Tinta Media - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan melebur pelayanan rawat inap ruang kelas 1, 2 dan 3 menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Dan pada Juli 2022 uji coba KRIS dilakukan di 5 rumah sakit milik pemerintah. (Detikfinance, 01/07/2022)
Dengan adanya peleburan ini, iuran nantinya akan ditentukan dari besar pendapatan peserta, sebagai mana penjelasan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri.
"Iuran disesuaikan dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial sesuai dengan besar penghasilan. Inilah gotong royong sosial yang diinginkan oleh UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)," katanya. (Detikfinance, 09/06/2022)
Gonta-ganti kebijakan agar menguntungkan korporat adalah ciri khas kepemimpinan sistem kapitalis. Hal ini karena yang menjadi penguasa sesungguhnya dalam sistem ini bukanlah negara, melainkan korporat. Salah satu buktinya adalah BPJS ini. BPJS awalnya dipromosikan sebagai bentuk kepedulian negara terhadap kebutuhan vital masyarakat. Pemerintah memosisikan BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik dengan dasar pasal 7 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Namun, pada praktiknya BPJS Kesehatan bukanlah Jaminan Kesehatan Nasional, melainkan asuransi kesehatan nasional yang dikendalikan oleh swasta.
Artinya, program BPJS adalah bentuk pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang seharusnya ada di pundak pemerintah. Namun, atas nama gotong royong, perusahaan asuransi mewajibkan rakyat membayar iuran dahulu setiap bulan, dan hanya peserta yang membayar premi saja yang akan mendapat pelayanan kesehatan BPJS.
Sungguh, ini adalah sebuah bentuk kezaliman. Bahkan lebih dari itu, konsep BPJS sangat bertentangan dengan Islam. Ini karena Islam melarang adanya asuransi. Ketika BPJS mengalami berbagai persoalan, seperti defisit, korupsi, layanan yang banyak mendapatkan kritikan, dan lain-lain, malah rakyat yang harus bertanggung jawab.
Aturan premi diubah dengan menaikkan harga. Saat aturan ini dirasa tidak begitu menguntungkan, maka diubahlah kebijakan dengan penghapusan kelas.
Konsekuensinya, peserta BPJS kelas 3 harus membayar lebih mahal daripada iuran saat ini. Padahal, kondisi ekonomi saat ini belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. Tentu saja kebijakan peleburan BPJS Kesehatan ini akan memberatkan masyarakat, terutama yang selama ini menjadi peserta kelas 3.
Inilah bentuk kezaliman sistem kapitalis kepada rakyat dari sektor jaminan kesehatan. Ini jauh berbeda dengan sistem kesehatan yang diselenggarakan oleh sistem Islam, yaitu khilafah. Orientasi layanan kesehatan dalam sistem khilafah adalah mewujudkan layanan terbaik untuk rakyat dalam rangka hifz an nafs (menjaga jiwa).
Selain itu, kesehatan dalam pandangan fikih ekonomi Islam merupakan salah satu bentuk kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara. Maka, layanan kesehatan dalam khilafah tidak akan ada komersialisasi. Karena itu, rakyat bisa mendapatkan layanan tersebut dengan gratis.
Untuk mewujudkan hal itu, khilafah akan mengalokasikan sumber dana kesehatan dari Baitul mal (kas negara) pos kepemilikan umum. Dana pos ini berasal dari pengelolaan kekayaan milik publik, yaitu Sumber Daya Alam (SDA), bukan iuran rakyat. Hal ini sebagaimana pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. selaku kepala negara.
Beliau pernah mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqauqis, lalu beliau menjadikannya dokter umum untuk seluruh masyarakat secara gratis.
Begitu pula pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, beliau juga pernah memanggil dokter untuk mengobati Aslam, pembantu beliau, secara gratis. Khalifah Umar bin Khaththab ra. juga mengalokasikan anggaran dari baitulmal untuk mengatasi wabah penyakit di Syam.
Kebijakan ini terus berlanjut sampai khalifah-khalifah setelahnya selama 1.300 tahun.
Maka, publik bisa melihat ketika sistem khilafah masih eksis di muka bumi. Banyak rumah sakit-rumah sakit didirikan dengan pelayanan yang begitu luar biasa.
Negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di daulah Islam. Tidak hanya di kota-kota besar, bahkan ada rumah sakit keliling yang mendatangi tempat-tempat terpencil. Juga ada para dokter yang mengobati para tahanan. Bahkan, rumah sakit dalam khilafah dijadikan tempat persinggahan para pelancong asing yang ingin ikut merasakan layanan rumah sakit yang mewah sekaligus gratis.
Individu yang kaya juga boleh turut membiayai pelayanan kesehatan melalui mekanisme wakaf. Ini seperti Saifuddin Qalawun, seorang penguasa pada zaman Abbasiyah yang mewakafkan hartanya untuk memenuhi biaya tahunan Rumah Sakit Al-Manshuri Al-Kabir di Kairo, Mesir.
Inilah bentuk jaminan dalam sistem khilafah yang mampu memberikan layanan terbaik dengan gratis kepada warganya tanpa ada penarikan iuaran seperti BPJS saat ini. Inilah sistem yang dibutuhkan oleh umat, di saat sistem kapitalis membuat rakyat semakin menderita.
Oleh: Gusti Nurhizaziah
Aktivis Muslimah