perbuatan maksiat dan setiap kemaksiatan dalam Khilafah akan dikenai sanksi," terangnya.
Narator mengambil pendapat Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nizamul Al I'tishodi yang menjelaskan bahwa penimbunan secara mutlak adalah haram secara syar'i karena adanya larangan tegas dalam pernyataan hadis secara gamblang. Diriwayatkan di dalam shohih Muslim bahwa Nabi Saw bersabda
"Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang yang berbuat kesalahan."
Dalam sistem sanksi Islam para mafia dan kartel ini akan dijatuhi takzir. Mereka akan dipaksa untuk menjual barangnya kepada konsumen dengan harga pasar. "Alhasil, ketersediaan stok pangan kembali normal mengikuti hukum pasar tanpa ada permainan monopoli maupun oligopoli," paparnya.
Narator menjelaskan bahwa dalam Islam harga pangan dikembalikan kepada mekanisme pasar bukan dipatok oleh negara, sebab pematokan ini memang sepintas bisa menjadi solusi namun cara ini justru menyebabkan terjadinya inflasi karena diakui atau tidak mematokkan harga ini mengurangi daya beli mata uang.
"Lebih dari itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menetapkan bahwa pematokan harga adalah haram. Di riwayatkan oleh Abu Daud Dari Abu Hurairah yang berkata seorang laki-laki datang dan berkata 'Ya Rasulullah patokkan harga,' beliau menjawab 'akan tetapi saya berdoa,' kemudian seorang laki-laki yang lain datang dan berkata 'Ya Rasulullah patokkan harga,' beliau bersabda 'akan tetapi Allah lah yang menurunkan dan menaikkan harga,' hadis riwayat Abu Daud," jelasnya.
"Akan tetapi, jika kenaikan harga pangan yang terjadi karena supply yang kurang semisal Negeri tersebut sedang mengalami paceklik atau wabah, negara bisa mencukupi wilayah tersebut dengan barang-barang yang dibutuhkan dari wilayah lain," lanjutnya.
Ia ungkap kebijakan seperti ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar ketika wilayah Syam mengalami wabah penyakit, sehingga produksinya berkurang. "Lalu kebutuhan barang di wilayah tersebut disuplai dari Irak," ungkapnya.
Menurutnya, hal tersebut juga akan berlaku untuk kasus minyak goreng. Memang diakibatkan pasokan yang kurang, Khilafah akan memetakan wilayah Daulah lain untuk bisa memasok kekurangan di wilayah yang membutuhkan. "Negara akan menghitung jumlah produksi dan kebutuhan konsumsi rakyat kemudian baru mendistribusikannya," pungkasnya.[] Raras