Tinta Media - Kacamata atau sudut pandang akan menjadi pembeda bagi penilaian terhadap sesuatu. Dan itu sangat tergantung pada iman seseorang.
Contohlah tentang miras. Jika kacamatanya kapitalis/sekuler maka akan menjadi boleh, halal dan legal. Satu kaidahnya. Selama ada cuan. Masa bodoh dengan semua itu. Gak peduli dengan halal/haram, baik/buruk, merusak/bukan, dzolim/tidak, dll. Semua tidak berlaku. Yang "dituhankan" adalah uang. Uang bisa "menghalalkan" semuanya.
Berbeda dengan kacamata iman. Ada hal mendasar yang tidak boleh di labrak. Apalagi di tentang. Kaidahnya satu. Sesuai dengan syariat Islam dan tentu berdasarkan kaidah halal/haram. Artinya, jika sesuai dengan syariat Islam, atau dengan kata lain halal maka baru dijalankan. Namun jika bertentangan dengan syariat, atau dengan kata lain haram maka ditinggalkan. Walau cuannya banyak sekalipun. Tidak akan berani dilaksanakan. Karena takut dosa dan neraka.
Jadi, tidak ada alasan protes usaha mirasnya di tutup karena ada ribuan pekerjanya. Belum lagi ada keluarganya. Bagaimana dengan ekonomi mereka. Jelas alasan tidak logis, mengada-ada dan menentang halal/haram.
Bukankah justru mereka telah "meracuni" ribuan bahkan jutaan orang? Yang telah menenggak miras mereka. Bukankah akhirnya juga "meracuni" keluarga-keluarga mereka?
Dan yang lebih penting adalah dengan ditutupnya Holywing bukan berarti menutup pintu rizki para pekerjanya. Namun justru menyelamatkan ribuan orang dan keluarganya dari harta haram. Yang karena kacamata kapitalis/sekuler merasa benar.
Wajar jika generasi penerus semakin "rusak" karena mereka mendapat dari harta haram. Makanan yang dimakan dari rizki yang haram akan mempengaruhi energi, otak, pikiran dan sudut pandang yang jauh dari Islam. Akhirnya seperti benang kusut. Kemaksiyatan akan terus berputar dna merusak tanpa ada yang bisa mengendalikan.
Masih banyak pekerjaan atau bisnis yang halal. Dan banyak juga yang untungnya berlimpah. Sudah banyak contohnya. Tinggal pilihan dan kacamata yang dipakai. Kacamata iman atau kapitalis/sekuler.
Jika kapitalis/sekuler sudah terbukti merusak, kenapa tidak di cap radikal, intoleran dan merusak negara? Pelaku yang terlibat di hukum seberat-beratnya? Kenapa yang di cap radikal-radikul kok syariat Islam dan kadang menuding Khilafah? Clear, karena memakai kacamata kapitalis/sekuler. Islam pasti dianggap musuh. Padahal sebaliknya. Sebagaimana penjelasan di atas.
Kita bisa bayangkan jika para pemimpin negeri ini memakai kacamata iman dalam mengelola pemerintahan dan negara. Yakin tidak akan terjadi suap, korupsi, jual asset negara, mengijinkan bisnis haram, dll. Satu alasannya, karena itu semua haram dan takut dengan neraka. Tidak berani mengambil keputusan itu karena takut dosa.
Yang terjadi sebaliknya, negeri ini akan berkah dengan kehidupan masyarakat yang baik. Karena pintu maksiyat di tutup rapat-rapat dari semua celah yang ada.
Gus Uwik
Pemerhati Sosial, Budaya dan Politik Bangsa