Tinta Media - Mengutip informasi dari kantor berita yang menyatakan bahwa terdapat konvoi dengan tema Songsong Kebangkitan Khilafah, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan S.H, M.H. menyatakan jangan takut dakwahkan khilafah.
"Jangan takut mendakwahkan khilafah," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (2/6/2022)
Ia berikan alasan, pertama, bahwa negara ini adalah negara demokrasi. Negara tidak berwenang melarang siapa pun untuk menyampaikan pendapat, gagasan dan dialektika tentang ajaran Islam seperti syariah, khilafah, dan lain-lain.
Chandra berharap Pemerintah semestinya memperlakukan syariah Islam seperti mendukung gagasan L68T dengan pendekatan HAM, ajaran transnasional seperti demokrasi, sekuler, kapitalisme, dan lain-lain.
"Kedua, mengutip ijtima Majelis Ulama Indonesia yang telah menyatakan jihad dan khilafah adalah bagian dari ajaran Islam dan melarang kepada pihak manapun untuk menstigma negatif terhadap ajaran Islam yaitu khilafah," ungkapnya.
Rekomendasi tersebut, lanjutnya, tentulah tidak mudah untuk dikeluarkan ditengah kondisi saat ini. Rekomendasi Ijtima tersebut menjadi dasar kepada siapa pun umat Islam dan ormas Islam untuk tidak takut mendakwahkan ajaran Islam yaitu khilafah. “Dakwah khilafah bukanlah sebuah kejahatan," tegasnya.
Terlebih lagi menurutnya, Islam adalah agama yang diakui dan konstitusi memberikan jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Oleh karena itu, siapa pun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk khilafah maka menurutnya dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama. "Artinya, sebagai ajaran Islam khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan ditengah-tengah umat," tegasnya serta menjelaskan bahwa mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi.
"Ketiga, bahwa saya menyeru kepada oknum aparatur Pemerintah untuk tidak melakukan stigmatisasi, persekusi terhadap umat Islam dan ormas dakwah termasuk HTI," himbaunya.
Ia mengutip pendapat Prof. Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa kegiatan yang dihentikan oleh SK Menteri dan Putusan Pengadilan TUN adalah kegiatan HTI sebagai lembaga (kegiatan Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia), bukan penghentian kegiatan dakwah individu anggota dan/atau pengurus HTI. (Senin, 4/6/2018: http://detik.id/67AYOw).
“Keempat, apabila ajaran Islam khilafah distigma negatif, sangat keterlaluan. Sementara disisi lain ajaran Romawi Kuno dan Barat dipuja, dikaji, diambil dan dipraktikkan seperti sistem republik, parlementer, presidensiil, demokrasi," pungkasnya. [] Irianti Aminatun
"Jangan takut mendakwahkan khilafah," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (2/6/2022)
Ia berikan alasan, pertama, bahwa negara ini adalah negara demokrasi. Negara tidak berwenang melarang siapa pun untuk menyampaikan pendapat, gagasan dan dialektika tentang ajaran Islam seperti syariah, khilafah, dan lain-lain.
Chandra berharap Pemerintah semestinya memperlakukan syariah Islam seperti mendukung gagasan L68T dengan pendekatan HAM, ajaran transnasional seperti demokrasi, sekuler, kapitalisme, dan lain-lain.
"Kedua, mengutip ijtima Majelis Ulama Indonesia yang telah menyatakan jihad dan khilafah adalah bagian dari ajaran Islam dan melarang kepada pihak manapun untuk menstigma negatif terhadap ajaran Islam yaitu khilafah," ungkapnya.
Rekomendasi tersebut, lanjutnya, tentulah tidak mudah untuk dikeluarkan ditengah kondisi saat ini. Rekomendasi Ijtima tersebut menjadi dasar kepada siapa pun umat Islam dan ormas Islam untuk tidak takut mendakwahkan ajaran Islam yaitu khilafah. “Dakwah khilafah bukanlah sebuah kejahatan," tegasnya.
Terlebih lagi menurutnya, Islam adalah agama yang diakui dan konstitusi memberikan jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Oleh karena itu, siapa pun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk khilafah maka menurutnya dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama. "Artinya, sebagai ajaran Islam khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan ditengah-tengah umat," tegasnya serta menjelaskan bahwa mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi.
"Ketiga, bahwa saya menyeru kepada oknum aparatur Pemerintah untuk tidak melakukan stigmatisasi, persekusi terhadap umat Islam dan ormas dakwah termasuk HTI," himbaunya.
Ia mengutip pendapat Prof. Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa kegiatan yang dihentikan oleh SK Menteri dan Putusan Pengadilan TUN adalah kegiatan HTI sebagai lembaga (kegiatan Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia), bukan penghentian kegiatan dakwah individu anggota dan/atau pengurus HTI. (Senin, 4/6/2018: http://detik.id/67AYOw).
“Keempat, apabila ajaran Islam khilafah distigma negatif, sangat keterlaluan. Sementara disisi lain ajaran Romawi Kuno dan Barat dipuja, dikaji, diambil dan dipraktikkan seperti sistem republik, parlementer, presidensiil, demokrasi," pungkasnya. [] Irianti Aminatun