Tinta Media - Kepolisian Daerah Jateng dikabarkan menangkap 3 orang tersangka kasus penyebaran berita bohong dan percobaan makar yang dilakukan oleh Jemaah Khilafatul Muslimin di Brebes. Hal tersebut disampaikan oleh Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol Iqbal Alqudusy dalam keterangan persnya di Lobi Mapolda Jateng, Senin (6/6/2022).
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan pasal 107 jo Pasal 53 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pasal yang diterapkan polisi tidak atau bukanlah pasal yang melarang dakwah atau ajakan untuk menunaikan kewajiban Khilafah. Pasal-pasal tersebut adalah pasal yang umum digunakan untuk mengkriminalisasi Ulama dan aktivis.
Bunyi pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Pasal 14. (1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15. Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.
Pasal 107 KUHP tentang makar terhadap pemerintah yang sah disebutkan bahwa “Makar aanslag) yang dilakukan dengan niat menggulingkan pemerintah (oma -en teling) dihukum penjara selama-lamanya 15 tahun.”
Pasal 53 ayat (1) KUHP: “(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah terbukti dari adanya permulaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.”
Jadi dari keseluruhan pasal tersebut tidak pernah melarang ajaran Islam Khilafah. Pasal-pasal tersebut juga tidak dapat digunakan untuk menjerat siapapun umat Islam yang mendakwahkan Khilafah.
Pasal-pasal tersebut adalah pasal yang digunakan untuk menjerat Habib Rizieq Shihab, Syahganda Nainggolan, Anton Permana, Jumhur Hidayat, Ali Baharsyah dan aktivis lainnya. Pasal karet yang sesuka hati digunakan oleh penguasa.
Polisi juga tidak menggunakan ketentuan UU Ormas seperti yang diklaim oleh Basyarah PDIP bisa digunakan. Karena semua putusan PTUN Jakarta, juga putusan MK terkait uji UU Ormas adalah persoalan administratif Ormas bukan putusan pidana.
Sehingga polisi tak dapat menggunakan putusan No.211/G/201/PTUN.JKT, yang dikuatkan dengan putusan tingkat Banding dan Putusan Kasasi yang menguatkan amar putusan PTUN Jakarta melalui putusan Kasasi Nomor 27K/TUN/2019 tanggal 14 Februari 2019, untuk mempersoalkan aktivitas mendakwahkan ajaran Islam Khilafah.
Namun narasi opini yang ditulis media, seolah-olah polisi menindak penyeru Khilafah. Seolah olah ada larangan utuk mendakwahkan Khilafah.
CNN Indonesia menulis berita dengan judul 'Tiga Pentolan Khilafatul Muslimin Ditangkap Dugaan Makar Khilafah'. Okezone memberitakan dengan judul bombastis : 'Tegas! Polda Jateng Tetapkan 3 Pelaku Sebar Ajakan Dirikan Khilafah sebagai Tersangka'. Kompas menerbitkannya dengan judul : 'Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus Konvoi Sebarkan Paham Khilafah di Brebes'.
Mayoritas media menuliskan berita penangkapan 3 anggota Jama'ah Khilafatul Muslimin dengan framing menyudutkan ajaran Islam Khilafah. Padahal, pasal yang diterapkan polisi adalah pasal umum, bukan pasal khusus yang melarang dakwah Khilafah, karena sejatinya memang tidak ada satupun pasal atau UU yang dapat digunakan untuk melarang dakwah Khilafah.
Sebagaimana sebelumnya penulis pernah sampaikan, peristiwa konvoi motor membawa poster Khilafah di wilayah Jakarta Timur pada Selasa 31 Mei 2022, dan di beberapa daerah dan wilayah lainnya (termasuk Brebes), *patut diduga bagian dari kerjaan intelejen rezim* baik atas kesadaran kelompok yang melakukannya atau tanpa disadari. Baik dengan melakukan infiltrasi maupun kendali strukturnya melalui sejumlah kasus atau oknum tertentu yang dipelihara intelejen rezim.
Di beberapa daerah, juga masif terjadi pemasangan spanduk anti Khilafah yang diduga dikoordinir oleh elemen intelejen rezim. Sebuah tindakan yang mengkonfirmasi ramainya narasi konvoi Khilafah berikut seluruh pernak-perniknya adalah desain rezim.
Tujuannya adalah untuk menciptakan 'Khilafah sebagai Common Enemy', melalaikan atau mengalihkan perhatian Umat dari berbagai kegagalan rezim sekaligus untuk 'mengkultuskan Pancasila' jelang hari lahirnya dengan narasi ada ideologi lain (Khilafah) yang ingin mengganti Pancasila.
Selain itu, untuk mengaburkan makna Khilafah sebagai ajaran Islam yang merupakan institusi politik (Negara/Daulah), di degradasi menjadi institusi organisai biasa (Ormas/Jama'ah).
Jama'ah Khilafatul Muslimin memahami Khilafah hanya sebatas organisasi, Ormas, bukan Negara. Padahal, makna syar'i dari Khilafah adalah institusi kekuasaan, pemerintahan Islam, Negara Islam.
Dengan penangkapan tiga jamaah Khilafatul Muslimin ini, diharapkan umat Islam takut dan tidak lagi mendakwahkan Khilafah. Mereka berusaha membungkam dakwah Khilafah, meskipun hal itu pasti akan menuai kegagalan. []
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua KPAU