Tinta Media - Beberapa waktu terakhir, masalah narkoba ramai lagi menjadi pembahasan. Berbicara tentang narkoba, memang tidak ada habisnya. Satu kasus terkuak dan mendapat hukuman, kasus lainnya pun muncul. Tidak bisa terhitung, berapa pesohor negeri ini terjerat kasus narkoba. Beberapa di mereka tidak cukup sekali tertangkap, tetapi bisa lebih dari dua kali. Lalu apakah ada yang salah dengan penanganannya?
Belum menemukan solusi yang tepat dalam menangani masalah narkoba, kini ada wacana pelegalan ganja di Indonesia. Hal ini terjadi setelah beberapa negara melegalkan ganja. Namun, wacana ini langsung dibantah oleh kepala BNN, Jenderal Petrus Reinhard Golose.
“Tidak ada sampai saat ini pembahasan untuk legalisasi ganja. Di tempat lain ada, tetapi di Indonesia tidak ada,” kata Petrus di sela-sela acara peringatan Hari Antinarkotika Internasional (HANI) 2022 di Badung, Bali, Minggu 19 Juni 2022. (Tempo.co.id, 20/06/2022)
Permasalahan narkoba memang bukan hal sepele. Meskipun sudah ada tindakan yang dilakukan pemerintah, seperti rehabilitasi, UU yang mengatur, hukuman, dan lain sebagainya, tetapi sampai saat ini kasus narkoba tidak ada habisnya. Kasus ini bukannya mereda, tetapi semakin marak di berbagai kalangan, terlebih pemuda/pemudi.
Penerapan sistem serba bebas seperti saat ini menjadi salah satu pemicu hal tersebut. Tak hanya masalah narkoba, tetapi pergaulan bebas, minum-minuman keras, dan lain sebagainya menjadi hal biasa. Terlebih, tindakan pemisahan agama dari kehidupan semakin massif dilakukan.
Framing “seseorang yang belajar agama secara kaffah dianggap radikal dan antinasionalis” digaungkan di berbagai kalangan, baik dalam ranah pendidikan formal ataupun kehidupan masyarakat. Karena itu, masyarakat semakin jauh dari Islam, pemuda/pemudi semakin mudah terpengaruh oleh tren yang ada, tanpa memperhatikan benar atau tidaknya.
Di lain sisi, pengusutan kasus narkoba tidak dilakukan secara tuntas oleh aparat. Yang menjadi bandar narkoba tak tertangkap. Kasus mudah ditutup, asalkan uang berbicara. Kemudian, rehabilitasi belum tentu menimbulkan efek jera dan UU yang dibuat seakan untuk dilanggar, asalkan uang dan jabatan berbicara.
Sungguh, sistem serba bebas atau liberal seperti ini tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah. Karena itu, diperlukannya individu yang bertakwa, masyarakat yang saling terlibat untuk mengingatkan, dan peran negara dalam menjalankan aturan yang tegas dan menegakkan sanksi yang menimbulkan efek jera. Namun, hal tersebut hanya bisa dilakukan apabila Islam dijadikan dasar atau landasan dalam mengatur kehidupan.
Apabila seseorang bertakwa kepada Allah dan memiliki pemahaman yang benar, maka segala perbuatannya disandarkan pada hukum Allah, sehingga terkontrol dan sesuai syariat. Masyarakat pun mempunyai peran penting dalam bagian saling mengingatkan atau amar makruf nahi munkar. Yang paling penting, negara memiliki hukum tegas dan sanksi yang menimbulkan efek jera, tanpa tebang pilih, siapa pun pelakunya.
Dalam Islam, narkoba termasuk kategori haram. Efek halusinasi, mabuk, ataupun fly yang dirasakan pengguna, menjadi dasar sebagian ulama untuk mengategorikan narkoba sebagai barang haram. Karena itu, seseorang akan menjauhinya karena rasa takwanya kepada Allah.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Setiap muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram.” (HR Muslim)
Apabila terjadi sinkronisasi antara individu, masyarakat, dan negara seperti yang dijelaskan di atas, maka penyalahgunaan narkoba akan bisa dihentikan sehingga tidak ada kejadian yang terulang.
Oleh: Unix Yulia
Komunitas Menulis Setajam Pena