Tinta Media - Mahkamah Konstitusi atau MK menolak gugatan tentang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara alias UU IKN. Keputusan itu dibacakan pada Selasa, 31 Mei 2022. Majelis hakim berpandangan, gugatan uji formil dilayangkan Argumen ke MK pada hari ke-46, yakni pada 1 April 2022, setelah UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022. Sementara itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-VII/2009, tenggat waktu uji formil maksimum 45 hari sejak beleid diundangkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, Bahwa pembatasan "tenggat waktu uji formil maksimum 45 hari sejak beleid diundangkan" tersebut dapat menghalangi akses keadilan bagi masyarakat. Bagi masyarakat tentu akan mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui detail proses pembentukan undang-undang terlebih lagi yang tidak memiliki akses kepada lembaga terkait, ditambah lagi keterbatasan dana dan sumber daya;
KEDUA, Bahwa ditengah keterbatasan masyarakatnya, negara wajib hadir untuk menjamin akses masyarakat terhadap hak akses keadilan sebagai warga negara sesuai amanat konstitusi. Pasal 28H ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Artinya, secara konstitusional, negara berkewajiban menjamin hak untuk memperoleh keadilan hukum bagi setiap warga negara Indonesia;
KETIGA, Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tentang pembatasan "tenggat waktu uji formil maksimum 45 hari sejak beleid diundangkan" mesti ditinjau ulang dalam arti Mahkamah dapat membuat "terobosan" putusan yang berbeda berkaitan tenggat waktu. Jika tidak, khawatir publik menilai mahkamah membatasi hak konstitusionalnya.
Demikian
IG @chandrapurnairawan
Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT