Radikalisme Masih Digoreng, Bentuk Islamofobia - Tinta Media

Rabu, 01 Juni 2022

Radikalisme Masih Digoreng, Bentuk Islamofobia


Tinta Media - Diakui atau tidak, negeri ini sedang berada di tepi jurang kehancuran. Kondisi ini bisa dilihat dari berbagai kecurangan yang semakin massif dan terstruktur, seperti korupsi yang semakin menggila, penguasaan lahan dan sumber daya alam oleh para pemilik modal, banyaknya BUMN yang collapse, serta infrastruktur yang mangkrak. 
        
Ditambah lagi harga kebutuhan pokok masyarakat yang dari waktu ke waktu semakin mahal, biaya sekolah yang mahal, peran ibu sebagai ummu warobatul bait yang harusnya mengurus urusan rumah jadi terbengkalai karena harus bekerja di luar rumah, ditambah lagi dengan kenaikan PPN, kenaikan TDL dan BBM secara berkala, semakin memperberat beban hidup masyarakat.

Namun, di tengah segudang masalah yang membelit negeri ini, isu radikalisme selalu diangkat, seolah-olah menjadi permasalahan utama dan urgent untuk diberantas. Tentu saja hal tersebut tidak nyambung.

Seperti yang kita ketahui, nyanyian radikalisme terus digulirkan oleh BNPT. Mereka menyatakan bahwa ratusan pesantren diduga mengajarkan radikalisme. BNPT juga berencana akan terus melakukan pemantauan terhadap masjid-masjid, lagi-lagi demi mencegah radikalisme. Kotak amal pun tak luput dari tudingan untuk pendanaan terorisme.

Moderasi beragama yang terus-menerus digaungkan dengan maksud melawan radikalisme, justru menjadi masalah besar yang mengakibatkan umat jauh dari ajaran Islam. Di sisi lain, keganasan KKB di Papua yang telah membunuh puluhan anggota TNI, juga warga sipil tidak dianggap sebagai tindakan teroris

Dari realitas tersebut, tampak jelas bahwa isu  radikalisme terus digaungkan agar umat Islam phobia terhadap agamanya sendiri. Bagaimana bisa seorang muslim benci terhadap agamanya sendiri? Padahal, agama ini mengajarkan kebaikan dan membimbingnya pada ketaatan kepada Allah Swt.

Mereka menyudutkan Islam hanyalah untuk melanggengkan penerapan sistem kapitalis-demokrasi di negeri ini, dengan menyasar pemahaman Islam dan kaum muslimin yang kontra dengan kebijakan kapitalistik penguasa, agar tercipta phobia Islam di tengah masyarakat. 

Upaya moderasi yang selalu digaungkan justru menjadi masalah besar yang mengakibatkan umat jauh dari ajaran Islam kaffah. Moderasi merupakan bagian dari makar yang dibuat oleh musuh Islam untuk mencegah panegakan Islam di muka bumi ini.

Mereka memojokan ajaran Islam dan simbolnya. Umat Islam didudukkan dalam posisi tertuduh. Kelompok atau tokoh Islam dicap radikal, hanya gara-gara kritis terhadap rezim. Mereka dipersekusi, bahkan dikriminalisasi dan berujung pemenjaraan. Kelompok Islam ideologis dan nonkekerasan juga dibubarkan karena dianggap radikal.

Jelaslah, bahwa isu radikalisme di tengah keterpurukan negeri ini adalah isu politis dan tampak sangat dipaksakan, sama sekali tidak relevan dan tidak penting. Hal ini tampak sebagai bentuk pengalihan isu masyarakat dari kegagalan rezim dalam mengatasi berbagai persoalan, khususnya persoalan ekonomi. Isu ini jelas bernuansa politis yang tujuannya adalah memperkokoh rezim, melemahkan sikap kritis umat Islam

Saat Islamophobia kembali mengemuka, narasi moderasi beragama menjadi olahan manis. Narasi ini menjadi racun berbalut madu yang ditawarkan untuk dicicipi. Berbagai cuitan terkait ekstrimisme, terorisme, dan radikalisme selalu disematkan terhadap Islam dan digadang-gadang sebagai unsur yang menyulut api Islamophobia di tengah masyarakat.

Umat Islam tidak boleh takut dan diam saja dengan adanya kejadian inim. Umat harus selalu melakukan amar maruf nahi mungkar dalam kondisi apa pun, termasuk dalam melawan berbagai bentuk kezaliman yang diarahkan kepada Islam.

Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman  (HR. Muslim)
 
Kita tidak boleh takut, apalagi kepada sesama mahluk yang hanya bersifat fana. Kekuasaannya pun hanya bersifat sementara, yang akan lenyap dan binasa. Harusnya rasa takut hanya kita sematkan kepada Allah Yang Mahakekal.

Apabila kita ingin menghilangkan berbagai bentuk kezaliman, penghinaan, pelecehan, dan pendiskreditan terhadap Islam, tidak ada cara lain selain harus mengganti sistem sekuler liberal yang ada saat ini dengan sistem yang terbaik yang datang dari Zat Yang Mahabaik, yaitu sistem Islam secara kaffah. Dengan sistem ini, akan ada kebaikan bagi seluruh umat manusia, baik muslim maupun nonmuslim, dan menghadirkan rahmat bagi seluruh alam. 

Dengan sistem Islam, tidak akan dibiarkan berbagai bentuk kezaliman terhadap Islam melalui konspirasi orang-orang kafir dan munafik. Dengan begitu, ajaran dan umat Islam akan selalu terjaga marwah dan kewibawaannya

Maka dari itu, umat Islam wajib mempelajari tsaqafah atau ilmu-ilmu Islam. Ilmu-ilmu itu sangat bermanfaat dan dapat menghantarkan umat Islam menuju ke surga. Ilmu itulah yang akan membuat pemiliknya semakin dekat dan memiliki rasa takut kepada Allah Swt, tidak malah pobhia terhadap Islam. 

Allah Swt. berfirman yang artinya, "Sungguh rasa takut kepada Allah di antara para hambanya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS.Fatir [35]:28)

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.

Oleh: Nunung Nurhamidah
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :