Tinta Media - Tanggapi rencana penggunaan aplikasi peduli lindungi untuk pembelian minyak goreng (migor), Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menyampaikan tanggapannya.
"Cuma mau beli (bukan minta) minyak goreng saja dibikin ribet," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (2/7/2022).
Ia menyayangkan kebijakan negara yang justru bikin rakyat tambah susah. "Segala urusan kalau bisa dibikin ribet, kenapa dibikin mudah? Negara hadir bukan menyelesaikan masalah, malah tambah bikin susah," ungkapnya.
Ahmad mengatakan, problem minyak goreng ada di tata niaga. "Lagipula, asasnya itu problem di tata niaga minyak goreng, hulu hingga hilir," ujarnya.
Menurutnya, kalau stabilitas harga terjaga, tidak ada disparitas harga, tentu saja tidak dibutuhkan peduli lindungi atau NIK. Program ini adalah bukti kegagalan menjaga stabilitas harga dan stok minyak goreng, lalu diambillah program ini.
"Program beli minyak goreng dengan aplikasi peduli lindungi ini tidak menyelesaikan akar masalah. Tetapi hanya program pencitraan, seolah pemerintah telah berbuat dan membela masyarakat kecil," imbuhnya.
Faktanya, kata Ahmad, program ribet ini di lapangan akan hanya menjadi konsumsi kalangan tertentu dan akan membuat mayoritas masyarakat lainnya, terpaksa membeli minyak goreng dengan cara dan harga konvensional, baik karena ogah ribet maupun karena akhirnya terpaksa berdamai dengan keadaan.
Kalau tujuannya mau pastikan program berhasil, ujar Ahmad, tidak ada penyimpangan, tepat sasaran, ya di kontrol di lapangan. Bukan maksa bikin susah rakyat.
"Setidaknya itu, yang dilakukan pemerintah setelah gagal mengurusi minyak goreng. Untuk legacy, sudah ada minyak dengan stok dan harga terjangkau, lalu dibuatlah program penyaluran yang prosesnya ribet," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka