KAJIAN HUKUM TERHADAP RKUHP - Tinta Media

Senin, 27 Juni 2022

KAJIAN HUKUM TERHADAP RKUHP


Tinta Media - Setelah hampir tiga tahun mandek, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan kembali membahas revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Hingga kajian ini diterbitkan, penulis masih belum mendapatkan draf terbaru RKUHP yang bakal disahkan tersebut. Oleh karena itu, kajian ini berdasarkan pada draf tahun 2019. Berikut ini beberapa catatan kritis penulis yang didasarkan pada draft RKUHP tahun 2019.

1. Berkaitan Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Kepala Negara Sahabat dan Wakil Negara Sahabat

Jika masyarakat melakukan demonstrasi mengecam kebijakan dan tindakan negara lain semisal kebijakan yang merugikan umat islam. Kemudian masyarakat melakukan unjuk rasa mengecam dan tindakan kepala negaranya, maka perwakilan negara tersebut yang ada di Indonesia dapat membuat pengaduan pidana.

2. Berkaitan Penodaan Bendera Kebangsaan Negara Sahabat

Pasal 231
”Setiap Orang yang menodai bendera kebangsaan dari negara sahabat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.”

Pasal ini menjadi perhatian apabila masyarakat menggelar unjuk rasa dengan membawa bendera negara lain, misalnya bendera AS, Inggris, Israel dll.

3. Berkaitan penghinaan terhadap Presiden

Delik ini  tampaknya akan dihidupkan kembali setelah pernah dibatalkan Mahkamah Konsitusi. Selain itu, pasal penghinaan presiden-wakil presiden bakal menimbulkan konflik kepentingan. Perihal penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP. 

Merujuk Pasal 218 Ayat (1) draf RKUHP 2019, perbuatan menyerang kehormatan dan martabat presiden dapat dipidana penjara hingga 3,5 tahun. "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV." 

Pasal 218 Ayat (2) draf RKUHP 2019
"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri."

Hukuman terhadap penyerangan kehormatan dan martabat presiden bisa diperberat menjadi 4,5 tahun jika dilakukan di media sosial. Perihal tersebut diatur dalam Pasal 219 draf RKUHP. "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Pasal 220 disebutkan bahwa tindak pidana penyerangan terhadap kehormatan, harkat dan martabat presiden dan wakil presiden ini hanya dapat dituntut jika ada aduan. Pengaduan itu dapat dibuat secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden.

Pasal ini sudah dinyatakan Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melanggar Konstitusi secara ilmu perundang-undangan tidak boleh lagi dihidupkan, karena putusan MK itu final dan mengikat. Apabila tetap diatur maka menjadi preseden buruk dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.

4. Berkaitan penghinaan terhadap Pemerintah

Pasal penghinaan terhadap pemerintah yang sah diatur dalam Pasal 240 RKUHP. Rancangan aturan itu menyebutkan bahwa setiap orang di muka umum yang melakukan penghinaan terhadap pemerintahan yang sah yang berakibat kerusuhan. Ancaman hukumannya adalah 3 tahun penjara dan denda paling banyak kategori IV.

Pasal 240 draf RKUHP 2019
"Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Pasal 241 draf RKUHP 2019
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V."

5. Berkaitan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara

Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara pada Pasal 353 RKUHP dengan ancaman 1 tahun 6 bulan. Pasal 354 RKUHP mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan dan lembaga negara melalui media elektronik.

Pasal 353 Ayat (1) draf RKUHP 2019.
"Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," 

Pasal 353 Ayat (2) draf RKUHP 2019.
"Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III,"

Ayat selanjutnya menyebutkan bahwa tindak pidana penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara merupakan delik aduan. Artinya, perbuatan ini dapat diproses hukum jika pihak yang merasa dirugikan membuat aduan atau laporan kepada pihak berwenang.

Pasal 354 draf RKUHP 2019.
Ditujukan kepada pengguna media sosial. “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.”

Pada bagian penjelasan draf RKUHP dijelaskan bahwa pasal ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati. "Kekuasaan umum atau lembaga negara dalam ketentuan ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, polisi, jaksa, gubernur, atau bupati/walikota."

6. Berkaitan hukum yang hidup (living law)

Pasal 2 ayat (1) dan pasal 598 mengatur tentang hukum yang hidup di masyarakat. Artinya, masyarakat bisa dipidana bila melanggar hukum yang berlaku di suatu daerah. Pasal ini dikhawatirkan akan memunculkan kesewenang-wenangan dan peraturan daerah yang diskriminatif.

7. Berkaitan Demonstrasi
Mengenai unjuk rasa, diatur dalam Pasal 273 draf RKUHP. Pasal 273 menyebutkan pihak yang melakukan unjuk rasa, pawai atau demonstrasi di jalan tanpa pemberitahuan dan mengakibatkan terganggunya kepentingan umum dipidana penjara paling lama 1 tahun.

Pemidanaan terhadap Demonstrasi yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, prasa ini menimbulkan multitafsir tentang kepentingan umum yang terganggu dan membatasi kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum yang merupaka  hak Konstitusional setiap warga negara. Padahal penyampaian pendapat di muka umum hanyalah masalah pemberitahuan mengenai hal yang administratif, apa urgensinya mengkriminalisasinya.

8. Berkaitan Penghasutan melawan penguasa umum

Dalam pasal 246 diatur bahwa perbuatan menghasut penguasa umum dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun. 

Pasal 246 draf RKUHP 2019.
 "Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan: a. menghasut orang untuk melakukan tindak pidana; atau b. menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan".

Adapun merujuk penjelasan draf RKUHP, yang dimaksud dengan menghasut adalah mendorong, mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Menghasut dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan, dan harus dilakukan di muka umum, artinya di tempat yang didatangi publik atau di tempat yang khalayak ramai dapat mendengar. 

Sedangkan Pasal 247 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi hasutan agar melakukan tindak pidana atau melawan penguasa umum dengan kekerasan, dengan maksud agar isi penghasutan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori V.

Penjelasan Pasal 247 draf RKUHP menerangkan, yang dimaksud dengan menyiarkan merupakan perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi dan dokumen elektronik dalam sistem elektronik.

Semoga kajian hukum ini dapat bermanfaat.

Demikian.

Oleh: Chandra Purna Irawan,S.H.,M.H.
Ketua LBH Pelita Umat 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :