Tinta Media - Saat ini Holywings sedang menjadi sorotan karena melakukan promosi minuman beralkohol gratis sehingga menimbulkan kecaman publik. Kini promosi yang diunggah akun Instagram ofisial Holywings itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Banyak orang geram dengan cara promosi Holywings tersebut, utamanya bagi pihak penganut agama yang terkait. Tak dapat dimungkiri, kejadian tersebut membuat nama Holywings mencuat kembali.
Polemik yang dihadapi oleh umat pada saat ini bukanlah sesuatu hal yang baru. Namun, banyak kejadian sebelumnya yang juga merupakan tindakan pelecehan agama, mulai dari membuat kartun nabi dengan unsur yang menghinakan, suara anjing disamakan dengan azan, sampai pada tindakan-tindakan yang lebih ekstrim.
Unsur pelecehan pada kegiatan promosi yang dilakukan oleh Holywings terkait dengan miras dan mengaitkannya dengan simbol-simbol keagamaan, termasuk penamaan yang identik dengan sesuatu yang dimuliakan dalam agama, semisal penamaan "Muhammad" dan "Maria" sehingga menimbulkan kontra di antara para penganut beragama.
Tak hanya itu, dampak dari tindakan tersebu jugat berujung pada nasib 3.000 karyawan yang bergantung pada usaha food and beverage dari Holywings ini.
Maka, pihak Holywings mengambil tindakan dengan menyampaikan permintaan maaf terkait promosi tersebut.
"Kami memohon doa serta dukungan dari masyarakat Indonesia agar masalah yang terjadi bisa segera diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, demi keberlangsungan lebih dari 3.000 karyawan di Holywings Indonesia beserta dengan keluarga mereka yang bergantung pada perusahaan ini," kata Holywings Indonesia dalam akun Instagram resminya, Minggu (26/6/2022).
Namun, apakah tindakan memohon maaf ini mampu menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh Holywings ?
Permasalahan yang ditimbulkan Holywings ini bukan hanya terkait pelecehan agama, tetapi berkaitan juga dengan pembolehan miras. Di dalam Islam, miras adalah sesuatu yang diharamkan, walaupun sedikit. Karena itu, meski kadar pada minuman itu hanya 5% dan tidak sampai memabukkan, maka minuman tersebut tetap tidak boleh dikonsumsi.
Namun, fakta yang berkembang di masyarakat justru sebaliknya. Hal ini merupakan kekeliruan yang harus kita luruskan, terlebih dengan adanya penistaan agama. Inilah efek dari liberalisasi yang dipahami dan dijadikan sebagai patokan dalam melakukan perbuatan, sehingga efek yang ditimbulkan adalah sikap mentolerir secara berlebihan, bahkan sampai menembus batas agama.
Ini adalah masalah yang sangat sensitif, tidak bisa dianggap sepele. Masalah ini harus segera diselesaikan sehingga tidak berlarut-larut dengan pembiaran. Pemerintah memiliki peran penting untuk menindak tegas hal tersebut, sehingga tidak menjadi sesuatu yang lumrah atau kebiasaan.
Mestinya, sikap tegas pemerintah tidak hanya cukup dengan menutup Holywings sebagai solusi dari masalahnya. Namun, harusnya pemerintah juga menutup akses pelegalan peredaran miras, sehingga tak menjadi masalah berkelanjutan dari satu oknum ke oknum yang lain.
Hal ini sangat jauh berbeda ketika Islam dijadikan sebagai sumber hukum dalam setiap perbuatan. Islam adalah rahmatan lil'alamin, yang dijanjikan Allah kepada manusia. Ketika syariat Islam diterapkan, maka efek dari penerapan hukum Islam akan dirasakan oleh seluruh makhluk.
Islam tidak memaksa manusia untuk mengimaninya. Namun, Islam mewajibkan bagi yang mengimaninya untuk menjadikannya sebagai cara pandang dalam kehidupan yang harus diterapkan. Sehingga, apa pun yang menjadi problematika bagi kaum muslimin, maka harusnya Islam yang pertama kali terpikirkan sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut, bukan yang lain. Apalagi, jika solusi yang ditawarkan hanya lahir dari egoisme pemikiran manusia belaka.
Allah memerintahkan pada umat Islam agar senantiasa menjadikan Rasulullah sebagai hakim terhadap semua perkara yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Umat Islam tidak boleh merasa berat atas putusan yang telah ditetapkan oleh Nabi.
Maka, masalah apa pun akan mampu dituntaskan dengan menetapkan hukuman yang menjerakan. Begitu juga dengan masalah terkait miras dan penodaan terhadap agama ini.
Di dalam Islam, tindakan penghinaan ini merupakan masalah yang amat besar sehingga mampu menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, baik dilakukan dengan serius maupun hanya sekadar bahan candaan.
Para ulama sepakat bahwa orang yang mencela Nabiï·º dan menghina beliau statusnya kafir. Dia layak untuk mendapatkan ancaman berupa azab Allah. Hukumannya menurut para ulama adalah dibunuh. Siapa yang masih meragukan siksaan bagi penghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti dia kufur.” Sedangkan hukuman bagai pelaku miras adalah didera atau cambuk.
Inilah cara Islam menyelesaikan masalah. Dengan ketegasan hukumnya, Islam mampu memberikan efek jera kepada pelaku dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama sehingga keamanan dan ketentraman tetap terjaga dalam kehidupan.
Hal ini, tidak bisa kita rasakan sekarang karena aturan yang kita gunakan di negeri ini menganut paham liberalisme. Kebebasan berpendapat menjadi salah satu asas yang dipegang oleh sebagaian pihak dengan HAM sebagai payung hukum untuk membenarkan perilaku penistaan terus berlanjut.
Maka dari itu, kaum muslimin harus kembali pada aturan yang telah ditetapkan Sang Pencipta, Allah Swt. untuk menyelesaikan segala problem dalam menjalani kehidupan.
Wallahua'lam bissawab
Oleh: Erna Nuri Widiastuti, S.Pd.
Aktivis