Tinta Media - Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas kembali Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) direspon oleh DPP LBH Pelita Umat dengan memberikan tiga pendapat hukum.
Pertama, bahwa LBH Pelita Umat mendesak kepada Pemerintah agar di dalam RKUHP hendaknya tidak memuat sejumlah norma tentang penghinaan terhadap Presiden, penghinaan terhadap Pemerintah, penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, penghasutan melawan penguasa umum dan kriminalisasi demonstrasi. "Norma-norma tersebut berpotensi mengancam hak sipil dan menjadi alat represi terhadap rakyat,” ucap Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. dalam Press Conference LBH Pelita Umat, Jumat (1/7/2022) melalui kanal Youtube LBH Pelita Umat.
Kedua, lanjutnya, bahwa dalam konteks kebebasan sipil, jika di dalam RKUHP terdapat norma-norma yang LBH Pelita Umat sebutkan di atas terlebih lagi penetapan sejumlah norma dengan menggunakan delik formal, maka akan berdampak semakin banyak dipenjarakannya masyarakat yang kritis terhadap kebijakan dan tindakan Pemerintah. "Hal ini dikhawatirkan dapat membuat pemerintah cenderung otoriter dan tidak peduli dengan rakyat," ungkapnya.
Pembacaan pernyataan hukum poin tiga dilanjutkan oleh Sekertaris Jenderal LBH Pelita Umat Panca Putra Kurniawan, S.H., M.Si.
“Bahwa kami mendesak kepada Pemerintah untuk mempublikasikan draft RKUHP yang terbaru setelah draft September 2019. Kami menilai sikap Pemerintah yang tampak 'menyembunyikan' draf terbaru RKUHP menunjukkan 'gejala otoritarianisme' dan intensi untuk meredam kritik publik terkait norma-norma yang kontroversial. Kalaupun Pemerintah mempublikasikan draft terbaru tersebut, masyarakat harus diberi waktu yang cukup untuk memberikan masukan dan diterima masukannya,” ucap Panca menutup pernyataan sikap. [] Irianti Aminatun