Tinta Media - Gelaran akbar politik dalam negeri tak lama lagi akan digelar. Hajatan besar yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia itu akan diselenggarakan tahun 2024, bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan para penguasa. Namun, kontestasi politik sudah dimulai jauh jauh hari. Saling lamar dan "tag" nama yang dijagokan, menjadi agenda penting partai politik yang akan mengikuti pemilu mendatang.
Salah satunya adalah PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang menyebut akan melamar para tokoh yang mempunyai elektabilitas mumpuni pada pemilu mendatang. Hal tersebut diutarakan pada acara Milad ke 20 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (29/5). Sejumlah elit parpol hadir dalam acara tersebut, di antaranya elit PKB, PPP, Demokrat dan Golkar.
Dalam pidatonya, sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsyi mengatakan kemungkinan berjodoh dengan parpol lain untuk Pilpres 2024. PKS masih mengamati tokoh mana yang paling menarik untuk dipinang sebagai capres. Ditambahkan Aboe, acara milad tersebut menjadi momen dimulainya perjodohan politik PKS dengan partai partai lain demi kemenangan dalam pemilu 2024.
Sekilas tak ada yang luar biasa pada rencana perjodohan politik tersebut, mengingat pemenangan kontestasi dalam dunia politik adalah sesuatu yang sangat diupayakan oleh partai peserta pemilu. Berbagai cara dilakukan, mulai dari mengerahkan dana yang fantastis, memasang nama-nama pesohor, hingga kerja sama antar partai untuk menyusun strategi bersama yang bisa menaikkan elektabilitas partai di tengah-tengah masyarakat.
Perjodohan politik semacam ini lumrah menyebabkan kompromi politik dari kedua partai yang berjodoh. Deal-deal politik pun ditetapkan sesuai dengan kepentingan kedua partai.
Di sinilah biasanya terjadi sikap "saling maklum" dalam rangka mengakomodir kepentingan masing-masing partai. Peleburan idealisme pun terjadi sehingga dalam politik demokrasi dikenal slogan: "Tak ada lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi."
Bukti paling konkret dari adanya perjodohan politik adalah munculnya nama-nama jagoan yang dipasang sebagai calon yang akan dipilih sebagai anggota legislatif maupun eksekutif dari partai yang berkoalisi. Maka wajar jika hampir setiap gelaran pemilu, muncul nama pesohor, mulai dari kalangan selebrita, pengusaha, bahkan para tokoh lintas partai politik yang dijagokan dalam pemilu. Mereka diharapkan mampu menjadi "magnet" bagi rakyat.
Bunga-bunga pemanis kampanye pun ditebar. Mereka mulai memberikan janji jika menang, hingga aksi membagikan bantuan langsung bagi rakyat. Semua langkah tersebut ditempuh agar para pesohor yang digadang-gadang oleh partai tersebut menang dan berhasil menduduki kursi empuk lembaga legislatif, bahkan eksekutif negeri ini. Demikianlah fakta yang selalu berulang setiap lima tahun sekali dalam negara demokrasi.
Partai Politik dalam Islam
Partai politik dalam Islam memiliki peran mulia, yakni melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Keberadaannya dibutuhkan di tengah-tengah umat. Partai politik ini tampil sebagai partai politik sahih, yang memiliki fikrah dan thariqah Islam.
Mengenai fikrah, partai politik yang sahih wajib menjadikan Islam sebagai asas. Sementara, untuk metode penerapannya wajib sejalan dengan fikrahnya. Atau dengan kata lain, setiap aktivitas partai tidak boleh bertentangan dengan syariat. Dalam implementasinya, partai sahih ini melakukan aktivitas politik dengan berdakwah di tengah-tengah umat. Partai ini menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, serta melakukan muhasabah terhadap penguasa.
Partai politik yang sahih senantiasa menjaga kemurnian ideologi dan bergerak secara terus-menerus dan terencana. Dalam perjalanannya, partai politik sahih akan menemui ujian, seperti adanya tawaran dan kompromi politik. Di sinilah keistikamahan sebuah partai diuji.
Sebaliknya, tergelincirnya partai dengan menerima kompromi politik yang dapat melunturkan idealisme, perlahan akan membuat partai tersebut limbung, sebelum akhirnya kalah dan mati.
Sejatinya, ini menjadi muhasabah bersama bagi partai agar senantiasa berhati-hati dalam melakukan manuver politik. Kehadiran partai politik sejatinya menjadi parameter kesiapan masyarakat untuk berpolitik. Maka, alangkah baiknya jika partai menjalankan perannya dengan baik sebagai wadah bagi rakyat untuk menjalankan aktivitas politik, serta menjadi penyeimbang bagi kekuasaan. Wallahu alam bishshawab.
Oleh: Ummu Azka
Sahabat Tinta Media