Tinta Media - Koordinator Indonesian Valuation for Energy and Infrastuctur (Invest) Ahmad Daryoko mengatakan, bisnis pembangkit tidak bisa hanya diukur pada parameter daya terpasang saja.
“Bisnis pembangkit tidak bisa hanya diukur pada parameter daya terpasang saja, tetapi juga tergantung pada berapa jam perhari pembangkit itu beroperasi,” tuturnya pada Tinta Media Sabtu (18/6/2022).
Menurutnya, meski data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan ESDM per April 2021 daya terpasang pembangkit PLN Jawa - Bali masih unggul 41.596 MW dibanding perusahaan pembangkit independen (IPP) swasta hanya sebesar 20.556 MW. Namun, makin tinggi jam operasi makin banyak menghasilkan ‘chuan’, kecuali pembangkit swasta IPP yang kerja, tidak kerja ‘stroom’nya, sudah dibeli PLN sebesar 70% dari assumsi pembangkit tersebut beroperasi seharian. “Ini yang disebut TOP (Take Or Pay) Clause,” jelasnya.
Daryoko mengatakan, dari seminar Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP IP) dan Serikat Pekerja Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB) 20 Juli 2021 diperoleh data bahwa saat itu operasional pembangkit Jawa-Bali mayoritas (90%) dikuasai swasta , dan hanya sekitar 3.000 MW (10%) adalah pembangkit PLN. “Artinya selama ini sebesar (41.596 - 3.000) 38.596 MW pembangkit PLN di Jawa - Bali mengalami RSH (Reserve Shut Down) alias mangkrak,” bebernya.
“Data-data yang saya sampaikan adalah pembangkit Jawa-Bali, mengingat kawasan ini yang disasar oleh para oligarkhi peng-peng beserta aseng/asing serta taipan 9 naga,” ungkapnya.
Disini, lanjutnya, aseng/asing bermain di pembangkit, sedang taipan 9 naga bermain di ritail. “Selanjutnya nanti kalau transmisi PLN sudah dibikin subholding, maka PLN P2B (Pusat Pengatur Beban) akan lepas dari PLN dan menjadi Unit Independen Pengatur System dan Pengatur Pasar,” tambahnya.
Selanjutnya nilai Daryoko, Jawa-Bali akan terjadi MBMS (Multy Buyer and Multy Seller) System, tidak ada subsidi lagi diseluruh golongan tarif. “Sesuai pengalaman Kamerun 1999 (dari Sidang MK 2003) tarif listrik akan melonjak rata-rata sampai 7 kali lipat. Maka untuk pemanasan sekarang dimulai dari 3.500 VA keatas,” bebernya.
Ia mengatakan, ini salah satu strategi kartel listrik swasta yang dimotori oligarkhi peng peng, mengumpulkan pundi-pundi untuk pasang capres 2024 sebagai kuda ‘tunggangan’ masa depan. “Ini baru yang di PLN , belum sektor lain!,” tandasnya.
Lelayu
Daryoko memaparkan indikasi yang terjadi di internal PLN bahwa PLN hanya sebagai event organizer (EO). “Biasanya kalau ada musibah lelayu, YPK (Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan ) yang memegang satu lembar saham ESHOP (Employ Share Ownership Program) PT. PLN (PERSERO), menyumbang Rp 2 juta sebagai sumbangan duka cita untuk pensiunan yang mendapat musibah,” ungkapnya.
Namun lanjutnya, beberapa bulan yang lalu YPK mengumumkan bahwa sumbangan duka tersebut hanya akan diberikan Rp 1 juta, dengan alasan pendapatan YPK menurun.
“Ini bisa dipastikan karena perubahan posisi PLN yang saat ini hanya sebagai EO atau kacungnya kartel listrik swasta,” simpulnya menyudahi penuturan. [] Irianti Aminatun
“Bisnis pembangkit tidak bisa hanya diukur pada parameter daya terpasang saja, tetapi juga tergantung pada berapa jam perhari pembangkit itu beroperasi,” tuturnya pada Tinta Media Sabtu (18/6/2022).
Menurutnya, meski data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan ESDM per April 2021 daya terpasang pembangkit PLN Jawa - Bali masih unggul 41.596 MW dibanding perusahaan pembangkit independen (IPP) swasta hanya sebesar 20.556 MW. Namun, makin tinggi jam operasi makin banyak menghasilkan ‘chuan’, kecuali pembangkit swasta IPP yang kerja, tidak kerja ‘stroom’nya, sudah dibeli PLN sebesar 70% dari assumsi pembangkit tersebut beroperasi seharian. “Ini yang disebut TOP (Take Or Pay) Clause,” jelasnya.
Daryoko mengatakan, dari seminar Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP IP) dan Serikat Pekerja Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB) 20 Juli 2021 diperoleh data bahwa saat itu operasional pembangkit Jawa-Bali mayoritas (90%) dikuasai swasta , dan hanya sekitar 3.000 MW (10%) adalah pembangkit PLN. “Artinya selama ini sebesar (41.596 - 3.000) 38.596 MW pembangkit PLN di Jawa - Bali mengalami RSH (Reserve Shut Down) alias mangkrak,” bebernya.
“Data-data yang saya sampaikan adalah pembangkit Jawa-Bali, mengingat kawasan ini yang disasar oleh para oligarkhi peng-peng beserta aseng/asing serta taipan 9 naga,” ungkapnya.
Disini, lanjutnya, aseng/asing bermain di pembangkit, sedang taipan 9 naga bermain di ritail. “Selanjutnya nanti kalau transmisi PLN sudah dibikin subholding, maka PLN P2B (Pusat Pengatur Beban) akan lepas dari PLN dan menjadi Unit Independen Pengatur System dan Pengatur Pasar,” tambahnya.
Selanjutnya nilai Daryoko, Jawa-Bali akan terjadi MBMS (Multy Buyer and Multy Seller) System, tidak ada subsidi lagi diseluruh golongan tarif. “Sesuai pengalaman Kamerun 1999 (dari Sidang MK 2003) tarif listrik akan melonjak rata-rata sampai 7 kali lipat. Maka untuk pemanasan sekarang dimulai dari 3.500 VA keatas,” bebernya.
Ia mengatakan, ini salah satu strategi kartel listrik swasta yang dimotori oligarkhi peng peng, mengumpulkan pundi-pundi untuk pasang capres 2024 sebagai kuda ‘tunggangan’ masa depan. “Ini baru yang di PLN , belum sektor lain!,” tandasnya.
Lelayu
Daryoko memaparkan indikasi yang terjadi di internal PLN bahwa PLN hanya sebagai event organizer (EO). “Biasanya kalau ada musibah lelayu, YPK (Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan ) yang memegang satu lembar saham ESHOP (Employ Share Ownership Program) PT. PLN (PERSERO), menyumbang Rp 2 juta sebagai sumbangan duka cita untuk pensiunan yang mendapat musibah,” ungkapnya.
Namun lanjutnya, beberapa bulan yang lalu YPK mengumumkan bahwa sumbangan duka tersebut hanya akan diberikan Rp 1 juta, dengan alasan pendapatan YPK menurun.
“Ini bisa dipastikan karena perubahan posisi PLN yang saat ini hanya sebagai EO atau kacungnya kartel listrik swasta,” simpulnya menyudahi penuturan. [] Irianti Aminatun