MMC: Karut Marut Produk Hukum Pidana Sistem Sekuler Demokrasi Bukan Hal Baru - Tinta Media

Jumat, 15 Juli 2022

MMC: Karut Marut Produk Hukum Pidana Sistem Sekuler Demokrasi Bukan Hal Baru


Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan karut marut dalam pembuatan produk hukum pidana sistem sekuler demokrasi bukanlah hal baru.

“Karut marut dalam pembuatan produk hukum pidana sistem sekuler demokrasi bukanlah hal baru,” tuturnya dalam Program Serba Serbi MMC: Ada Ancaman Hukum Bagi Pendem0 RUU KUHP Bernuansa K0l0nial?, Jumat (1/7/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Ia menilai penyebabnya adalah mekanisme pembuatan hukum pidana diserahkan kepada manusia.“Mekanisme pembuatan hukum pidana diserahkan kepada manusia yang berpotensi berubah-ubah sesuai dengan kepentingan penguasa,” urainya.

Ia menegaskan produk sistem ini menimbulkan kekacauan dan penderitaan bagi masyarakat. “Adapun dalam sistem demokrasi, aspirasi masyarakat diklaim akan diakomodir oleh pihak berwenang. Padahal semua itu hanya isapan jempol belaka,” tegasnya.

"Hal ini menunjukkan selama sistem sekularisme demokrasi  yang berkuasa maka keadilan hukum jauh panggang dari api," imbuhnya.

Ia mengungkapkan bahwa publik diresahkan dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP yang sedang dibahas DPR RI dan pemerintah. “Pasalnya RKUHP tersebut mengandung 14 isu krusial pemidanaan.

 Pertama, isu terkait living law atau hukum pidana adat (pasal 2). Kedua isu terkait pidana mati (pasal 200). "Ketiga isu terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden (pasal 218),” ungkapnya.

Keempat, isu terkait tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib (pasal 252).
Kelima, isu terkait unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih (pasal 278-279). Keenam, isu terkait tindak pidana content of court (pasal 281). “Ketujuh isu terkait penodaan agama (pasal 304), kedelapan isu terkait penganiayaan hewan (pasal 342), kesembilan isu terkait alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan (pasal 414-416), kesepuluh isu terkait penggelandangan (pasal 431),” urainya.

Kesebelas, isu terkait aborsi (pasal 469-471).
Kedua belas, isu terkait  perzinaan (pasal 417). “Ketiga belas isu terkait kohabitasi (pasal 418),dan keempat belas isu terkait perkosaan (pasal 479),” lanjutnya.

Menurutnya, draf RKUHP tersebut mendapat penolakan publik. Aksi penolakan publik dilakukan oleh masyarakat sipil untuk demokrasi pada Senin, 16/9/2019 di depan gerbang gedung DPR Senayan, Jakarta.
“Penolakan serupa juga dilakukan oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta pada Selasa, 21 Juni 2022,” tuturnya.

Sejumlah pimpinan Komisi III DPR bersikukuh agar RKUHP segera disahkan pada awal Juli 2022 meskipun ada penolakan yang kuat dari publik atas sejumlah materi dalam RKUHP tersebut. “Padahal hingga kini pemerintah belum menyerahkan draf RKUHP terbaru atau RKUHP hasil revisi ke DPR, setelah sebelumnya mensosialisasikan 14 poin isu krusial ke masyarakat yang dilansir dari Kompas.id, 27 Juni 2022,” ucapnya.

Ia membeberkan bahwa Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Asrul Sani mengharapkan pemerintah segera menyerahkan draf terbaru RKUHP kepada DPR. “Menurut Asrul Sani draf tersebut bisa dibuka kepada masyarakat untuk dikritisi dan juga menyerahkan kepada para ahli hukum pidana yang tidak terlibat dalam pembahasan, yakni aparat penegak hukum, Ikatan Hakim Indonesia, dan masyarakat sipil, agar mereka menjadi proof reader,” bebernya.

Hukum Islam

Ia menjelaskan akan sangat berbeda dengan hukum yang diterapkan dalam sistem Islam, dalam sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah. “Hukum pidana telah ditetapkan oleh syariat, Islam memandang tolok ukur kejahatan adalah kemaksiatan, siapa pun yang melakukan kemaksiatan berarti melakukan kejahatan yang akan mendapatkan sanksi tegas,” jelasnya.   

Menurutnya, sanksi dalam Islam atau Khilafah dibagi dalam empat kategori.

Pertama, hudud. Hudud adalah sanksi-sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan kadarnya oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sekaligus menjadi hak-Nya. “Termasuk ke dalam hudud ialah had zina, had liwath (homoseksual), had mendatangi wanita pada duburnya, had qadzaf (menuduh wanita baik-baik berbuat zina), had peminum khamr, had pencurian, had pembegal, had pelaku bughat (pemberontak), had murtad. Siapa pun yang melakukan perbuatan tersebut maka mereka akan diberikan sanksi hudud,” urainya. 

Kedua, jinâyah. Jinâyah adalah sanksi yang ditujukan atas penganiayaan jiwa (pembunuhan) dan anggota tubuh.
“Sanksi ini mewajibkan qishash  (balasan setimpal) dan diyat (denda),” ujarnya.

Ketiga, ta’zir. Ta’zir adalah sanksi yang bentuknya tidak ditetapkan secara spesifik oleh Asy-Syâri’. Dalam ta’zir berlaku menerima pemaafan dan pengguguran oleh hakim. Bentuk kejahatan yang termasuk ta’zir adalah pelanggaran terhadap kehormatan seperti perbuatan cabul, pelanggaran terhadap harga diri, perbuatan yang membahayakan akal, pelanggaran terhadap harta seperti penipuan, pengkhianatan amanah harta, penipuan dalam muamalah, pinjam tanpa izin, gangguan keamanan, mengganggu keamanan negara, perbuatan yang berhubungan dengan agama dan jenis ta’zir. “Untuk jenis sanksinya, hukuman ta’zir diserahkan kepada penguasa atau hakim yang pidananya boleh sama dengan sanksi hudud atau lebih rendah dari zinâyat, dengan syarat tidak boleh melebihi dari keduanya,” tuturnya.

Keempat, mukhalafat. Mukhalafat adalah sanksi yang dijatuhkan oleh penguasa kepada orang-orang yang menentang perintah penguasa, baik perintah kepala negara atau Khalifah, para pembantunya, wali, amil, atau orang-orang yang aktivitasnya berkaitan dengan kekuasaan. “Pelanggaran terhadap perintah penguasa dikenakan sanksi. Bentuk sanksinya diserahkan kepada hakim (qadhi),” tuturnya.

Inilah hukum pidana dalam Islam yang telah diterapkan oleh Khilafah selama lebih dari 1300 tahun lamanya. Bersumber dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sesuai dengan

Firmannya:

“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah,” (QS. Yusuf, [12]: 40).

“Hukum ini bukan bersumber dari manusia melainkan bersumber dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” pungkasnya.[] Ageng Kartika
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :