Tinta Media - Menanggapi kekerasan yang terjadi di Amerika Serikat, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi, menyampaikan hal itu tidak bisa lepas dari kapitalisme.
"Intinya kita ingin mengatakan bahwa kekerasan di Amerika itu, tidak bisa lepas dari kapitalisme," tuturnya di acara Kabar Petang: Demokrasi Biang Kerok Penembakan Massal di AS? Rabu (1/6/2022), di kanal Youtube Khilafah News.
Menurutnya, spirit yang sangat mendorong kapitalisme itu adalah kolonialisme.
Ia mengungkapkan sejarah kelam Amerika yang penuh kekerasan dengan mengutip pendapat Morris Berman, seorang penulis yang sering mengamati persoalan peradaban Amerika.
"Kalau kita lihat, ada hal yang menarik yang pernah ditulis oleh seorang penulis yang sering mengamati persoalan peradaban Amerika, Morris Berman. Dalam bukunya, 'Dark Ages America: The Final Phase of Empire, pada tahun 2007'," ujarnya.
Dalam buku tersebut, kata Farid, Morris Berman menggambarkan Amerika itu sebagai sebuah kultur dan emosional yang rusak oleh peperangan, menderita karena kematian spiritual, dan dengan intensif mengekspor nilai-nilai palsunya ke seluruh dunia dengan menggunakan senjata.
"Inilah yang dia katakan menjadi tanda-tanda kejatuhan Amerika," tandasnya.
Yang menarik, lanjutnya, ketika Morris Berman mengatakan Amerika itu adalah kultur yang terikat, terkait dengan kekerasan yang rusak oleh peperangan. Ini tak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Amerika Serikat sendiri.
"Kalau kita bicara tentang berdirinya Amerika Serikat itu, tidak bisa dilepaskan dari sejarah kolonialisme Eropa yang masuk ke benua Amerika. Apa yang mereka lakukan itu adalah pembantaian massal terhadap rakyat Indian," terangnya.
"Ada yang mengatakan jumlah rakyat Indian yang disebut sebagai penduduk Amerika sebelumnya itu, sekitar 5 juta. Setelah pembantaian massal terjadi yang dilakukan oleh penduduk Eropa yang datang ke Amerika dengan semangat kolonialisme, semangat untuk menguasai wilayah lain, jumlahnya menyusut, menjadi hanya sekitar ratusan ribu," imbuhnya.
Jadi, lanjut Farid, kalau kita lihat berdirinya negara Amerika Serikat sendiri, berdirinya di atas darah rakyat Indian yang dibantai, dan jumlahnya bukan sedikit.
"Dan mereka melakukan pembantaian itu, tercatat dalam sejarah, menggunakan istilah-istilah yang sangat keji, ada yang mengatakan, 'Kami sedang membantai anjing'," kutipnya.
Farid melihat yang terjadi di Amerika tidak lepas dari kolonialisme Eropa yang juga melakukan pembantaian massal di seluruh dunia karena motivasi 3G (gospel, gold, dan glory).
"Hal ini juga terjadi di Amerika dengan masuknya bangsa Eropa yang ingin menguasai benua Amerika, yang kemudian sekarang menjadi apa yang disebut dengan negara Amerika," jelasnya.
Nilai-Nilai Palsu
"Kalau kita melihat apa yang tadi dikatakan oleh Morris Berman, salah satu yang menjadi penyebab lain rusaknya peradaban Amerika itu adalah Amerika dengan intensif mengekspor nilai-nilai palsunya ke seluruh dunia dengan senjata, dengan kekerasan," terangnya.
Farid menilai, hal ini berpengaruh besar terhadap penghargaan pada nyawa manusia. Kalau di luar negeri, ketika Amerika masuk ke Irak, masuk ke Afghanistan, Amerika biasa membunuh orang, biasa membantai manusia tanpa ada perasaan. Ketika pulang, kultur itu jugalah yang terbangun.
"Apa yang membuat mereka menjadi beda ketika menghadapi rakyatnya sendiri? tentu tidak ada bedanya," tandas Farid.
Karena, lanjutnya, penghargaan terhadap nyawa manusia itu, tidak ada lagi di dalam pikiran Amerika. "Dan itu dicontohkan bukan oleh individu-individu, bukan oleh kelompok-kelompok, tapi ini dicontohkan, dipraktikkan oleh sebuah negara dengan kebijakan luar negerinya," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka
"Intinya kita ingin mengatakan bahwa kekerasan di Amerika itu, tidak bisa lepas dari kapitalisme," tuturnya di acara Kabar Petang: Demokrasi Biang Kerok Penembakan Massal di AS? Rabu (1/6/2022), di kanal Youtube Khilafah News.
Menurutnya, spirit yang sangat mendorong kapitalisme itu adalah kolonialisme.
Ia mengungkapkan sejarah kelam Amerika yang penuh kekerasan dengan mengutip pendapat Morris Berman, seorang penulis yang sering mengamati persoalan peradaban Amerika.
"Kalau kita lihat, ada hal yang menarik yang pernah ditulis oleh seorang penulis yang sering mengamati persoalan peradaban Amerika, Morris Berman. Dalam bukunya, 'Dark Ages America: The Final Phase of Empire, pada tahun 2007'," ujarnya.
Dalam buku tersebut, kata Farid, Morris Berman menggambarkan Amerika itu sebagai sebuah kultur dan emosional yang rusak oleh peperangan, menderita karena kematian spiritual, dan dengan intensif mengekspor nilai-nilai palsunya ke seluruh dunia dengan menggunakan senjata.
"Inilah yang dia katakan menjadi tanda-tanda kejatuhan Amerika," tandasnya.
Yang menarik, lanjutnya, ketika Morris Berman mengatakan Amerika itu adalah kultur yang terikat, terkait dengan kekerasan yang rusak oleh peperangan. Ini tak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Amerika Serikat sendiri.
"Kalau kita bicara tentang berdirinya Amerika Serikat itu, tidak bisa dilepaskan dari sejarah kolonialisme Eropa yang masuk ke benua Amerika. Apa yang mereka lakukan itu adalah pembantaian massal terhadap rakyat Indian," terangnya.
"Ada yang mengatakan jumlah rakyat Indian yang disebut sebagai penduduk Amerika sebelumnya itu, sekitar 5 juta. Setelah pembantaian massal terjadi yang dilakukan oleh penduduk Eropa yang datang ke Amerika dengan semangat kolonialisme, semangat untuk menguasai wilayah lain, jumlahnya menyusut, menjadi hanya sekitar ratusan ribu," imbuhnya.
Jadi, lanjut Farid, kalau kita lihat berdirinya negara Amerika Serikat sendiri, berdirinya di atas darah rakyat Indian yang dibantai, dan jumlahnya bukan sedikit.
"Dan mereka melakukan pembantaian itu, tercatat dalam sejarah, menggunakan istilah-istilah yang sangat keji, ada yang mengatakan, 'Kami sedang membantai anjing'," kutipnya.
Farid melihat yang terjadi di Amerika tidak lepas dari kolonialisme Eropa yang juga melakukan pembantaian massal di seluruh dunia karena motivasi 3G (gospel, gold, dan glory).
"Hal ini juga terjadi di Amerika dengan masuknya bangsa Eropa yang ingin menguasai benua Amerika, yang kemudian sekarang menjadi apa yang disebut dengan negara Amerika," jelasnya.
Nilai-Nilai Palsu
"Kalau kita melihat apa yang tadi dikatakan oleh Morris Berman, salah satu yang menjadi penyebab lain rusaknya peradaban Amerika itu adalah Amerika dengan intensif mengekspor nilai-nilai palsunya ke seluruh dunia dengan senjata, dengan kekerasan," terangnya.
Farid menilai, hal ini berpengaruh besar terhadap penghargaan pada nyawa manusia. Kalau di luar negeri, ketika Amerika masuk ke Irak, masuk ke Afghanistan, Amerika biasa membunuh orang, biasa membantai manusia tanpa ada perasaan. Ketika pulang, kultur itu jugalah yang terbangun.
"Apa yang membuat mereka menjadi beda ketika menghadapi rakyatnya sendiri? tentu tidak ada bedanya," tandas Farid.
Karena, lanjutnya, penghargaan terhadap nyawa manusia itu, tidak ada lagi di dalam pikiran Amerika. "Dan itu dicontohkan bukan oleh individu-individu, bukan oleh kelompok-kelompok, tapi ini dicontohkan, dipraktikkan oleh sebuah negara dengan kebijakan luar negerinya," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka