TIPS AGAR OPINI ANDA DIMUAT MEDIA MASSA - Tinta Media

Minggu, 12 Juni 2022

TIPS AGAR OPINI ANDA DIMUAT MEDIA MASSA


Tinta Media - Tak sedikit penulis yang mendambakan naskahnya dimuat media massa. Ada yang karena ingin menunjukkan eksistensi diri, mendapatkan uang, dan lain sebagainya. Namun yang jauh lebih penting dari itu semua, dimuatnya opini bagi para aktivis Islam merupakan salah satu cara agar jangkauan dakwah lewat tulisannya bisa sampai ke khalayak yang jauh lebih banyak dibanding hanya diunggah di lingkaran pertemanan medsosnya sendiri. 

Sehingga, potensi orang yang membaca dan tersadarkan melalui tulisan dakwahnya jadi lebih besar. Dan, tentu saja harapan mendapatkan pahala jariah lebih banyak lagi. Apalagi setelah dimuat media, disebarkan lagi di medsos, insyaallah jangkauannya berlipat ganda. Namun, sayangnya, banyak yang kesulitan tulisannya dimuat media massa. Bagi Anda yang mengalami masalah yang sama, semoga tips di bawah ini bisa membantu. 

PERTAMA, TULISAN YANG DIBUAT HARUS SESUAI DENGAN VISI MISI MEDIA MASSA YANG DIKIRIMI NASKAH. Jangan lupa, setiap media massa memiliki visi misinya sendiri. Maka, analisis dari naskah opini yang dikirimkan harus sesuai dengan visi misi media tersebut. Namun, para aktivis dakwah juga tidak boleh mengorbankan visi misi dakwahnya. Cari aja titik temunya antara media dan visi misi dakwah.  

Misal, media massanya mengusung demokrasi, lalu Anda mengirimkan naskah yang menentang demokrasi, ya peluang dimuatnya sangat kecil, kalau tak mau disebut tak mungkin dimuat. Maka, bila tetap bersikukuh mengirimkan ke media tersebut, jangan pula malah jadi mendukung demokrasi! Tapi carilah titik temunya. Bila media tersebut mengkritik rezim, Anda juga bisa mengkritik rezim dalam rangka muhasabah lil hukkam (mengoreksi kepada penguasa) yang dalam Islam memang hukumnya wajib.

Jadi, sebelum mengirimkan naskah, harus tahu persis media yang akan dikirimi itu ke mana arah berpikirnya. Makanya, harus membaca-baca dengan cermat opini-opini yang dimuat itu seperti apa. Pelajari polanya. Dengan demikian, Anda bisa tahu polanya opini yang seperti itu yang dimuat, nanti buat opini yang seperti itu. 

KEDUA, SESUAI DENGAN KAIDAH JURNALISTIK. Tulisan opini yang dibuat harus sesuai dengan kaidah jurnalistik, baik secara anatomi (mulai dari judul, paragraf pertama, tubuh tulisan, hingga paragraf terakhir harus sesuai dengan anatomi opini), bahasa jurnalistik yang digunakan (kalau menggunakan bahasa jurnalistik Indonesia ya harus sesuai dengan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia [PUEBI] dan Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI]) ataupun kaidah teknis jurnalistik lainnya termasuk keterkaitan antar paragraf, dan logika penulisannya harus pas. Tak boleh melompat, apalagi tidak nyambung dengan paragraf berikutnya.  

Coba sekarang bayangkan Anda sebagai penjaga rubrik (jabrik) opini, di depan Anda ada dua naskah yang salah satunya harus dipilih untuk dimuat, keduanya sama-sama sesuai dengan visi misi media tempat Anda bekerja. Yang satu ditulis sesuai dengan kaidah jurnalistik sehingga tinggal dimuat, yang satunya lagi perlu diedit berat. Pilih yang mana?

KETIGA, MUJUR. Bila sudah sesuai visi misi media dan kaidah jurnalistik, berikutnya ya Anda berdoa saja kepada Allah SWT semoga mujur. Hal itu harus dilakukan dalam setiap mengirim opini ke media massa mana saja apalagi bila naskah opininya dikirim ke media massa nasional yang sudah profesional dan mapan. Karena meskipun tulisannya sesuai visi misi dan kaidah jurnalistik, belum tentu dimuat. Lantaran bisa jadi tidak dibaca oleh si penjaga rubrik (jabrik) opini, atau yang diperlukan hanya dua tulisan, sedangkan tulisan Anda adalah yang ketiga.  

Pasalnya, persaingan sangat ketat. Di setiap kota yang ada di Indonesia ada seorang saja yang mengirimkan tulisannya. Sementara, di Indonesia ada kira-kira 500 kota. Berarti ada 500 naskah per hari. Seperempatnya saja yang mengirim, maka sehari media tersebut menerima 125 tulisan. Padahal, paling hanya sekitar dua tulisan yang akan dimuat. Dengan begitu, peluang sebuah tulisan akan terpilih tentu sangat kecil. 

Sangat mungkin tidak semua tulisan opini yang dikirim itu dibuka, apalagi dibaca oleh bagian pengasuh rubrik opini, karena saking banyak naskah opini yang masuk. Biasanya saya (dalam kapasitas sebagai jabrik opini) membuka tulisan yang masuk secara acak. Awalnya baca judulnya dulu. Bila tak menarik, naskah disingkirkan. Bila menarik, diteruskan membaca paragraf pertama (teras, lead), dan begitu seterusnya untuk setiap paragrafnya menggunakan seleksi sistem gugur (begitu ditemukan ada bagian dari naskah yang tak memenuhi kaidah jurnalistik ataupun tak sesuai visi misi, langsung disingkirkan).

KEEMPAT, PANTANG MENYERAH. Jangan kapok kalau tulisannya tidak dimuat. Tetap semangat untuk menulis lagi dan mengirimkannya lagi. Kalau mendapat kritik dari si jabrik (sebagian media massa mengembalikan naskah penulis sembari memberi masukan), perhatikan baik-baik dan jangan sampai terulang kesalahan yang sama pada tulisan berikutnya. Lalu kirimkan lagi. 

Jadi memang, tulisan yang dikirim itu harus sempurna. Ya, harus sempurna mulai dari judul, paragraf pertama dan seterusnya. Semuanya dibuat sesesuai mungkin dengan kaidah jurnalistik. Isinya menarik, pilihan diksi kata yang dipakai juga harus pas, enggak banyak salah ketik. Karena, pesaingnya banyak dan tak sedikit yang jago menulis. Harus juga sesuai dengan visi misi media massa yang dikirimi naskah. 

Salah satunya tak terpenuhi, maka meski naskahnya dibaca si jabrik, bisa langsung disingkirkan. Namun, bila sudah terpenuhi, ya belum tentu juga dibaca si jabrik alias belum mujur. Maka, selain tetap semangat dan pantang menyerah, tawakal mesti maksimal. Berdoa dengan khusyuk agar Allah SWT menggerakan si jabrik membuka dan membaca naskah dari Anda, cocok, kemudian dimuat. Aamiin.[]

Depok, 29 Syawal 1443 H | 30 Mei 2022 M

Joko Prasetyo
Jurnalis
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :