Tinta Media - “Lingkungan memiliki pengaruh besar dalam perilaku konsumsi,” ungkap narator dalam video MMC: Perhatian Khalifah terhadap Lingkungan dalam pola konsumsi, Selasa (21/6/2022) melalui kanal Youtube Muslimah Media Center.
Narator menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan adalah bumi dan apa saja yang terdapat di dalamnya. “Karena Itu sering terjadi perubahan pola konsumsi sebab mengikuti perubahan lingkungan,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi tersebut bisa bersifat materi ataupun non materi.
Menukil dari fiqih ekonomi Umar r.a., Narator memberikan beberapa contoh yang menunjukkan perhatian tentang pengaruh lingkungan terhadap pola konsumsi bagi seorang muslim baik dalam kuantitas maupun kualitas.
Pertama, ketika Umar r.a. datang ke Syam, penduduk Syam mengadukan kepadanya tentang wabah bumi dan beratnya wabah tersebut. "Maka beliau memerintahkan meminum madu. Namun mereka menjawab, 'madu tidak membuat kita menjadi baik.' Lalu sebagian orang di daerah tersebut mengisyaratkan kepadanya tentang tilla, maka beliau menyetujui hal itu, dan memerintahkan mereka untuk meminumnya,” ungkapnya.
Kedua, lanjutnya, Abu Musa Al-Asy'ari datang dalam rombongan dari Basroh kepada Umar r.a. "Lalu mereka menyampaikan pembicaraan kepadanya agar menetapkan untuk mereka dari Baitul Mal makanan yang akan mereka konsumsi. Maka Umar r.a. berkata kepada mereka, ‘wahai para pemimpin! Apakah kamu ridho bagi dirimu apa yang aku ridho bagi diriku? Mereka menjawab, 'Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Madinah adalah daerah yang penghidupannya keras. Kami melihat makanan engkau tidak disukai dan tidak dimakan. Sementara kami berada di bumi yang subur. Pemimpin kami didatangi dan makanannya dimakan.' Maka beliau menunduk sejenak kemudian mengangkat kepalanya lalu berkata kepada Abu Musa, “Sesungguhnya aku telah menetapkan kepadamu dalam setiap hari dari Baitul Mal 2 kambing dan 2 karung gandum.”
Ketiga, diantara yang menunjukkan pengaruh lingkungan dalam pola konsumsi bahwa Umar r.a. melihat urgensi keberadaan sebagian makanan bagi orang-orang Arab yang berperang di daerah-daerah taklukan agar kondisi dan kekuatan badan mereka membaik.
"Sebagai bukti, lanjutnya, adalah pertanyaan Umar r.a. kepada seorang utusan yang datang kepadanya dari daerah perang tentang kondisi para mujahidin seraya berkata, “Bagaimana daging di lingkungan mereka sebab daging ibarat ‘pohon’ nya bangsa Arab dan orang Arab tidak layak melainkan dengan pohon mereka," paparnya.
Keempat, diantara contoh faktor non materiil lingkungan yang berpengaruh dalam pola konsumtif adalah riwayat yang menyatakan bahwa ketika Umar r.a. datang di Syam, Umar disambut oleh Muawiyah dengan pawai besar dan megah. "Maka Umar r.a. menegurnya dalam hal tersebut dan bertanya tentang sebabnya. Muawiyah menjawab, 'Kami berada di bumi yang di dalamnya banyak intelijen musuh maka kami menampakkan kemuliaan Sultan hingga membuat mereka gentar, tapi jika engkau melarangku aku akan menghentikannya.' Maka Umar r.a. berkata, 'Sungguh jika yang kamu katakan benar maka itu adalah pendapat yang brilian dan jika salah maka merupakan tipu daya yang santun.' Muawiyah berkata, 'Maka perintahkanlah kepadaku.' Umar r.a. menjawab, 'Aku tidak memerintahkan kepadamu dan aku tidak melarang kamu',” kisahnya.
Narator mengatakan, Al-Qarafi berkata, “Artinya kamu lebih mengetahui tentang kondisimu apakah kamu memerlukan hal ini dan barangnya ada, ataukah tidak membutuhkannya. Demikian itu menunjukkan dari Umar r.a. dan yang lainnya bahwa kondisi para pemimpin dan para pemegang urusan rakyat berbeda disebabkan perbedaan kota, masa, dan keadaan.”
“Sedangkan, al- ‘Aqqod mengomentari hal tersebut dengan mengatakan adapun kewibawaan maka barangsiapa yang diantara para pejabat membutuhkan penampilan di dalamnya maka Umar r.a. tidak melarangnya, dan tidak juga mewajibkannya untuk mengikuti dirinya dalam kemiskinan dan kesempitannya. Maka baginya dari demikian itu adalah apa yang sesuai dengan tuntutan kemaslahatan negara di mana saja berada,” imbuhnya.
Demikianlah, lanjutnya, gambaran sistem Islam yang memperhatikan lingkungan dalam pola konsumsi. “Berbeda dengan sistem kapitalisme. Paradigma kapitalisme yang meletakkan kepentingan materi di atas segalanya telah mengutamakan kepentingan korporasi yang menyulitkan terwujudnya kelestarian lingkungan,” bandingnya.
“Hasrat meraup keuntungan telah mengerdilkan kesadaran korporasi untuk memperhatikan lingkungan. Hal ini diperparah dengan dukungan penguasa untuk menyukseskan agenda korporasi termasuk dalam memproduksi barang-barang untuk dikonsumsi,” tambahnya.
Ia menyimpulkan, selama suatu negeri mengadopsi sistem kapitalisme maka pola konsumsi masyarakatnya akan berdampak pada kerusakan lingkungan, sebagaimana yang terjadi hari ini, wabah menggejala dan krisis iklim mengancam dunia.
“Akankah kita bertahan pada sistem yang rusak seperti ini?” tanyanya memungkasi penuturan.[] Irianti Aminatun
Narator menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan adalah bumi dan apa saja yang terdapat di dalamnya. “Karena Itu sering terjadi perubahan pola konsumsi sebab mengikuti perubahan lingkungan,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi tersebut bisa bersifat materi ataupun non materi.
Menukil dari fiqih ekonomi Umar r.a., Narator memberikan beberapa contoh yang menunjukkan perhatian tentang pengaruh lingkungan terhadap pola konsumsi bagi seorang muslim baik dalam kuantitas maupun kualitas.
Pertama, ketika Umar r.a. datang ke Syam, penduduk Syam mengadukan kepadanya tentang wabah bumi dan beratnya wabah tersebut. "Maka beliau memerintahkan meminum madu. Namun mereka menjawab, 'madu tidak membuat kita menjadi baik.' Lalu sebagian orang di daerah tersebut mengisyaratkan kepadanya tentang tilla, maka beliau menyetujui hal itu, dan memerintahkan mereka untuk meminumnya,” ungkapnya.
Kedua, lanjutnya, Abu Musa Al-Asy'ari datang dalam rombongan dari Basroh kepada Umar r.a. "Lalu mereka menyampaikan pembicaraan kepadanya agar menetapkan untuk mereka dari Baitul Mal makanan yang akan mereka konsumsi. Maka Umar r.a. berkata kepada mereka, ‘wahai para pemimpin! Apakah kamu ridho bagi dirimu apa yang aku ridho bagi diriku? Mereka menjawab, 'Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Madinah adalah daerah yang penghidupannya keras. Kami melihat makanan engkau tidak disukai dan tidak dimakan. Sementara kami berada di bumi yang subur. Pemimpin kami didatangi dan makanannya dimakan.' Maka beliau menunduk sejenak kemudian mengangkat kepalanya lalu berkata kepada Abu Musa, “Sesungguhnya aku telah menetapkan kepadamu dalam setiap hari dari Baitul Mal 2 kambing dan 2 karung gandum.”
Ketiga, diantara yang menunjukkan pengaruh lingkungan dalam pola konsumsi bahwa Umar r.a. melihat urgensi keberadaan sebagian makanan bagi orang-orang Arab yang berperang di daerah-daerah taklukan agar kondisi dan kekuatan badan mereka membaik.
"Sebagai bukti, lanjutnya, adalah pertanyaan Umar r.a. kepada seorang utusan yang datang kepadanya dari daerah perang tentang kondisi para mujahidin seraya berkata, “Bagaimana daging di lingkungan mereka sebab daging ibarat ‘pohon’ nya bangsa Arab dan orang Arab tidak layak melainkan dengan pohon mereka," paparnya.
Keempat, diantara contoh faktor non materiil lingkungan yang berpengaruh dalam pola konsumtif adalah riwayat yang menyatakan bahwa ketika Umar r.a. datang di Syam, Umar disambut oleh Muawiyah dengan pawai besar dan megah. "Maka Umar r.a. menegurnya dalam hal tersebut dan bertanya tentang sebabnya. Muawiyah menjawab, 'Kami berada di bumi yang di dalamnya banyak intelijen musuh maka kami menampakkan kemuliaan Sultan hingga membuat mereka gentar, tapi jika engkau melarangku aku akan menghentikannya.' Maka Umar r.a. berkata, 'Sungguh jika yang kamu katakan benar maka itu adalah pendapat yang brilian dan jika salah maka merupakan tipu daya yang santun.' Muawiyah berkata, 'Maka perintahkanlah kepadaku.' Umar r.a. menjawab, 'Aku tidak memerintahkan kepadamu dan aku tidak melarang kamu',” kisahnya.
Narator mengatakan, Al-Qarafi berkata, “Artinya kamu lebih mengetahui tentang kondisimu apakah kamu memerlukan hal ini dan barangnya ada, ataukah tidak membutuhkannya. Demikian itu menunjukkan dari Umar r.a. dan yang lainnya bahwa kondisi para pemimpin dan para pemegang urusan rakyat berbeda disebabkan perbedaan kota, masa, dan keadaan.”
“Sedangkan, al- ‘Aqqod mengomentari hal tersebut dengan mengatakan adapun kewibawaan maka barangsiapa yang diantara para pejabat membutuhkan penampilan di dalamnya maka Umar r.a. tidak melarangnya, dan tidak juga mewajibkannya untuk mengikuti dirinya dalam kemiskinan dan kesempitannya. Maka baginya dari demikian itu adalah apa yang sesuai dengan tuntutan kemaslahatan negara di mana saja berada,” imbuhnya.
Demikianlah, lanjutnya, gambaran sistem Islam yang memperhatikan lingkungan dalam pola konsumsi. “Berbeda dengan sistem kapitalisme. Paradigma kapitalisme yang meletakkan kepentingan materi di atas segalanya telah mengutamakan kepentingan korporasi yang menyulitkan terwujudnya kelestarian lingkungan,” bandingnya.
“Hasrat meraup keuntungan telah mengerdilkan kesadaran korporasi untuk memperhatikan lingkungan. Hal ini diperparah dengan dukungan penguasa untuk menyukseskan agenda korporasi termasuk dalam memproduksi barang-barang untuk dikonsumsi,” tambahnya.
Ia menyimpulkan, selama suatu negeri mengadopsi sistem kapitalisme maka pola konsumsi masyarakatnya akan berdampak pada kerusakan lingkungan, sebagaimana yang terjadi hari ini, wabah menggejala dan krisis iklim mengancam dunia.
“Akankah kita bertahan pada sistem yang rusak seperti ini?” tanyanya memungkasi penuturan.[] Irianti Aminatun