Prof. Suteki: Konvoi Khilafah Tak Ada yang Salah - Tinta Media

Jumat, 03 Juni 2022

Prof. Suteki: Konvoi Khilafah Tak Ada yang Salah


Tinta Media - Terkait pemberitaan adanya  aksi sekelompok orang yang konvoi motor sambil mengkampanyekan khilafah dan menjadi viral dan perbincangan di media sosial, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Suteki mengatakan konvoi khilafah tak ada yang salah.

“Lalu apa salahnya konvoi  tersebut? Kalau kita bicara tentang  negara demokrasi  mestinya tidak ada salahnya jika orang atau kelompok orang menyatakan pendapat baik secara lisan maupun secara tulisan selama pendapat itu tidak bertentangan dengan hukum,” tuturnya kepada Tinta Media (2/6/2022).

Ia mencontohkan,  promosi yang dilarang oleh agama moral dan hukum adalah komunisme. Lalu pertanyaannya sekarang adalah apakah khilafah itu? Khilafah itu sistem pemerintahan yang dibingkai oleh ajaran Islam, bukan ideologi seperti Komunisme, kapitalisme. Ideologi dari khilafah itu Islam.
 
“Jadi sebenarnya, kalau dicermati dari sisi keilmuan, maka tidak ada salahnya siapa pun yang mendakwahkan khilafah dengan cara apa pun termasuk dengan konvoi dan penggunaan selebaran. Yang penting di sini adalah tidak adanya upaya paksaan, kekerasan  apalagi makar,” terangnya.
 
Prof. Suteki mengatakan, aksi konvoi khilafah ini tak urung  dikomentari MUI, Densus hingga BNPT. Lalu adakah unsur bahayanya? Seberapa besar? Kita ini negara hukum, maka perintah dan larangan itu mesti juga berdasar atas hukum  yang sudah ditetapkan bukan atas kemauan rezim yang sedang berkuasa. Bahkan, rezim yang berkuasa pun harus tunduk pada hukum yang telah ada, bukan SSK (Suka Suka Kami).
 
“Sebagai sebuah dakwah, saya kira tidak bahaya atau bahayanya pun dapat diantisipasi oleh aparat penegak hukum. Selama itu hanya sebuah dakwah tanpa kekerasan, paksaan dan makar tidak bisa dianggap sebagai bahaya yang mengancam NKRI sebagai negara kesepakatan,” tukasnya.
 
Yang menjadi aneh itu, lanjutnya, umat Islam yang merasa asing dengan sistem pemerintahan Islam yang disebut khilafah tersebut. MUI saya kira paham duduk perkara fikih khilafah ini. Semua madzab fikih Islam bicara bahkan mewajibkan penegakaan khilafah islamiyah. Ada yang menghukumi sebagai fardhu khifayah yang artinya jika sudah ada kelompok lain yang mengerjakan upaya penegakan itu maka, umat Islam yang lain tidak menanggung dosa.
 
Kembali ke bahaya, seberapa besar? Kalau dari sisi Islam, tentu konvoi itu tidak berbahaya. Namun, bagi kelompok lain akan dianggap berbahaya, sangat berbahaya . Karena dianggap akan mendegradasi sistem pemerintahan yang sekarang diterapkan, yakni demokrasi ala Barat bukan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah  kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
 
“Jadi, intinya sistem pemerintahan khilafah hanya akan dianggap bahaya oleh sistem pemerintahan demokrasi Barat. Dan celakanya kita sekarang sedang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi Barat tersebut. Jadi dianggap sangat berbahaya,” simpulnya.
 
Menurut Prof. Suteki, fakta di lapangan menunjukkan bahwa saat ini upaya "kriminalisasi" terhadap khilafah terlihat cukup berhasil. Lalu bagaimana tanggapan umat Islam  seperti apa terhadap kriminalisasi khilafah? Sekali lagi, kita ini negara hukum. Sampai sekarang tidak ada norma hukum kita yang menyatakan bahwa sistem pemerintahan Islam itu sebagai sistem yang dinyatakan terlarang  dan oleh karenanya pendakwahnya harus dipidana. Tidak ada. Upaya pemberangusan itu lebih pada tindakan politik yang tidak berdasar atas hukum.
 
“Sehingga tindakan itu bisa dikatakan vandalisme atau bar-bar. Seharusnya jika maunya mengkriminalkan khilafah, DPR dan Presiden membuat UU yang menyatakan bahwa khilafah itu sebagai ajaran terlarang  dan pendakwahnya akan dipidana,” tegasnya.
 
Untuk memahami kedudukan khilafah dalam atmosfer keindonesiaan, maka perlu dipahami relasi keduanya dalam kehidupan beragama dan bernegara. “Saya kembalikan kepada kaum muslimin di Indonesia. Akan menempatkan khilafah itu sebagai apa? Apakah ini sebagai ancaman atau harapan di masa depan sebagaimana janji rasululloh bahwa khilafah min hajjinubuwah akan tegak kembali,” tanyanya.
 
 “Kapan tegaknya? Kita tidak akan mengetahuinya. Namun, yang perlu dicatat adalah apakah mungkin sesuatu itu akan bisa dijalankan dan ditegakkan tanpa ada pengetahuan atasnya? Di sinilah peranan dakwah itu dijalankan. Untuk mengenalkan kepada umat Islam bahwa Islam itu punya sistem pemerintahan tersendiri yang pernah dijalankan selam ribuan tahun dengan segala dinamikanya,” jelasnya.
 
Menurutnya, di Indonesia atau pun di negara demokrasi lainnya pun seharusnya diberikan ruang dakwah tersebut dan yang penting tidak ada paksaan, kekerasan apalagi tindakan makar. “Kita sebagai muslim harus menentukan koordinat kita, apakah sebagai pejuang atau pecundang yang memusuhi idenya Allah tentang khilafah ini,” tandasnya.
 
Khilafah tidak mesti tegak di Indonesia, boleh jadi di negara lain, namun juga tidak menutup kemungkinan mulai tegak di Indonesia. Semua tergantung dari bagaimana Allah mengaturnya. Tapi sesuai dengan hadis shoheh Rasulullah bahwa khilafah ala minhajji nubuwah akan tegak entah kapan pun dan di mana pun.
 
Kembali ke persoalan, bahwa dakwah tentang khilafah seharusnya tetap diberikan ruang di negara demokrasi ini sepanjang tidak menggunakan paksaan, kekerasan apalagi makar.

“Kalau mau jujur, yang seharusnya lebih berbahaya adalah kelompok atau gerombolan yang akan mengubah Pancasila  menjadi Trisila dan atau bahkan Eka Sila. Siapa mereka? Mengapa meraka tindak ditindak? Apakah keadaan ini telah mencerminkan kebenaran dan keadilan?,” tanyanya menutup penuturan.[] Irianti Aminatun
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :