KEPOLISIAN BERPOLITIK DENGAN NARASI ANTI AJARAN ISLAM KHILAFAH? - Tinta Media

Kamis, 09 Juni 2022

KEPOLISIAN BERPOLITIK DENGAN NARASI ANTI AJARAN ISLAM KHILAFAH?

Tinta Media - "Menawarkan khilafah sebagai solusi pengganti ideologi negara, (dengan alasan) demi kemakmuran bumi dan kesejahteraan umat,"

[Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, Selasa 7/6/2022]

Dilarangnya penggunaan penafsiran secara analogi dalam hukum pidana itu adalah dengan maksud agar suatu perbuatan yang semula bukan merupakan perbuatan yang terlarang menurut undang-undang itu, jangan sampai kemudian secara analogi dipandang sebagai suatu perbuatan yang terlarang, hingga pelakunya menjadi dapat dihukum.

Pasal 1 ayat (1) KUHP dengan tegas menyatakan :

“Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada terlebih dahulu dari pada perbuatannya itu sendiri.”

Karena itu, hukum harus jelas menyebutkan dasar hukumnya. Tidak boleh mengkriminalisasi suatu perbuatan dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi makna pasal menggunakan tafsir analogi. Akhirnya, suatu perbuatan yang tidak dilarang seolah-olah terkesan menjadi terlarang.

Celakanya, penalaran dengan tafsir analogi inilah yang sedang dilakukan oleh polisi dalam kasus Abdul Qodir Baradja. Targetnya bukan hanya Khilafatul Muslimin, melainkan ingin mengkriminalisasi ajaran Islam Khilafah.

Sejatinya, tidak ada satupun pasal peraturan perundang-undangan yang melarang ajaran Islam Khilafah. Sebagai ajaran Islam, umat Islam memiliki hak konstitusional untuk mendakwahkan Khilafah sebagai manifestasi ibadah sesuai keyakinan umat Islam berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (2) UUD 1945.

Umat Islam juga memiliki landasan konstitusional untuk menyampaikan solusi Khilafah, sebagai manivestasi kemerdekaan berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat, berdasarkan ketentuan pasal 28 UUD 1945.

Namun sayangnya dalam kasus Khilafatul Muslimin ini kepolisian lebih banyak menyampaikan narasi politik ketimbang menjelaskan dasar hukum penindakan. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, dalam Press Conference media menguarkan sejumlah pernyataan bernaraai politik, seperti :

"Kelompok ini tawarkan khilafah sebagai pengganti Pancasila. Hal ini bertentangan dengan UU Dasar 1945,"

"Semuanya itu bagian yang tidak terpisahkan sebagaimana yang tercantum dalam website mereka. Jadi dalam hal ini kami Polda Metro tidak hanya menyidik konvoi semata, tapi tindakan yang bertentangan dengan Pancasila,"

Atau pernyataan dari Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, seperti :

"Selama ini yang disampaikan mereka bahwa mereka 'mendukung NKRI dan Pancasila', setelah kita analisis terhadap kegiatan-kegiatan mereka melalui penyelidikan komprehensif dan ahli-ahli literasi, ideologi Islam, saksi ahli agama Islam, bahasa dan pidana semua nyatakan bahwa kegiatan-kegiatan mereka ini bertentangan dengan Pancasila," 

Pertanyaan yang gagal dijawab dan dijelaskan oleh pihak kepolisian adalah :

Pertama, apa salah khilafah ? dimana, pasal berapa, UU apa yang melarang Khilafah ? pertanyaan ini tidak dijawab secara hukum dengan menyebut dasar hukumnya, melainkan hanya bernarasi berputar-putar dan kembali mentok dengan klaim 'Khilafah ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945".

Kedua, dimana dilarang membuat website, buklet, pamflet, kajian, buku-buku dan pemikiran tentang Khilafah ? dimana, pasal berapa, UU apa yang melarang Khilafah ? pertanyaan ini tidak dijawab secara hukum dengan menyebut dasar hukumnya, melainkan hanya bernarasi berputar-putar dan kembali mentok dengan klaim 'Khilafah ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945".

Ketiga, Soal Konvoi Motor membawa poster Khilafah, norma hukum apa yang dilanggar ? dimana, pasal berapa, UU apa yang melarang Khilafah ? pertanyaan ini tidak dijawab secara hukum dengan menyebut dasar hukumnya, melainkan hanya bernarasi berputar-putar dan kembali mentok dengan klaim 'Khilafah ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945".

Kalau pernyataan seperti ini dikeluarkan oleh Politisi PDIP dan Golkar wajar saja karena mereka orang Parpol. Tapi ini dilakukan oleh institusi kepolisian, penegak hukum, bukan politisi. Bagaimana bisa terjadi ?

Sementara itu PKI, Komunisme yang jelas dilarang berdasarkan TAP MPRS Nomor : XXV/1966 tidak digunakan oleh polisi untuk mengejar pelaku atau organisasi yang hendak membangkitkan komunisme. PDIP yang mau mengganti Pancasila dengan Trisila dan Ekasila melalui RUU HIP juga didiamkan.

Saya mengingatkan kepada aparat kepolisian untuk fokus pada fungsinya sebagai penegak hukum. Jangan nyambi menjadi politisi atau bahkan berubah menjadi politisi. Khawatir hal itu justru menimbukan ketegangan ditengah masyarakat. [].

Follow Us :

https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Umum KPAU



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :