MEMBANTAH PENDAPAT BASYARAH PDIP : KHILAFAH AJARAN ISLAM, UMAT ISLAM MEMILIKI HAK KONSTITUSIONAL UNTUK MENDAKWAHKAN AJARAN ISLAM KHILAFAH - Tinta Media

Sabtu, 04 Juni 2022

MEMBANTAH PENDAPAT BASYARAH PDIP : KHILAFAH AJARAN ISLAM, UMAT ISLAM MEMILIKI HAK KONSTITUSIONAL UNTUK MENDAKWAHKAN AJARAN ISLAM KHILAFAH


Tinta Media - Wakil Ketua MPR yang juga Ketua Fraksi PDIP Ahmad Basarah berpendapat, peristiwa konvoi rombongan pemotor di wilayah Jakarta Timur pada Selasa 31 Mei 2022, dan di beberapa wilayah lainnya dengan membawa bendera dan poster sambil membagikan selebaran yang garis besarnya mengampanyekan kebangkitan sistem bernegara model Khilafah merupakan bentuk pelanggaran atas hukum yang berlaku di Indonesia dan bersifat merongrong wibawa Negara Pancasila. 

Untuk itu dirinya meminta aparatur negara, utamanya para penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan langkah persuasif dan penegakan hukum yang efektif atas pelanggaran dimaksud.

Basyarah berdalih, dalam putusan Kasasi  Nomor    27K/TUN/2019   tanggal  14    Februari  2019, MA menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 211/G/2017  pada 7 Mei 2018  yang memutuskan mengesahkan Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Kementerian Hukum dan HAM.

‘’Saya katakan ini pelanggaran hukum karena UU No. 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 20013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU tegas menyebutkan tidak hanya Ormas, tetapi juga orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Dimana terdapat ancaman sanksi pidana bagi setiap orang yang melanggar larangan tersebut yaitu sebagaimana diatur di Pasal 82A ayat (2) yaitu ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun,’’ ungkap Ahmad Basarah, Selasa (31/5/22), menanggapi video yang merekam konvoi itu.

Menurut Basyarah, ketentuan dalam UU di atas ini telah dinyatakan sah berlaku oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 2/PUU-XVI/2018 yang menolak permohonan pembatalan UU tersebut. ‘’Artinya ketentuan dalam UU ini dapat diterapkan/digunakan oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum dalam hal terdapat orang, sekelompok orang atau Ormas yang melanggarnya,’’ tegas Ahmad Basarah.

Beberapa bantahan terhadap pernyataan Basyarah tersebut, saya himpun dalam beberapa pandangan sebagai berikut :

Pertama, terkait putusan PTUN yang disampaikan Basyarah, Majelis Hakim PTUN Jakarta memang telah memutus Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara yang diajukan Ormas Islam HTI, dimana Pengadilan menolak gugatan HTI dan menguatkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN/beshicking) yang dikeluarkan Pemerintah.

Selanjutnya, Majelis tingkat Banding dan Kasasi menguatkan amar  putusan PTUN Jakarta melalui putusan Kasasi  Nomor    27K/TUN/2019   tanggal  14    Februari  2019.

Namun perlu untuk diketahui bahwa Objek Sengketa A Quo adalah sengketa Administratif berupa Gugatan Pembatalan Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum  Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017.

Selanjutnya, amar putusan Majelis Hakim hanya menolak Gugatan HTI dan menguatkan KTUN objek sengketa berupa Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum  Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017.

Tidak ada satupun amar putusan yang menyatakan HTI dibubarkan atau menyatakan HTI sebagai Organisasi Massa Terlarang apalagi menyatakan Khilafah sebagai ajaran terlarang.

Oleh dan karenanya, berdasarkan asas legalitas seluruh umat Islam memiliki hak konstitusional untuk menjalankan aktivitas dakwah dan menyebarkan ajaran Islam Khilafah. Karena Khilafah tidak pernah dinyatakan terlarang.

Kedua, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XVI/2018 yang menolak permohonan pembatalan UU Ormas (UU No 16/2017 Tentang Penetapan Perppu No 2/2017 tentang Perubahan UU No 17/2013 tentang Ormas menjadi UU), didalamnya juga tidak ada satupun pertimbangan dan/atau amar putusan yang menyatakan Khilafah sebagai Ajaran terlarang.

Kembali, berdasarkan asas legalitas seluruh umat Islam memiliki hak konstitusional untuk menjalankan aktivitas dakwah dan menyebarkan ajaran Islam Khilafah. Karena Khilafah tidak pernah dinyatakan terlarang.

Ketiga, dasar konstitusi yang menjadi basis hak konstitusional untuk mendakwahkan ajaran Islam Khilafah adalah ketentuan pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan :

(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Sepanjang Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, maka setiap ajaran tuhan yang termanifestasi dalam ajaran agama, termasuk ajaran Islam Khilafah tidak boleh dilarang. Kecuali, Indonesia mendeklarasikan diri sebagai Negara komunis yang menganggap agama adalah candu bagi  kehidupan.

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Menjalankan kewajiban mendakwahkan ajaran Islam Khilafah adalah ibadat bagi umat Islam, dimana yang menjalankan mendapat pahala dan yang meninggalkan mendapatkan dosa.

Karena itu, Dakwah Khilafah tidak dapat dilarang. Kecuali, Indonesia mendeklarasikan diri sebagai Negara komunis yang menganggap agama adalah candu bagi  kehidupan.

Keempat,.Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan jihad dan Khilafah adalah ajaran Islam. MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam.

Karena itu, MUI merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.

Tentu saja dalam urusan Khilafah ini, Umat Islam lebih percaya kepada Ulama-ulama di
MUI ketimbang pendapat Basyarah yang hanya kader PDIP. Umat Islam tidak akan memberikan stigma negarif pada ajaran Islam Khilafah yang agung ini.

Lagipula, L68T saja tidak dilarang. Mahfud MD berdalih dengan asas legalitas tidak dapat menindak L68T. Sekarang, apa dasarnya Basyarah meminta aparat menindak penyeru Khilafah ? Lebih bagus, Basyarah menyeru kepada aparat penegak hukum agar segera menangkap Harun Masiku dalam keadaan hidup atau mati, ketimbang nyinyir terhadap ajaran Islam Khilafah. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Pejuang Khilafah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :