𝐆𝐀𝐘𝐀 𝐏𝐄𝐍𝐔𝐋𝐈𝐒𝐀𝐍 𝐒𝐀𝐍𝐆𝐀𝐓 𝐁𝐄𝐑𝐏𝐄𝐍𝐆𝐀𝐑𝐔𝐇 𝐏𝐀𝐃𝐀 𝐏𝐄𝐍𝐘𝐀𝐉𝐈𝐀𝐍 (𝐓𝐞𝐤𝐧𝐢𝐤 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐹𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑁𝑒𝑤𝑠) - Tinta Media

Jumat, 01 Juli 2022

𝐆𝐀𝐘𝐀 𝐏𝐄𝐍𝐔𝐋𝐈𝐒𝐀𝐍 𝐒𝐀𝐍𝐆𝐀𝐓 𝐁𝐄𝐑𝐏𝐄𝐍𝐆𝐀𝐑𝐔𝐇 𝐏𝐀𝐃𝐀 𝐏𝐄𝐍𝐘𝐀𝐉𝐈𝐀𝐍 (𝐓𝐞𝐤𝐧𝐢𝐤 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐹𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑁𝑒𝑤𝑠)


Tinta Media - Gaya penulisan setiap penulis karangan khas (rekonstruksi suatu peristiwa ke dalam bentuk cerita/𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠/FN) berbeda-beda. Peristiwa yang sama pastilah akan berbeda hasilnya ketika ditulis oleh orang yang berbeda karena cara pengungkapannya memang beragam. 

Perbedaannya ditentukan oleh banyak hal. Di antaranya adalah wawasan si penulis terkait peristiwa yang akan diceritakan; pilihan temanya (terkait pilihan tema, silakan baca tips taktis 𝑇𝑒𝑚𝑎, 𝐽𝑖𝑤𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑅𝑒𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐾𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑐𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 dengan mengklik https://bit.ly/3Nui9Sp); tokoh-tokoh yang diceritakan; kutipan-kutipan kalimat dan perbuatan si tokoh yang dipilih.

Terakhir, kemampuan secara teknis si penulis dalam menulis karangan khas baik dari sisi kesesuaiannya dengan kaidah jurnalistik maupun jam duduk, eh, jam terbangnya dalam praktik menulis karangan khas. 

Di gaya penulisan inilah istilah seni relevan disematkan kepada karangan khas. Semakin luas wawasan penulisnya dan semakin piawai dalam menyajikannya maka akan semakin indah dan bermutu tinggi karya karangan khasnya. Makanya, gaya penulisan menjadi unsur FN yang sangat berpengaruh dalam menarik tidaknya cerita yang disajikan. 

𝐁𝐞𝐫𝐛𝐚𝐠𝐢 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐚𝐥𝐚𝐦𝐚𝐧 

Dalam membuat FN, saya biasanya mengumpulkan banyak pertanyaan di benak lalu menjawabnya sendiri (mewawancarai diri sendiri he… he…). Jawaban-jawabannya ada yang seketika terjawab (karena informasi terkait pertanyaan tersebut sudah ada di benak), ada pula yang mengharuskan saya mencari jawaban dengan berbagai cara (observasi, wawancara orang lain, dan atau studi pustaka).

Jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebutlah yang nantinya direkonstruksi menjadi alur cerita FN (terkait tips taktis tentang alur cerita silakan baca 𝐵𝑢𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑙𝑢𝑟 𝐶𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝐾𝑖𝑠𝑎ℎ 𝑁𝑦𝑎𝑡𝑎 dengan mengklik https://bit.ly/3ua341o). 

Pertanyaan-pertanyaan dimaksud, sebagaimana layaknya seorang jurnalis, memang selalu seputar 5W1H (yakni: siapa/𝑤ℎ𝑜, sedang apa/𝑤ℎ𝑎𝑡, kapan/𝑤ℎ𝑒𝑛, di mana/𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒, mengapa/𝑤ℎ𝑦, dan bagaimana ceritanya/ℎ𝑜𝑤).

Misalnya, ketika hendak menuliskan FN tentang sejarah dasar negara Indonesia modern. Jelaslah banyak tokoh yang terlibat di dalamnya. Tokoh mana saja yang akan diceritakan (𝑤ℎ𝑜)? Tentu saja tokoh yang berkaitan dengan perumusan dasar negara. Ternyata tokoh-tokoh yang telibat terbagi pada dua kubu: kubu Islam versus kubu sekuler. 

Dari kubu Islam, misalnya, siapa saja yang mau dikutip (masih 𝑤ℎ𝑜)? Ada banyak, salah satunya adalah Ki Bagoes Hadikoesoemo. Mengapa harus Ki Bagoes (𝑤ℎ𝑦)? Karena setelah saya membaca beberapa referensi terkait Sidang BPUPKI/PPKI (Mei-Juli 1945); Penghapusan Tujuh Kata Pasca-Proklamasi (18 Agustus 1945); Sidang Konstituante (1956-1959), peran Ki Bagoes sangat vital dan berdampak. Salah satu dampaknya adalah adanya Pemilu 1955 dan Sidang Konstituante.   

Kalimat apa yang mau dikutip dari Ki Bagoes (𝑤ℎ𝑎𝑡)? Salah satunya pernyataan Ki Bagoes yang mengusulkan agar kata ‘bagi pemeluk-pemeluknya’ dicoret. Jadi bunyinya hanya ‘Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariah Islam’. Kapan Ki Bagoes menyatakannya (𝑤ℎ𝑒𝑛)? 14 Juli 1945. Di mana (where)? Pada Sidang BPUPKI di Jakarta.

Mengapa kalimat itu dikutip (𝑤ℎ𝑦 lagi)? Karena beberapa alasan. 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, karena memiliki arti yang berbeda secara signifikan. “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” itu hanya mengikat bagi individu Muslim. Sedangkan, “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam” itu maknanya negara harus menjalankan syariat Islam (mengikat negara). 

𝐾𝑒𝑑𝑢𝑎, Soekarno (tokoh kubu sekuler/Muslim yang tak mau menjadikan Islam sebagai dasar negara), menolak mentah-mentah usul Ki Bagoes, karena secara ideologis itu sangat bertentangan dengan sekularisme. 

Namun, karena Soekarno sangat piawai dalam berdiplomasi maka alasan yang diungkapkan adalah Ki Bagoes menyalahi kesepakatan Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Buktinya apa? Pada 18 Agustus 1945, secara sepihak Soekarno mengubahnya menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. 𝐿ℎ𝑎!?

Sangat-sangat bertentangan dengan kesepakatan Piagam Jakarta bukan? Apalagi dari sisi makna “Ketuhanan Yang Maha Esa” hanya mengakui Tuhan itu Esa, tidak terkandung konsekuensi bahwa kaum Muslim, apalagi negara, harus terikat aturan Islam. Bandingkan dengan usulannya Ki Bagoes untuk dasar negara yang berbunyi, “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam”.

𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎, saya secara pribadi belum pernah membaca pernyataan tersebut di berbagai tulisan produk jurnalistik dari penulis lainnya (jadi, kalau memang belum ada, maka FN saya menjadi FN pertama yang mengutipnya pada 2010 dengan judul 𝐾𝑖 𝐵𝑎𝑔𝑜𝑒𝑠 𝐻𝑎𝑑𝑖𝑘𝑜𝑒𝑠𝑜𝑒𝑚𝑜, 𝑃𝑒𝑗𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑦𝑎𝑟𝑖𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 𝑆𝑜𝑒𝑘𝑎𝑟𝑛𝑜, dan pada 2017 dengan judul 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖).

Padahal pernyataan tersebut sangat penting dipublikasikan sebagai produk jurnalistik agar publik mengetahuinya. Karena jumlahnya tentu saja jauh lebih sedikit publik yang membaca buku (apalagi buku sejarah) daripada membaca berita (FN merupakan salah satu bentuk penyajian berita) bukan? Tapi bila Anda tidak memviralkan berita tersebut, ya produk jurnalistiknya hanya sebagai buku harian saja. 

Dengan pola yang sama (bertanya dan menjawab sendiri), maka terhimpunlah sejumlah nama tokoh kubu Islam dan tokoh kubu sekuler, dengan berbagai pernyataannya. Semuanya disusun sedemikian rupa ke dalam alur cerita dan suasana yang melingkupinya sehingga menjawab pertanyaan ℎ𝑜𝑤.

Maka, jadilah FN yang memenuhi 5W1H yang ---insyaAllah--- enak dibaca dan menggugah. Silakan buktikan dengan membaca FN yang berjudul 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK).

Padahal proses pembuatannya 𝑛𝑗𝑙𝑖𝑚𝑒𝑡 (sulit dan banyak hambatan) 𝑙ℎ𝑜. Meski demikian pengerjaannya tetap harus fokus dan tidak panik; perluas wawasan dengan diawali memunculkan berbagai pertanyaan dan jawabannya untuk meningkatkan pemahaman. 

Dalam prosesnya, harus tetap cermat dan penuh kesabaran. Dan satu lagi, secara teknis memang Anda harus belajar teknik menulis FN. Kemudian meningkat kemampuan dengan terus menerus mempraktikkannya.

Oh iya, bila FN 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 menurut Anda penting untuk diketahui khalayak, baiknya diviralkan. Semoga menjadi pahala jariah kita bersama dari setiap membaca yang tercerahkan sehingga (semakin) bersemangat memperjuangkan Islam. Aamiin.[]

Depok, 30 Dzulqa’dah 1443 H | 29 Juni 2022 M

Joko Prasetyo 
Jurnalis
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :