Gus Uwik: Sudut Pandang Jadi Pembeda Penilaian terhadap Sesuatu - Tinta Media

Kamis, 30 Juni 2022

Gus Uwik: Sudut Pandang Jadi Pembeda Penilaian terhadap Sesuatu


Tinta Media - Menanggapi ditutupnya Holywing, Pemerhati Sosial, Budaya dan Politik Bangsa Gus Uwik menyatakan bahwa sudut pandang menjadi pembeda bagi penilaian terhadap sesuatu.

"Kacamata atau sudut pandang akan menjadi pembeda bagi penilaian terhadap sesuatu. Dan itu sangat tergantung pada iman seseorang," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu(29/6/2022).

Menurutnya, jika kapitalis/sekuler maka akan menjadi boleh, halal dan legal. Selama ada cuan, tidak peduli dengan halal/haram, baik/buruk, merusak/bukan, zalim/tidak, dan lain-lain. "Semua tidak berlaku. Yang 'dituhankan' adalah uang. Uang bisa 'menghalalkan' semuanya," ujarnya.

Ia melanjutkan, berbeda dengan kacamata iman. Jika sesuai dengan syariat Islam, atau dengan kata lain halal maka baru dijalankan. Namun jika bertentangan dengan syariat, atau dengan kata lain haram maka ditinggalkan. "Walau cuannya banyak sekalipun. Tidak akan berani dilaksanakan, karena takut dosa dan neraka," ungkapnya.

"Jadi, tidak ada alasan protes usaha mirasnya ditutup karena ada ribuan pekerjanya. Belum lagi ada keluarganya. Bagaimana dengan ekonomi mereka. Jelas alasan tidak logis, mengada-ada dan menentang halal/haram," tukasnya.

Dan yang lebih penting, menurut Gus Uwik, dengan ditutupnya Holywing bukan berarti menutup pintu rizki para pekerjanya. Namun justru menyelamatkan ribuan orang dan keluarganya dari harta haram. Yang karena kacamata kapitalis/sekuler merasa benar.

"Wajar jika generasi penerus semakin rusak karena mereka mendapat dari harta haram. Makanan yang dimakan dari rizki yang haram akan mempengaruhi energi, otak, pikiran dan sudut pandang yang jauh dari Islam. Akhirnya seperti benang kusut. Kemaksiatan akan terus berputar dan merusak tanpa ada yang bisa mengendalikan," tegasnya.

Ia menilai masih banyak pekerjaan atau bisnis yang halal. Dan banyak juga yang untungnya berlimpah. Tinggal pilihan dan kacamata yang dipakai. Kacamata iman atau kapitalis/sekuler.

"Jika kapitalis/sekuler sudah terbukti merusak, kenapa tidak dicap radikal, intoleran dan merusak negara? Pelaku yang terlibat dihukum seberat-beratnya? Kenapa yang di cap radikal-radikul kok syariat Islam dan kadang menuding Khilafah? Clear, karena memakai kacamata kapitalis/sekuler. Islam pasti dianggap musuh, padahal sebaliknya," paparnya.

Ia membayangkan, jika pemimpin negeri memakai kacamata iman dalam mengelola pemerintahan dan negara. Yakin tidak akan terjadi suap, korupsi, jual asset negara, mengijinkan bisnis haram, dan lain-lain. Satu alasannya, karena itu semua haram dan takut dengan neraka. Tidak berani mengambil keputusan itu karena takut dosa.

"Yang terjadi sebaliknya, negeri ini akan berkah dengan kehidupan masyarakat yang baik, karena pintu maksiat ditutup rapat-rapat dari semua celah yang ada," pungkasnya.[] Ajira
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :