Hilmi: Ketimpangan Kaya-Miskin Masih Tinggi - Tinta Media

Senin, 06 Juni 2022

Hilmi: Ketimpangan Kaya-Miskin Masih Tinggi


Tinta Media - Ketimpangan antara orang kaya dan miskin yang terjadi di tengah masyarakat dinilai Ketua Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) Dr. Julian Sigit, M. E.Sy. masih tinggi.

"Jadi, kalau kita melihat potret data ketimpangan gini ratio yang hari ini nampak di tengah masyarakat, saya kira masih tinggi, di kisaran 0,38," tuturnya, dalam Rubrik Catatan Peradaban: Beban Rakyat Makin Berat? Kamis (02/06/2022), di kanal YouTube Peradaban ID.

Menurutnya, angka 0,38 ini cukup mengkhawatirkan, karena semakin menunjukkan angka 1 yang artinya semakin terjadi ketimpangan.

"Apalagi kalau berdasarkan data, kalau kita melihat  beberapa waktu yang lalu, di saat pandemi, itu kan ada peningkatan orang miskin sampai jutaan, kemudian pengangguran juga sama, orang kaya bertambah," ungkapnya.

Ia menilai, kondisi tersebut menunjukkan adanya ketimpangan. Jadi, orang kaya semakin kaya, orang miskin ternyata semakin miskin atau yang menengah menjadi miskin.

"Nah, ternyata ini sangat memprihatinkan, dan perlu diantisipasi, karena dampak dari gejolak gini ratio ini, ketimpangan ini, akan semakin memperlebar jarak yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, kita tentu sangat mangkhawatirkan," ungkapnya.

Ia mengungkapkan masalahnya, bahwa sistem yang ada hari ini, seolah-olah memfasilitasi hal itu terjadi. Apalagi dengan sistem yang merujuk pada sistem oligarki.

"Ini beberapa waktu yang lalu kan kita sampai ramai, bahwa minyak goreng tadi disebutkan langka dan mahal. Pada saat bersamaan, justru pemerintah memberikan subsidi yang sangat besar, terutama untuk para pengusaha-pengusaha minyak sebesar 7,5 triliyun. Nah, tentu kan ini juga sangat ironis," kesalnya.

Jadi, lagi-lagi ketika berbicara dalam konteks subsidi untuk masyarakat kecil, selalu dipermasalahkan ini dan itu. Tetapi kalau misalkan untuk pemberian kepada konglomerat, oligarki, mereka adem-adem saja.

Julian mempertanyakan kebijakan pemerintah berupa stimulan-stimulan yang justru memperlebar ketimpangan gini ratio.

"Ini memang yang perlu untuk dipertanyakan, karena sekali lagi, stimulan-stimulan yang dilakukan pemerintah, harusnya itu kan adalah memberikan stimulan yang harusnya bisa mengangkat masyarakat yang hari ini kecil atau yang berada pada jurang kemiskinan itu menjadi ke atas, bukan memberikan sebuah kebijakan yang justru akan memperlebar ketimpangan gini ratio sebagaimana tadi diungkapkan," paparnya.

Menurutnya, kebijakan-kebijakan seperti kenaikan PPN dari 10 jadi 11% sangat berat bagi masyarakat. Apalagi yang menjadi salah satu objek dari PPN itu adalah sembako.

"Sembako ini kan kurang lebih ada sembilan bahan pokok. Salah satu dari jenis sembako saja naik, akan mempengaruhi inflasi. Apalagi kalau sembilannya kena dampak dari PPN, maka akan memberikan dampak rembetan pada yang lain," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :