Tenaga Honorer Dihapus, MMC: Imbas Pemerintah Kapitalisme yang Memandang Rakyat secara Ekonomi - Tinta Media

Sabtu, 11 Juni 2022

Tenaga Honorer Dihapus, MMC: Imbas Pemerintah Kapitalisme yang Memandang Rakyat secara Ekonomi


Tinta Media - Terkait penghapusan tenaga kerja honorer yang tertuang dalam surat Menteri PANRB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022, Narator Muslimah Media Center (MMC) mengungkapkan bahwa ini imbas dari Pemerintah kapitalisme yang memandang rakyat secara ekonomi, yakni untung dan rugi. 

"Sekularisme melahirkan kepemimpinan bercorak kapitalisme. Kapitalisme adalah paham yang bersifat materialistis. Imbasnya ketika sistem ini digunakan mengatur rakyat, hubungan antara penguasa dan rakyat tidak ubahnya seperti pedagang dan pembeli. Rakyat hanya dipandang secara ekonomi, yakni untung dan rugi," tuturnya pada Serba-serbi MMC: Tenaga Honorer Dihapuskan, Kapankah Derita Honorer Berakhir? Di Kanal YouTube Muslimah Media Center, Ahad (5/6/2022).

Menurutnya, inilah realita ketika rakyat hidup dalam kepemimpinan sistem sekulerisme kapitalisme. Paham sekuler membuat manusia berdaulat atas sebuah hukum. Manusia bisa membuat, menjalankan, menghapus, maupun merevisi hukum sesuai dengan kepentingannya.

"Padahal manusia adalah makhluk. Seorang makhluk tidak pantas dan tidak layak membuat aturan sendiri untuk kehidupan mereka. Karena kemampuan mereka terbatas," ujar narator.

Narator menjelaskan, pada awalnya kebijakan rekrutmen tenaga honorer dikeluarkan sebagai upaya mengurangi pengangguran. Keuntungan lain pemerintah juga mendapatkan tenaga yang mau dibayar rendah sesuai budget negara, karena mereka belum berpengalaman, atau karena janji direkrut sebagai PNS, atau aparat sipil negara.

"Namun kebijakan yang awalnya dianggap solusi kini justru jadi bumerang bagi penguasa. Keberadaan tenaga honorer dianggap pengacau hitungan ASN. Bahkan pernyataan sebelumnya tenaga honorer dituduh menjadi beban negara. Tentu saja alasan-alasan yang diberikannya justru menambah sakit hati rakyat. Rakyat harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya. Sementara lapangan pekerjaan yang dijanjikan untuk rakyat tidak kunjung dipenuhi. Yang ada lapangan pekerjaan justru terbuka lebar untuk tenaga asing," jelasnya.

Narator pun berpendapat, oleh karena itu wajar jika tenaga honorer yang awalnya dianggap solusi, kemudian dianggap beban negara dan pengacau perhitungan ASN. Demikianlah bukti kesekian kalinya kegagalan yang dipertontonkan sistem sekulerisme kapitalisme dalam mengurus rakyat.

"Sistem ini tidak mampu menyejahterakan 400 ribu tenaga honorer, yang 120 ribu diantaranya adalah tenaga pendidik, 4000 tenaga kesehatan, dan 2000 penyuluh, berdasarkan catatan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)," papar narator.

Narator pun menegaskan, sangat berbeda dengan kebijakan sistem Khilafah yang mampu menyelesaikan masalah tersebut. Sistem khilafah berdiri atas akidah Islam. Seluruh aturan yang dikeluarkan akan didasarkan pada hukum syariat.

"Untuk masalah tenaga kerja dan lapangan pekerjaan, Islam mewajibkan negara menciptakan lapangan kerja bagi setiap orang yang mampu bekerja, agar dapat memperoleh pekerjaan," ungkapnya.
Ini berkaitan dengan hadist, Rasulullah Saw. Bersabda : "Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat). Ia akan diminta pertanggung jawabannya atas urusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam khilafah, lanjutnya, rekrutmen pegawai negara tak mengenal istilah honorer. Karena mereka akan direkrut sesuai dengan kebutuhan riil negara. Negara akan menghitung jumlah pekerja yang diperlukan untuk menjalankan semua pekerjaaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi.

"Seluruh pegawai yang bekerja pada khilafah diatur sepenuhnya dibawah hukum-hukum _ijarah_, atau kontrak kerja dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaan. Khilafah boleh mempekerjakan pekerja secara mutlak.  Maksudnya, para pekerja boleh dari muslim atau kafir dzimmi. Khilafah juga akan menjamin para pekerja mendapat perlakuan adil sesuai hukum syariat. Hak-hak mereka sebagai pegawai juga akan dilindungi oleh khilafah. Sebagai contoh, pada masa Khalifah bin Abdul Aziz, gaji para pegawai negara hingga ada yang mencapai 300 Dinar atau setara Rp 114.750.000," bebernya.

Narator pun menjelaskan, Khilafah mampu menggaji dengan jumlah yang fantastis, sebab sistem keuangan khilafah berbasis Baitul Mal. Dalam Baitul mal, terdapat pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta fa'i, kharaj, jizyah, ghaninah, usyur dan sejenisnya.  Dari pos ini, khilafah bisa mengalokasikan anggaran untuk gaji para pegawai negara.

"Demikianlah cara khilafah menyelesaikan masalah honorer yang tidak akan mampu diselesaikan secara tuntas oleh sistem kapitalisme," pungkasnya. []Willy Waliah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :