KRIS BPJS, Mampukah Mewujudkan Keadilan? - Tinta Media

Selasa, 28 Juni 2022

KRIS BPJS, Mampukah Mewujudkan Keadilan?


Tinta Media - BPJS kesehatan akan menghapus layanan rawat inap berjenjang menjadi kelas rawat inap standar (KRIS). Dengan demikian, ke depannya pasien yang menggunakan BPJS tidak akan ada klasifikasi kelas 1,2, dan 3. Semua pasien akan mendapatkan layanan dalam ruang kelas inap yang sama atau tunggal.

Sepintas kebijakan ini seperti memberikan keadilan sosial bagi masyarakat, karena tidak ada jenjang terhadap layanan rawat inap. Hanya saja, menurut YLKI, dari sisi perlindungan konsumen rencana ini perlu dikritisi. Salahsatunya karena untuk peserta BPJS kesehatan existing yang saat ini terdaftar di kelas 1 (satu), harus secara sukarela turun kelas dan menyesuaikan KRIS.

Nah, untuk pasien eks kelas 1 yang tidak  mau dirawat inap di ruang bersama, maka dipersilahkan naik ke kelas VIP yang dimiliki rumah sakit. Tentu saja dengan konsekuensi membayar selisih biaya, menjadi pasien umum, atau dicover asuransi swasta (jika punya). Sedang peserta existing yang terkelompok di kelas 3, terpaksa harus naik kelas. Tentu saja konsekuensi iuran juga berpotensi naik.

Dengan demikian, patut diduga bahwa kelas standar (KRIS) ini digagas untuk mengakomodasi kepentingan asuransi komersial. Pihak RS akan berlomba memperbanyak ruang VIP untuk mengakomodir peserta JKN yang tidak mau menggunakan kelas standar. 

Dari paparan di atas, semakin nampak bahwa saat ini pemerintah semakin berlepas tangan terhadap pelayanan kesehatan yang sejatinya bagian dari kebutuhan mendasar manusia. Pihak swasta diberikan "jatah bermain" di area yang seharusnya tidak boleh mengambil keuntungan di sana.

Namun sayang, karena saat ini sistem yang berjalan berorientasi pada materi, maka seluruh cabang kehidupan termasuk kesehatan menjadi lahan basah untuk mengeruk keuntungan bagi siapa pun yang memiliki modal. Akhirnya, pihak yang kuat akan menguasai pihak yang lemah. Wajar kalau saat ini muncul pernyataan "orang miskin dilarang sakit". 

Dalam kacamata syariat Islam, kesehatan adalah aspek yang menjadi kebutuhan mendasar manusia. Pemenuhannya menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan individu. Karena itu, tidak boleh bagi para pemimpin memungut uang dari masyarakat untuk membiayai kesehatannya sendiri.

Pengaturan ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw. tak pernah memungut biaya bagi umatnya untuk memperoleh jaminan kesehatan. Hal itu tercantum dalam hadis HR. Muslim 2207 saat salah seorang sahabat sedang sakit, dan dokter memotong urat dan mengobatinya.

"Dalam hadis tersebut, Rasulullah saw. sebagai kepala negara Islam telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya itu."

Demikianlah pengaturan Islam tentang kesehatan. Justru Islamlah satu-satunya sistem yang akan memberikan keadilan sebenarnya kepada masyarakat. Hanya saja, kebijakan ini hanya akan bisa direalisasikan jika pemerintah saat ini mau mengambil Islam sebagai landasan dalam pengambilan seluruh kebijakan. Maka, sudah saatnya negeri ini kembali kepada syariat Islam, apalagi yang kita tunggu?

Wallahu'alam

Oleh: Fenti
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :