Tinta Media - Siapa pembenci khilafah itu? Andakah? Sayakah? Atau kitakah? Mengapa ada orang dan atau kelompok orang yang membenci khilafah padahal khilafah itu sistem pemerintahan mulia yang berbasis pada agama dan ideologi Islam sebagai sebuah sistem yang sempurna? Untuk menjawab hal ini kiranya perlu dikupas perihal aspek yustisia khilafah dan ideologi komunisme serta hukum mendakwahkan khilafah, misalnya melalui konvoi. Adakah kesalahan dan bagaimana tingkat bahaya dakwah khilafah juga akan dibahas dalam artikel ini.
A. Khilafah dan Komunisme dalam Perspektif Hukum di Indonesia.
Pada tahun 2020 pernah santer isu penyusunan HIP--yang sekarang sudah dihapus RUU-nya. Untuk apa sebenarnya RUU HIP ini dibuat? Kecurigaan saya ternyata terbukti ketika fraksi-fraksi pengusungnya sengaja menolak dimasukkannya Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan larangan menganut ideologi komunisme dan marxisme-leninisme.
Protes umat Islam menggema menolak RUU HIP karena penolakan Tap MPRS tersebut sebagai politik hukumnya. Perkembangan terakhir inisiator RUU HIP setuju memasukan Tap MPRS tersebut dengan syarat agar paham lain yang mengancam dan bertentangan dengan Pancasila dicantumkan juga sebagai ideologi terlarang. Seperti saya sebutkan di muka, Sekjen PDIP menyebut ada dua ideologi yang dimaksud, yaitu Khilafahisme dan Radikalisme.
Khilafahisme hendak disejajarkan dengan ideologi terlarang komunisme. Hal ini dapat dipandang pelecehan dan penistaan ajaran Islam. Khilafah bukan isme tapi sistem pemerintahan yang berbasis pada ideologi Islam. Mengkriminalkan ajaran Islam adalah tindakan gegabah dan menistakan agama. Jika Indonesia menyatakan belum menerima sistem kekhalifahan sebagai sistem untuk mengatur penyelenggaraan negara, tentu tidak serta merta menempatkan ajaran Islam ini sebagai isme yang dilarang dan bertentangan dengan Pancasila. Ini bukan apple to apple.
Khilafah adalah bagian dari ajaran agama Islam di bidang politik (siyasah). Dalam hal ini ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah setelah beliau. Oleh karena itu ajaran agama maka Ia tak layak disejajarkan dengan paham lain buatan manusia yang bukan ajaran agama. Maka khilafah tak pantas ditambahi isme sebagaimana paham buatan manusia seperti Kapitalisme, komunisme, radikalisme, dll.
Jika kesesatan berfikir tentang khilafah dibiarkan, maka bisa saja nanti ajaran Islam yang lain akan juga disejajarkan dengan ajaran atau isme buatan mausia. Bisa saja mereka akan melecehkan kesucian ajaran haji dengan haji-isme, jihad-isme, zakat-isme, jilbab-isme, dll. Padahal itu jaran islam yang pasti baik buat manusia karena datang dari Allah SWT, sang Pencipta alam semesta.
Narasi khilafahisme disejajarkan dengan komunisme jelas sangat menodai ajaran agama Islam. Dampak buruknya penyamaan ini adalah menyamakan pendakwah khilafah (HTI) DISAMAKAN DENGAN pengusung komunisme (PKI). Jika sengaja menyejajarkan ajaran agama dengan paham lain buatan manusia, maka itu merendahkan bahkan melecehkan ajaran agama. Menyamakan Khilafah dengan paham komunisme, radikalisme dan paham lain yang negatif adalah termasuk merendahkan ajaran agama Islam. Bahkan dapat dikategorikan menodai ajaran agama islam. Jadi dapat dinilai sebagai penistaan agama.
Dalam hal ini dapat dinilai sebagai bentuk permusuhan atau kebencian terhadap ajaran agama Islam. Dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran Pasal 156a KUHP bahwa harus diingat unsur utama untuk dapat dipidananya Pasal 156a adalah unsur sengaja jahat untuk memusuhi, membenci dan/atau menodai ajaran agama (malign blasphemies). Sedangkan menyatakan terkait khilafah sebagai ideologi kemudian dikampanyekan dan dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan dihadapan dan/atau ditujukan kepada publik, artinya dapat dinilai unsur sengaja, terpenuhi.
Pasal 156a KUHP berbunyi :
"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa khilafah itu betul-betul bagian dari ajaran Islam yang dipelajari dalam kitab-kitab fikih terkait dengan Bab Siyasah. Tidak tepat disejajarkan dengan komunisme, kapitalisme, marxisme-leninisme yang secara formal memang sudah dilarang di Indonesia. Kita mesti fair terhadap ajaran Islam ini, tidak boleh MENISTAKANNYA dengan cara mengkriminalisasikan. Persoalan khilafah itu tidak atau belum dianggap sesuai dengan alam demokrasi di Indonesia itu persoalan pilihan dan memang tidak boleh dipaksakan apalagi penggunaan kekerasan seperti makar. Namun, siapapun juga tidak boleh menyatakan khilafah itu ajaran terlarang dan harus diperangi dan memburu pendakwahnya seperti seorang penjahat. Ini termasuk penistaan terhadap agama yang dapat dijerat dengan Pasal 156a KUHP sebagaimana telah dibahas di muka.
Perlu diketahui bahwa ternyata masih banyak pejabat negeri ini yang tidak menginsyafi tindakannya karena menyatakan bahwa khilafah adalah sebagai isme dan disejajarkan degan komunisme yang jelas sebagai ideologi terlarang. Bahkan, ada pejabat yang menyatakan bahwa ASN yang terbukti menganut ideologi khilafah akan diberhentikan tidak dengan hormat dengan tuduhan melecehkan Pancasila berdasarkan Pasal 87 UU ASN. Meskipun pelaku mungkin mengklaim tidak ada niat melecehkan ajaran Islam, namun akibat yang tidak diinginkan pasti terjadi. Yakni, adanya perasaan keagamaan umat Islam yang tercederai oleh tindakan para pejabat tersebut.
Untuk itulah jika kita ada kejujuran intelektual, maka perbuatan pejabat itu seharusnya dapat dihindari dan jika tetap pada pendiriannya maka pernyataannya itu dapat dikategorikan sebuah penistaan terhadap agama.
Bagaimana, adakah keujuran intelektual Anda dalam hal penyejajaran sistem pemerintahan Islam khilafah dengan ideologi komunisme? Patutkah kita menduga orang yang menyejajarkan khilafah dengan komunisme dan menyatakannya berbahaya dan merupakan bencana bagi umat Islam telah melakukan PENODAAN terhadap agama?
B. Fenomena KONVOI KHILAFAH: Apa Salah dan Berbahayakah?
TEMPO.CO, Jakarta tanggal 31 Mei 2022 mewartakan bahwa ada aksi sekelompok orang yang konvoi motor sambil mengkampanyekan khilafah dan menjadi viral dan perbincangan di media sosial. Aksi konvoi khiafah ini langsung diselidiki polisi. Konvoi sepeda motor yang membawa atribut khilafah tersebut diketahui sempat membagikan selebaran saat melintas di Jalan Raya Bogor, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Salah satu warga yang sehari-hari menjadi petugas keamanan toko baju di Jalan Raya Bogor, Sholeh menceritakan tentang aksi konvoi sepeda motor sambil membagikan selabaran berisi khilafah.
Saya sudah melihat video viral rombongan pemotor dengan membawa sebuah tulisan 'Kebangkitan Khilafah' terjadi di daerah Cawang, Jakarta Timur, Minggu (29/5). Peristiwa itu terekam dalam sebuah video dan beredar di media sosial. Dalam video itu terlihat salah satu tulisan yang dibawa oleh rombongan adalah 'Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyah'. Belakangan diketahui pihak yang menginisiasi konvoi itu berasal dari kelompok Khilafatul Muslimin.
Lalu apa SALAHNYA KONVOI tersebut? Kalau kita bicara tentang NEGARA DEMOKRASI mestinya tidak ada salahnya jika orang atau kelompok orang menyatakan PENDAPAT baik secara lisan maupun secara tulisan SELAMA PENDAPAT itu tidak bertentangan dengan hukum, misalnya MEMPROMOSIKAN AJARAN yang jelas dilarang oleh AGAMA, MORAL dan HUKUM. Misalnya KOMUNISME. Lalu pertanyaannya sekarang adalah apakah KHILAFAH itu?
Khilafah itu sistem pemerintahan yang dibingkai oleh ajaran Islam, bukan ideologi seperti Komunisme, kapitalisme. Ideologi dari khilafah itu Islam. Jadi sebenarnya, kalau dicermati dari sisi keilmuan, maka tidak ada salahnya siapa pun yang mendakwahkan KHILAFAH dengan cara apa pun termasuk dengan KONVOI dan penggunaan selebaran. Yang penting di sini adalah tidak adanya upaya PAKSAAN, KEKERASAN apalagi MAKAR.
Aksi konvoi khilafah ini tak urung dikomentari MUI, Densus hingga BNPT. Lalu adakah unsur bahayanya? Seberapa besar? Kita ini negara hukum, maka perintah dan larangan itu mesti juga berdasar atas HUKUM yang sdh ditetapkan bukan atas KEMAUAN REZIM yang sedang berkuasa. Bahkan, rezim yang berkuasa pun harus tunduk pada hukum yang telah ada, bukan SSK (Suka Suka Kami).
Sebagai sebuah dakwah, saya kira tidak bahaya atau bahayanya pun dapat diantisipasi oleh aparat penegak hukum. Selama itu hanya sebuah dakwah tanpa kekerasan, paksaan dan makar tidak bisa dianggap sebagai bahaya yang mengancam NKRI sebagai negara kesepakatan. Yang menjadi aneh itu umat Islam yang merasa asing dengan sistem pemerintahan Islam yang disebut khilafah tersebut. MUI saya kira paham duduk perkara fikih khilafah ini. Semua madzab fikih Islam bicara bahkan mewajibkan penegakaan khilafah islamiyah. Ada yang menghukumi sebagai fardhu khifayah yang artinya jika sudah ada kelompok lain yang mengerjakan upaya penegakan itu maka, umat Islam yang lain tidak menanggung dosa.
Kembali ke bahaya, seberapa besar? Kalau dari sisi Islam, tentu konvoi itu tidak berbahaya. Namun, bagi kelompok lain akan dianggap berbahaya, sangat berbahaya karena dianggap akan mendegradasi sistem pemerintahan yang sekarang diterapkan, yakni demokrasi ala BARAT bukan KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Jadi, intinya sistem pemerintahan khilafah hanya akan dianggap bahaya oleh sistem pemerintahan demokrasi Barat. Dan cilakanya kita sekarang sedang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi Barat tersebut. Jadi dianggap sangat berbahaya.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa saat ini upaya "kriminalisasi" terhadap khilafah terlihat cukup berhasil. Lalu bagaimana tanggapan umat Islam seperti apa terhadap kriminalisasi khilafah? Sekali lagi, kita ini negara hukum. Sampai sekarang tidak ada norma hukum kita yang menyatakan bahwa sistem pemerintahan Islam itu sebagai sistem yang dinyatakan TERLARANG dan oleh karenanya pendakwahnya harus dipidana. Tidak ada. Upaya pemberangusan itu lebih pada tindakan politik yang tidak berdasar atas hukum. Sehingga tindakan itu bisa dikatakan vandalisme atau bar-bar. Seharusnya jika maunya mengkriminalkan khilafah, DPR dan Presiden membuat UU yang menyatakan bahwa KHILAFAH itu sebagai ajaran TERLARANG dan pendakwahnya akan dipidana.
Untuk memahami kedudukan khilafah dalam atmosfer keindonesiaan, maka perlu dipahami relasi keduanya dalam kehidupan beragama dan bernegara. Saya kembalikan kepada kaum muslimin di Indonesia. Akan menempatkan khilafah itu sebagai apa? Apakah ini sebagai ancaman atau harapan di masa depan sebagaimana janji rasululloh bahwa khilafah min hajjinubuwah akan tegak kembali. Kapan tegaknya? Kita tidak akan mengetahuinya. Namun, yang perlu dicatat adalah apakah mungkin sesuatu itu akan bisa dijalankan dan ditegakkan tanpa ada pengetahuan atasnya? Di sinilah peranan DAKWAH itu dijalankan. Untuk mengenalkan kepada umat Islam bahwa Islam itu punya sistem pemerintahan tersendiri yang pernah dijalankan selam ribuan tahun dengan segala dinamikanya.
Di Indonesia atau pun di negara demokrasi lainnya pun seharusnya diberikan ruang dakwah tersebut dan yang penting tidak ada paksaan, kekerasan apalagi tindakan makar. Kita sebagai muslim harus menentukan koordinat kita, apakah sebagai pejuang atau pecundang yang memusuhi idenya Alloh tentang khilafah ini. Khilafah tidak mesti tegak di Indonesia, boleh jadi di negara lain, namun juga tidak menutup kemungkinan mulai tegak di Indonesia. Semua tergantung dari bagaimana Alloh mengaturnya. Tapi sesuai dengan hadist shokeh Rasululloh bahwa khilafah ala minhajji nubuwah akan tegak entah kapan pun dan di mana pun.
Kembali ke persoalan, bahwa dakwah tentang khilafah seharusnya tetap diberikan ruang di negara demokrasi ini sepanjang tidak menggunakan paksaan, kekerasan apalagi makar. Kalau mau jujur, yang seharusnya lebih berbahaya adalah kelompok atau gerombolan yang akan mengubah PANCASILA menjadi TRISILA dan atau bahkan EKA SILA.
Siapa mereka? Mengapa meraka tindak ditindak? Apakah keadaan ini telah mencerminkan kebenaran dan keadilan?
Terakhir perlu saya sampaikan tausiyah cinta dari Ali bin Abi Thalib: "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu."
Tabik..!!!
Semarang, Senin: 6 Juni 2022
Prof. Pierre Suteki
Pakar Hukum dan Masyarakat