Tinta Media - Salah satu cara untuk mengetahui bahwa negara Pancasila ini lebih peduli kepada para kapitalis rentenir atau rakyatnya sendiri adalah dengan melihat besaran bunga renten yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah subsidi yang diberikan kepada rakyat yang sangat jelas tercantum dalam Anggaran Pemasukan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun.
APBN dari tahun ke tahun menunjukkan fakta, bagi pemerintah membayar bunga/riba jauh lebih penting daripada memberikan subsidi kepada rakyat. Buktinya? Tren besaran membayar bunga utang semakin lebih besar dibanding memberikan subsidi kepada rakyat.
Dari sisi politik ini menunjukkan negara Pancasila ini lebih loyal kepada para kapitalis rentenir daripada rakyatnya sendiri yang selama ini secara sistematis dimiskinkan. Sedangkan dari sudut pandang akidah Islam, jelas haram dan merupakan dosa besar bahkan pelakunya bisa kekal di neraka bila terus terlibat riba. Belum lagi dosa menzalimi rakyat, yang juga bisa mengakibatkan penyelenggara negara tak bisa move on ke surga.
Sekarang, subsidi gas LPG 3 kg pun rencananya mau dialihkan ke kompor listrik. Siapa yang akan diuntungkan? PLN? Namanya saja Perusahaan Listrik Negara, pada faktanya 85 persen kepemilikannya sudah diserahkan kepada asing, aseng, dan peng-peng, alias para oligarki kapitalis lagi. Jadi, sebenarnya negara Pancasila ini tengah mengurus rakyat atau membikin rakyat kurus?
Padahal dalam Islam, haram hukumnya pengelolaan energi termasuk listrik diserahkan kepada swasta apalagi asing, negara wajib mengelolanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tapi yang tak habis pikir dan paling menyesakkan dada adalah masih ada saja kaum Muslim yang menganggap negara Pancasila ini islami. Kalau masih seperti ini, bagaimana mungkin syariat Islam yang Allah SWT wajibkan untuk diterapkan secara kaffah akan diperjuangkan? Wong, aturan yang bertentangan dengan Islam saja masih dikira islami. Bagaimana pula mau sejahtera dunia akhirat, wong jelas-jelas aturan yang menindas rakyat aja masih dipertahankan.[]
Depok, 1 Dzulhijjah 1443 H | 30 Juni 2022 M
Joko Prasetyo
Jurnalis