Tinta Media - DPRD Kabupaten Bandung ikut bereaksi menyikapi rencana pemerintah pusat soal tenaga honorer dihapus tahun 2023 mendatang. Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Bandung, Tedi Surahman berharap agar Pemkab Bandung mencari solusi terbaik dalam menindaklanjuti kebijakan pusat ini.
“Alasannya, selama ini sangat banyak tenaga honorer yang jadi tulang punggung pelayanan di Kabupaten Bandung. Pemkab Bandung harus melihat dengan segala resiko yang akan ditanggung oleh pemerintah dalam aspek memberi layanan jika tenaga honorer dihapus,” kata Tedi. (INISUMEDANG.COM, Senin 13/06/ 2022)
Tedi meminta kepada Pemkab Bandung untuk segera melakukan langkah strategis guna menghindari keresahan PHL atau honorer yang saat ini sedang eresah. Ia berharap, Pemkab Bandung berupaya maksimal agar honorer tetap berkarya dan melaksanakan tugasnya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Hal ini karena pada awalnya, maksud merekrut tenaga honorer adalah untuk mengurangi pengangguran. Ketika tenaga honorer dihapus, sudah pasti akan menimbulkan terjadinya banyak pengangguran. Mempekerjakan tenaga honorer juga bukan tanpa alasan, salah satunya adalah karena gaji yang rendah sehingga tidak memerlukan anggaran yang terlalu besar sehingga tidak menguras anggaran negara.
Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata hal itu menjadi bumerang bagi penguasa sendiri. Tenaga honorer dituduh menjadi beban oleh negara dan membuat kacau penghitungan ANS. Alih-alih membuat tenaga honorer nyaman dan sejahtera, justru sakit hati yang dirasakan oleh mereka.
Di tengah situasi yang serba sulit, rakyat seakan dibiarkan sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal, tenaga honorer mungkin saja merupakan tulang punggung yang harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Jadi, miris sekali ketika ada rencana kebijakan ini. Sementara, dulu pemerintah berjanji untuk menyediakan lapangan pekerjaan, tetapi nyatanya begitu susah untuk mencari pekerjaan.
Di sisi lain, lapangan pekerjaan justru terbuka lebar untuk tenaga asing. Mereka begitu mudah masuk dan ditempatkan untuk bekerja.
Apakah ada imbasnya pada guru honorer? Ya, hal itu mungkin saja terjadi, padahal guru honorer juga sangat diperlukan untuk sektor pendidikan di berbagai daerah. Ketika menghapus tenaga honorer, seharusnya pemerintah mampu memenuhi kekurangan guru di berbagai daerah.
Inilah realita yang terjadi ketika rakyat berada dalam aturan kapitalis-sekuler. Rakyat berdaulat kepada hukum buatan manusia.
Manusia adalah makhluk yang lemah dan terbatas, bagaimana mungkin bisa membuat aturan yang benar-benar mampu memberi solusi? Karena itu, aturan buatan manusia bisa direvisi sesuai kepentingan.
Dengan kelemahannya itu, manusia tak pantas membuat suatu hukum. Itu sebabnya, sesuatu yang tadinya dianggap sebagai solusi pada akhirnya malah menjadi beban. Itulah imbas dari kapitalisme yang materialistis. Hubungan penguasa dan rakyat dianggap tak ubahnya sebagai pedagang dan pembeli saja.
Berbeda dengan sistem khilafah yang berlandaskan akidah Islam. Semua aturan akan dilandaskan pada hukum syara', hukum buatan Allah yang sudah pasti akan membawa maslahat. Dalam Islam, negara wajib menciptakan lapangan pekerjaan agar masyarakat yang mampu bekerja bisa mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Hal ini sesuai hadis nabi Muhammad saw. yang artinya:
"Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat). Ia akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR. Al- Bukhari dan Muslim)."
Dalam Islam, tidak ada istilah honorer karena semua akan direkrut dan dipekerjakan sesuai kebutuhan negara. Semua pekerja yang diperlukan di setiap bidang akan diatur sesuai hukum Allah dan dihitung secara rinci. Mereka diperlakukan secara adil sesuai hukum syariah. Hak-haknya sebagai pekerja juga akan dilindungi oleh negara khilafah.
Seluruh pegawai negara dalam khilafah digaji dengan akad ijarah yang layak sesuai jenis pekerjaan. Seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, gaji para pegawai negara hingga ada yang mencapai 300 dinar (1275 gram emas) atau setara Rp114.750.000. Luar biasa, nominal yang sangat fantastis. Wajar sekali kehidupan rakyat pada masa itu sangat sejahtera dan berkah.
Semua itu karena negara khilafah berbasis baitul mal yang di dalamnya terdapat pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta fai, kharaj, ghanimah, usyur, dan jizyah. Sungguh, solusi cerdas yang mampu menyejahterakan rakyat hanya ada di dalam negara khilafah Islamiyyah. Oleh karena itu, tidak ada cara jitu selain diterapkanya syariah Islam secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan. Berjuang dan mengusahakan tegaknya sistem Islam (khilafah islamiyyah) adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin dalam rangka ketaatan pada perintah Allah.
Wallahu'alam.
Dartem
Sahabat Tinta Media