REZIM NEGARA PANCASILA MALAH SEOLAH RELA DENGAN PELECEHAN SINGAPURA TERHADAP ULAMA DAN AJARAN ISLAM - Tinta Media

Kamis, 02 Juni 2022

REZIM NEGARA PANCASILA MALAH SEOLAH RELA DENGAN PELECEHAN SINGAPURA TERHADAP ULAMA DAN AJARAN ISLAM


Tinta Media - Bukannya membela Ustaz Abdul Somad (UAS) dan menegaskan yang disampaikannya merupakan bagian dari ajaran Islam, rezim negara Pancasila malah seolah rela terhadap pelecehan Singapura terhadap ulama berkewarganegaraan Indonesia tersebut dan ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduknya. 

DUBES 

Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, misalnya. Alih-alih membela mati-matian warga negaranya yang dicekal malah menyatakan pemerintah tidak bisa mengintervensi keputusan Singapura. "Seperti halnya persona non grata, itu adalah hak dari setiap negara," ungkapnya kepada Tempo ketika diminta responsnya agar Indonesia mendesak Singapura meminta maaf, Kamis (19/5/2022).

Padahal dengan mendesak Singapura meminta maaf setidaknya menunjukkan pemerintah Indonesia ini: (1) tidak setuju dengan pelecehan yang dilakukan Singapura; (2) UAS dan ajaran Islam itu tidak salah dan harus dibela.

Lho, memangnya Indonesia tidak punya hak untuk membela warga negaranya? Tidak punya hak untuk membela ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduknya? Bukan punya hak lagi tetapi wajib! Eh, sebentar, wajib itu menurut Islam deng, entahlah menurut Pancasila. 

MENKO PMK

Tapi alih-alih membela, Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) malah mengatakan prihal menjaga lisan agar tidak diusir. 

"Sebaiknya sama dengan bertetanggalah, mulai dari menjaga lidah, menjaga mulut, menjaga tangan, sehingga kita bisa hidup enak, kita bisa bertamu ke tetangga juga enak, tidak perlu diusir. Sebaliknya juga begitu, kita menerima tetangga datang juga dengan enak," seperti dilansir Antara, Kamis (19/5/2022).

Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan konteks tiga perkara yang dijadikan alasan Singapura mencekal UAS, yakni: (1) menyebut non-Muslim sebagai kafir; (2) di dalam patung ada jinnya; dan (3) membenarkan bom bunuh diri (Palestina terhadap Israel).

Karena UAS tidak sembarangan ngomong, apalagi ngomongnya juga bukan di Singapura. Tetapi di masjid, di Indonesia, kepada jamaah yang juga sesama Muslim. Yang diomongkannya juga adalah ajaran Islam. Semuanya berdalil dari sumber hukum Islam yakni Al-Qur’an dan hadits. Dan enggak ada salah-salahnya. 

Satu terkait perkara yang qath'i (mutlak benarnya dalam Islam) yakni (1) menyebut non-Muslim sebagai kafir; dan dua perkara yang ikhtilaf (perbedaan pendapat tetapi tetap islami), yakni (2) di dalam patung ada jinnya, serta (3) Muslim Palestina yang melawan penjajahan Israel dengan cara meledakkan diri ke kekuatan musuh bukanlah bunuh diri melainkan syahid.

Coba Menko PMK tonton videonya yang membahas ketiga hal tersebut, sebelah mana yang tak menjaga lisannya? Penyampaiannya pas kok, dengan logat Melayu yang lucu pula. 

Ingat, jaga lisan itu bukan berarti menyembunyikan kebenaran agar mendapatkan kerelaan orang kafir lho ya. Itu bukan jaga lisan namanya, melainkan menjual ayat, haram hukumnya. Tapi itu menurut Islam sih, entahlah menurut Pancasila.

BNPT

Tentu saja pernyataan para pejabat di atas sangat menyakitkan hati orang-orang yang beriman, orang-orang yang menginginkan syariat Islam tegak secara kaffah, orang-orang yang cinta ulama, orang-orang yang menginginkan negara hadir dalam menjaga dan membela rakyatnya ketika ulama dan ajaran agamanya dilecehkan dan dizalimi negara lain. Tapi yang paling menyakitkan hati adalah pernyataan dari Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). 

Alih-alih dengan tegas menyatakan bahwa UAS bukanlah ektremisme dan pemecah belah sebagaimana yang difitnahkan Singapura, ia malah menginginkan RI belajar kepada Singapura karena Indonesia masih melakukan upaya preventif strike (penegakkan hukum atas ancaman teror) sedangkan Singapura sudah pre-emptive strike (pencegahan dari hulu terhadap pemikirian radikalisme). 

"Saya melihat ini justru menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk juga melakukan pencegahan sejak hulu dengan melarang pandangan, pemahaman dan ideologi radikal yang bisa mengarah pada tindakan teror dan kekerasan," katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (18/5/2022).

Ya Allah… apakah ini merupakan ungkapan hati yang sangat berhasrat mengkriminalisasi umat Islam yang mengajarkan ajaran Islam apa adanya? Kalau menurut Islam non-Muslim adalah kafir, ya kafir. Itulah ajaran Islam yang apa adanya. Ulama yang menjelaskan hal itu adalah ulama yang benar. 

Kalau menyebut non-Muslim sebagai kafir itu dijadikan sebagai ciri radikalisme, sebagaimana yang disampaikan BNPT beberapa waktu lalu, itu namanya menyembunyikan kebenaran demi mendapatkan kerelaan orang kafir, alias menjual ayat. Jelas itu perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan Islam, entahlah dalam pandangan Pancasila.

BPIP

Begitulah beberapa sikap pejabat yang bertugas mengamalkan Pancasila. Saya tidak tahu apakah perbuatan mereka itu sesuai atau tidak sesuai dengan Pancasila. Maka, di sinilah relevansinya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersikap tegas atas pelecehan yang dilakukan Singapura terhadap ulama dan ajaran Islam tersebut, sekaligus menyatakan dengan tegas bahwa pernyataan para pejabat yang seolah mengiyakan bahkan ingin meniru Singapura tersebut merupakan perbuatan yang bertentangan dengan Islam, eh, dengan Pancasila. 

Kalau BPIP diam saja terkait masalah ini, mana fungsi edukasi dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan ‘ideologi’ Pancasila? Jangan salahkan publik, atau setidaknya saya deh, akhirnya menyimpulkan yang dilakukan Singapura dan para pejabat di atas tidak bertentangan dengan Pancasila. Kalau seperti itu, berarti: Pancasila bertentangan dengan Islam atau Islam bertentangan dengan Pancasila. 

Tapi kalau mengingat pernyataan Ketua BPIP, sudah bukan bertentangan lagi, melainkan musuh. “Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," ujarnya sebagaimana diberitakan detik.com pada Rabu, 12 Feb 2020.

Agama apa yang dimaksud kalau bukan Islam? Toh selama ini yang dipersekusi dan dikriminalisasi oleh rezim negara Pancasila ini hanyalah ajaran Islam dan para pengembannya dengan tuduhan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Tak terlihat rezim ini melakukan hal yang sama kepada agama dan para pengemban agama yang lain. Bener enggak sih?[]


Depok, 21 Syawal 1443 H | 22 Mei 2022 M


Joko Prasetyo
Jurnalis
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :