Ekonomi Tanpa Riba, UIY: Islam Dorong Uang Bergerak dan Melarang Segala Sesuatu yang Membuatnya Stag - Tinta Media

Kamis, 28 Juli 2022

Ekonomi Tanpa Riba, UIY: Islam Dorong Uang Bergerak dan Melarang Segala Sesuatu yang Membuatnya Stag


Tinta Media - Menanggapi pernyataan tentang ekonomi tanpa riba, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengatakan bahwa Islam mendorong uang bergerak dan melarang segala sesuatu yang membuat uang stag.

"Kalau kita membaca Islam, Islam itu mendorong untuk uang itu bergerak dan melarang segala sesuatu yang membuat uang berhenti atau stag," tuturnya dalam Bincang Live: X-HT1 Ustadz Isma1l Yusanto Bertandang Ke RH, Yok Kita Tanya Soal Macam-Macam Yang Hot! di Kanal YouTube Refly Harun, Senin (25/7/2022).

Menurut UIY, uang sebagai power dari ekonomi, ibarat darah tidak boleh berhenti, harus terus mengalir jangan lagi berhenti. Ada gangguan saja maka banyak orang yang kehabisan darah. "Begitu juga dengan uang, harus terus mengalir," ujarnya.

Ia membenarkan bahwa riba itu bukan hanya soal keyakinan tetapi sistem ekonomi dan itu bisa dibuktikan. "Ada satu studi yang menarik yang ditulis oleh Dr. Abdul Thohir Muksin Sulaiman dalam satu buku berjudul Ilajul Musykilah Al Iqtisodiyah bil Islam (Menyelesaikan Problem Ekonomi dengan Cara Islam)," bebernya.

Ia menjelaskan, dalam buku itu disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam sistem kapitalis dikatakan bersifat siklik. "Artinya ketika dia tumbuh, dia tumbuh menuju puncak, setelah sampai puncak dia jatuh lagi," terangnya.

Ia kemudian memunculkan pertanyaan, berapa siklusnya? Menurutnya, penulis buku tersebut, itu tergantung kepada faktor-faktor lain, fundamental ekonomi lainnya. "Kalau fundamental ekonomi di negara itu cukup bagus maka siklusnya agak sedikit panjang, sebutkan negara-negara Eropa, Skandinavia, segala macam itu yah kira-kira 25 tahun," jelasnya.

"Tapi negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, menurut dia (penulis buku) itu 5 - 7 tahun dan itu bisa dibuktikan bahwa memang kita itu setiap kira-kira 5 - 7 tahun masih mengalami krisis," ungkapnya.

Ia mengungkapkan bahwa dalam studi ikatan ahli ekonomi Islam, selama 100 tahun, Indonesia mengalami 20 kali krisis, artinya tiap lima tahun. "Jadi larangan riba itu bisa dipahami secara faktual, secara empirik itu memang sumber labilitas ekonomi," paparnya.

Ia melihat hal ini selalu problematik, bunga tinggi masalah, bunga rendah juga salah. Kalau bunga rendah, orang tidak mau menyimpan uang di bank, tetapi tidak juga produktif. Akibatnya bank tidak bisa menyalurkan uang untuk usaha. "Kegiatan usaha turun, tenaga kerja tidak terserap akibatnya pendapatan masyarakat turun bisa timbul problem sosial," tukasnya.

Terus apakah bagus kalau bunga bank ditinggikan, lanjutnya, kalau bunga bank ditinggikan, uang masuk di bank tapi ruang ekonomi tidak jalan juga karena siapa yang mau pinjam jika bunga bank Sampai 60% sampai akhirnya bunga pinjaman ditaruh 40%. "Kemudian ekonomi juga turun karena tidak ada orang yang berusaha. Kredit sangat mahal bunganya," imbuhnya.

Ia memandang hal ini jadi sangat problematik karena tidak ada tingkat bunga yang ideal, misal tinggi atau rendah atau berapa persen. "Itu menunjukkan bahwa bunga itu memang tidak bisa dijadikan sebagai instrumen menyelesaikan masalah,"  tegasnya.

"Sementara di dalam teori ekonomi kapitalis sekarang ini, kalau ada masalah moneter, itu alat untuk menyelesaikannya itu naik turunnya bunga, naik turunnya interest itu," tandasnya.[] Ajirah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :