Tinta Media - Rencana Pemerintah menaikkan tarif listrik daya 3.500 VA ke atas per 1 Juli 2022, ditanggapi oleh Koordinator Indonesian Valuation for Energy and Infrastuctur (Invest) Ahmad Daryoko.
“Apa pun alasannya, yang jelas kelistrikan itu mulai awal 2020, sekitar 85% sudah dikuasai oleh kartel listrik swasta,” tuturnya pada Tinta Media, Kamis (16/6/2022).
Daryoko menuturkan, penguasaan itu dilakukan dengan cara kapitalis yaitu biaya operasi sekecil mungkin keuntungan sebesar mungkin.
Ia menilai, kekhawatiran para Founding Fathers dalam penjelasan UUD 1945, bahwa apabila sektor strategis jatuh ke tangan orang per orang maka rakyat banyak akan tertindas, sekarang terbukti.
“Siapa yang tidak butuh listrik? Dari milyader sampai rumah "bedeng" semuanya butuh listrik. Makanya Edhard Epller (Jerman ) bilang bahwa kelistrikan itu bersifat monopoli alamiah (execlussive right). Siapa pun yang menguasai kelistrikan dia bisa pegang monopoli listrik,” bebernya.
Akibatnya, lanjut Daryoko, tarif listrik mulai tidak bisa dikendalikan. Semua tergantung kemauan kartel diatas.
Menjadi EO
Menurut Daryoko PLN saat ini hanya menjadi EO (event organizer) dan dipinjam namanya oleh kartel listrik swasta.
“PLN nyaris sudah tidak memiliki aset lagi. Pembangkitnya sudah dikuasai Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Marubeni, Mitsui, Tepco dan lain-lain. Sementara ritailnya sudah dijual ke Taipan 9 Naga dalam bentuk token dan curah/bulk/Whole sale market,” bebernya.
Terakhir, Daryoko mengungkapkan, beginilah kalau negara dipimpin oleh sebuah rezim yang hobinya hanya menyerahkan sumber daya alam ke asing, menjual aset negara, berhutang ke luar negeri, undang Investor aseng/asing, mengembangkan budaya KKN dengan keluarga dan kroninya.
“Tinggal tunggu takdir! Dijajah kembali oleh VOC masa kini gara-gara tidak bisa bayar hutang!” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
“Apa pun alasannya, yang jelas kelistrikan itu mulai awal 2020, sekitar 85% sudah dikuasai oleh kartel listrik swasta,” tuturnya pada Tinta Media, Kamis (16/6/2022).
Daryoko menuturkan, penguasaan itu dilakukan dengan cara kapitalis yaitu biaya operasi sekecil mungkin keuntungan sebesar mungkin.
Ia menilai, kekhawatiran para Founding Fathers dalam penjelasan UUD 1945, bahwa apabila sektor strategis jatuh ke tangan orang per orang maka rakyat banyak akan tertindas, sekarang terbukti.
“Siapa yang tidak butuh listrik? Dari milyader sampai rumah "bedeng" semuanya butuh listrik. Makanya Edhard Epller (Jerman ) bilang bahwa kelistrikan itu bersifat monopoli alamiah (execlussive right). Siapa pun yang menguasai kelistrikan dia bisa pegang monopoli listrik,” bebernya.
Akibatnya, lanjut Daryoko, tarif listrik mulai tidak bisa dikendalikan. Semua tergantung kemauan kartel diatas.
Menjadi EO
Menurut Daryoko PLN saat ini hanya menjadi EO (event organizer) dan dipinjam namanya oleh kartel listrik swasta.
“PLN nyaris sudah tidak memiliki aset lagi. Pembangkitnya sudah dikuasai Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Marubeni, Mitsui, Tepco dan lain-lain. Sementara ritailnya sudah dijual ke Taipan 9 Naga dalam bentuk token dan curah/bulk/Whole sale market,” bebernya.
Terakhir, Daryoko mengungkapkan, beginilah kalau negara dipimpin oleh sebuah rezim yang hobinya hanya menyerahkan sumber daya alam ke asing, menjual aset negara, berhutang ke luar negeri, undang Investor aseng/asing, mengembangkan budaya KKN dengan keluarga dan kroninya.
“Tinggal tunggu takdir! Dijajah kembali oleh VOC masa kini gara-gara tidak bisa bayar hutang!” pungkasnya.[] Irianti Aminatun