Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menilai Hakim yang cacat moral, mustahil mampu memberikan keadilan.
"Hakim yang cacat moral, mustahil akan mampu memberikan keadilan. Hakim yang punya konflik kepentingan, mustahil bertindak imparsial," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (31/5/2022).
Menurutnya, betapa para brahmana hukum menelanjangi wibawa diri dan mengabaikan moral dan etika. Mereka tidak lagi bicara norma patut atau tak patut. "Mereka hanya berlindung pada asas legalitas untuk mewujudkan keserakahan kekuasaan untuk kroni dan keluarga," ujarnya.
Ia menyatakan bahwa akhirnya, seluruh gugatan rakyat yang diajukan ke Mahkamah Keluarga (MK) ditolak. Gugatan atas pemberlakuan UU baru dimana presiden dapat dipilih kembali menjadi tiga kali (periode) atau adanya kebolehan melakukan penundaan pemilu dengan alasan tertentu ditolak oleh MK dengan alasan konstitusi telah diubah dan UU yang mengatur rincian bolehnya presiden dipilih hingga tiga kali dan klausul tunda pemilu tidak bertentangan dengan norma konstitusi.
"Alasannya, karena konstitusi yang baru saja diamandemen oleh MPR (Majelis Persekutuan Rampok) telah membenarkan itu," imbuhnya.
Terlebih lagi, MK berpandangan bahwa karena pihak terkait dalam perkara a quo adalah ipar sekaligus kakak dari istri mahkamah, maka mahkamah berpendapat segala uji materi peraturan perundang-undangan yang dapat mengancam kepentingan pihak terkait, haruslah dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.
"Rakyat tidak menerima, tapi itulah bunyi amar putusannya," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa meskipun rakyat menggugat berulangkali, namun sepanjang materi gugatan mengganggu kepentingan pihak terkait, utamanya karena menggangu tujuan pihak terkait untuk maju tiga periode atau setidak-tidaknya dapat menghalangi pihak terkait untuk menunda pemilu, "Maka permohonan a quo pasti akan dinyatakan ditolak," bebernya.
Ia mengungkap bahwa pada akhirnya, rakyat tidak percaya MK. Rakyat tidak lagi membutuhkan mahkamah keluarga, rakyat akan membentuk mahkamah sendiri, "Untuk mengadili dan memberikan vonis kepada penguasa untuk segera turun jabatannya," paparnya.
"Rakyat tidak mau ditipu MK, karena putusan MK sudah pasti didesain untuk kepentingan keluarga. Mustahil MK akan memberikan putusan adil jika hakimnya hanyalah perwakilan keluarga," ulasnya.
"NKRI memang sudah mati. Sudah dikangkangi segelintir keluarga. Tidak ada harga mati, yang ada tinggal mati harga," sergahnya.
"NKRI sudah menjadi Negara Keluarga Republik Indodimana. Paling subur untuk isu radikalisme, anti Pancasila," tandasnya.[] Ajirah
"Hakim yang cacat moral, mustahil akan mampu memberikan keadilan. Hakim yang punya konflik kepentingan, mustahil bertindak imparsial," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (31/5/2022).
Menurutnya, betapa para brahmana hukum menelanjangi wibawa diri dan mengabaikan moral dan etika. Mereka tidak lagi bicara norma patut atau tak patut. "Mereka hanya berlindung pada asas legalitas untuk mewujudkan keserakahan kekuasaan untuk kroni dan keluarga," ujarnya.
Ia menyatakan bahwa akhirnya, seluruh gugatan rakyat yang diajukan ke Mahkamah Keluarga (MK) ditolak. Gugatan atas pemberlakuan UU baru dimana presiden dapat dipilih kembali menjadi tiga kali (periode) atau adanya kebolehan melakukan penundaan pemilu dengan alasan tertentu ditolak oleh MK dengan alasan konstitusi telah diubah dan UU yang mengatur rincian bolehnya presiden dipilih hingga tiga kali dan klausul tunda pemilu tidak bertentangan dengan norma konstitusi.
"Alasannya, karena konstitusi yang baru saja diamandemen oleh MPR (Majelis Persekutuan Rampok) telah membenarkan itu," imbuhnya.
Terlebih lagi, MK berpandangan bahwa karena pihak terkait dalam perkara a quo adalah ipar sekaligus kakak dari istri mahkamah, maka mahkamah berpendapat segala uji materi peraturan perundang-undangan yang dapat mengancam kepentingan pihak terkait, haruslah dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.
"Rakyat tidak menerima, tapi itulah bunyi amar putusannya," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa meskipun rakyat menggugat berulangkali, namun sepanjang materi gugatan mengganggu kepentingan pihak terkait, utamanya karena menggangu tujuan pihak terkait untuk maju tiga periode atau setidak-tidaknya dapat menghalangi pihak terkait untuk menunda pemilu, "Maka permohonan a quo pasti akan dinyatakan ditolak," bebernya.
Ia mengungkap bahwa pada akhirnya, rakyat tidak percaya MK. Rakyat tidak lagi membutuhkan mahkamah keluarga, rakyat akan membentuk mahkamah sendiri, "Untuk mengadili dan memberikan vonis kepada penguasa untuk segera turun jabatannya," paparnya.
"Rakyat tidak mau ditipu MK, karena putusan MK sudah pasti didesain untuk kepentingan keluarga. Mustahil MK akan memberikan putusan adil jika hakimnya hanyalah perwakilan keluarga," ulasnya.
"NKRI memang sudah mati. Sudah dikangkangi segelintir keluarga. Tidak ada harga mati, yang ada tinggal mati harga," sergahnya.
"NKRI sudah menjadi Negara Keluarga Republik Indodimana. Paling subur untuk isu radikalisme, anti Pancasila," tandasnya.[] Ajirah