Generasi Pemuja 'Like and Viewer', Produk Sekularisme - Tinta Media

Sabtu, 11 Juni 2022

Generasi Pemuja 'Like and Viewer', Produk Sekularisme


Tinta Media - Telah viral di media sosial tentang seorang remaja yang tertabrak saat hendak memberhentikan sebuah truk. Peristiwa tersebut terjadi di terusan Exit Tol Soreang-Pasir Koja (Soroja) Bandung, Jawa Barat, pada hari Kamis (2/6/2022). Diduga, remaja tersebut sedang membuat konten untuk medsos bersama seorang temannya.

Dalam rekaman video, terlihat seorang remaja mencoba menghentikan sebuah truk. Namun, kendaraan di depannya tetap melaju dengan kecepatan tinggi, hingga remaja tersebut tak dapat menghindar. Tubuhnya terseret badan truk dan menjadi korban tabrak lari. Akhirnya korban dilarikan ke rumah sakit karena mendapat luka berat dan hingga kini masih dalam perawatan. Hal ini disampaikankan oleh Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Kepolisian Resot Kota Bandung, AKP Zazid Abdullah. (JabarEkspres.com)

Konten berujung petaka, mungkin inilah yang tergambar dari aksi remaja tersebut. Hal itu bukan sesuatu yang aneh di zaman gadget seperti  sekarang ini. Orang rela melakukan apa pun demi mengejar jumlah viewer atau like agar konten yang dia buat menjadi trending, termasuk menyakiti diri sendiri. 

Memang, saat ini profesi sebagai konten kreator seperti YouTuber, selebgram dan artis medsos sangat digandrungi dan menggiurkan banyak orang. Apalagi jika sudah mendapatkan popularitas, maka pundi-pundi rupiah akan mengalir deras di setiap konten yang dia unggah. Ini yang mendorong orang-orang berlomba-lomba untuk membuat konten unik, bahkan nyeleneh. Walaupun membahayakan keselamatan diri, asalkan bisa eksis dan bahkan mendapatkan kepuasan materi, maka aktivitas tersebut akan dilakukan.

Beginilah pemikiran atau mindset yang berkembang di masyarakat saat ini. Mereka menjadikan nilai kebahagiaan hidup semata hanya dengan meraih materi sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. 

Mereka bebas mengekspresikan diri, agar dapat eksis di tengah masyarakat. Mindset ini berasal dari sistem sekuler kapitalis yang diusung negeri ini. Sekulerime yang memisahkan agama untuk mengatur kehidupan melahirkan generasi-generasi rusak yang semakin menjamur, sehingga mereka mengagungkan harta dan gaya hidup bebas, melanggar norma sosial, bahkan aturan agama.

Akibatnya, terjadi krisis jati diri karena tidak tahu tujuan hidup. Mereka akan mudah tergiur "trend", apalagi jika menghasilkan uang. Layaknya daun yang jatuh di atas derasnya aliran sungai, itulah cerminan generasi kita saat ini, mudah terseret arus. 

Mereka adalah generasi pembebek yang menjadi budak-budak dunia. Mereka adalah produk sistem kapitalis yang jauh dari agama. Bahkan, agama Islam mendapat porsi pengajaran sangat sedikit dibandingkan dengan mata pelajaran lain. 

Kerana itu, banyak tercipta lulusan yang tak paham jati diri, yaitu sebagai makhluk bagi Tuhannya.

Padahal, manusia harus mengetahui siapa jati dirinya, terlebih sebagai seorang muslim, yaitu sebagai hamba Allah yang hidup untuk beribadah kepada-Nya. 

Allah Swt. berfirman, yang artinya: 

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz Dzariyat : 56)

Dengan begitu, seorang muslim akan fokus pada aktivitas menabung amal saleh, untuk panen di akhirat kelak. Standar kebahagiaan seorang muslim adalah meraih rida Allah, bukan sekadar ingin diakui eksistensi dirinya dengan  mendapat melalui jumlah *viewer* atau *likes*. 

Mencetak generasi yang memiliki mindset benar hanya bisa terwujud saat sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi khilafah. Penerapan Islam kaffah akan melahirkan rakyat dan generasi  cerdas yang bertakwa. Salah satunya melalui penerapan Sistem Pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam. Dengan begitu, akan lahir generasi yang paham tentang jati diri, dari mana ia berasal dan untuk apa dia diciptakan. Hal ini akan menjauhkan diri dari perilaku liberal, menzalimi diri sendiri dan orang lain, apalagi  hanya demi mengejar eksistensi dunia dan remah-remah ekonomi.

Mereka akan lebih memilih eksistensi di hadapan Allah, sebagai hamba yang bertakwa. Saat berkarya pun akan senantiasa dipastikan tetap dalam bingkai syariat Islam. Mereka bersandar kepada halal dan haram, sehingga jauh dari  konten-konten yang rusak dan merusak.

Penjagaan dari negara pun akan hadir melalui kebijakan dan pengontrolan terhadap media massa, termasuk konten-konten apa saja yang boleh dan tidak untuk dibuat. Konten-konten unfaedah yang menyebarluaskan mindset sekuler kapitalis, pamer eksistensi diri, tidak boleh ditayangkan, karena hal itu akan meracuni pemikiran masyarakat.

Media massa digunakan untuk memperkuat keimanan dan meneguhkan ketakwaan, diarahkan sebagai sarana untuk penyebaran Islam, jauh dari hal-hal yang kontradiktif dengan maksud dari penerapan Islam, yaitu menciptakan kehidupan Islam yang mulia dan agung.

Kemajuan IPTEK akan diarahkan untuk kemaslahatan umat dan memperoleh pahala dari Allah, bukan untuk mendapatkan pundi rupiah seperti sekarang ini. 

Kisah-kisah para ksatria dan sahabat akan disebarluaskan, agar menjadi inspirasi. Dengan begitu, mereka termotivasi menjadi generasi kuat serta produktif, seperti para pemuda yang hidup di masa peradaban Islam dahulu, seperti seperti Imam Syafi'i, al Hawarizmi, Ibnu Haitam, Muhammad al Fatih, dan yang lainnya. Maka satu-satunya jalan agar generasi kita selamat dan menjadi generasi cemerlang adalah dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah oleh khilafah islamiyyah. 

Wallahu'alam bishawab 

Oleh: Thaqqiyuna Dewi S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :