Tinta Media - Merespon berbagai kasus yang terjadi di pondok pesantren, Mudir Ma’had Khodimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) memberikan lima tips mengelola pondok pesantren.
Pertama, landasan turats (warisan ilmu para ulama) harus kuat. "Tidak disebut pondok pesantren kalau tidak ada kiai yang menguasai ilmu-ilmu syariah dan pengkajian kitab-kitab kuning. Pondok pesantren adalah kiai dan kitab. Jadi, bukan hanya fisik bangunan dan banyaknya santri,” ungkapnya di akun telegram pribadinya, Ahad (10/7/2022).
Kedua, ilmu tersebut harus nampak dalam amal, bukan hanya dikaji secara lisan. "Diterapkan dalam lingkungan pondok pesantren," ujarnya.
Ketiga, diantara ilmu yang penting adalah terkait sistem pergaulan (interaksi laki-laki dan perempuan) dalam Islam. Santri banin (laki-laki) dan banat (perempuan) harus dipisah total. Tidak ada interaksi. “Sebisa mungkin pengajar santri banat adalah para ustadzah (para guru perempuan). Kalau pun harus diajar oleh asatidz (para guru laki-laki), sebaiknya ustadz senior, bukan yang masih muda. Jika perlu, bisa dibuat hijab antara santri banat dengan guru laki-laki yang mengajar,” tandasnya.
Keempat, diantara ilmu yang penting juga adalah terkait aurat dan pakaian. "Santri banat harus sempurna dalam berpakaian dan tidak boleh tabarruj (dandan berlebihan),” ucapnya.
Kelima, selalu menyucikan diri, meningkatkan taqarrub kepada Allah ta'ala. "Dan memastikan semua yang ada di pondok pesantren tersebut adalah orang-orang taat, hingga tukang sapu dan satpam sekalipun,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun