Tinta Media - Direktur Global Cyber Watch (GCW), Rif'an Wahyudi menyatakan bahwa pemerintah saat ini menggunakan jasa buzzer Rp.
"Saat ini, pemerintah faktanya menggunakan jasa buzzer Rp, lebih jelasnya sebagai buzzer yang bukan normal," tuturnya dalam Kabar Petang: Menyikapi Buzzer "Kompor", Rabu (8/6/2022) di Channel Youtube Khilafah News.
Ia pun mengungkap ada beberapa indikasi yang menguatkan hal tersebut. "Ada beberapa indikasi seperti penggunaan APBN yang tertulis dana influencer. Pertama, untuk pariwisata, ketika memasuki pilpres 2019, terjadi polarisasi. Dari buzzer ekonomi, beralih menjadi buzzer politik," jelasnya.
Fenomena Kakak Pembina, lanjutnya, berarti ada yang menggunakan. "Ada foto-foto dan jejak digitalnya. Bahkan salah satu struktur istana, Kepala Staf Kepresidenan yang mengumpulkan," imbuhnya.
Bung Rif'an membeberkan adanya kejadian saling melapor, buzzer Kakak Pembina tidak disentuh, seolah-olah kebal hukum. "Sementara buzzer opposan yang rajin mengkritik langsung diciduk, diamankan," ungkapnya.
Bung Rif'an pun menambahkan keberadaan buzzer ini sakit, tidak sehat.
"Yang menggunakan cara-cara fitnah, adu domba, fake news, konten-konten berita bohong," jelasnya.
Bahkan terbaru, lanjutnya, ada operasi false flag (bendera palsu). Mereka menyiapkan tim yang merekam, tim multimedia, seperti sandiwara. "Kayak membuat film, yang sudah disiapkan skenarionya, aktornya, berbayar semua," imbuhnya.
Ia melanjutkan, ketika kamera siap, maka disuruh action dan dipublikasikan berturut-turut. Di tingkat global, ada 'War of terorism', tahun 2001. "Runtuhnya menara kembar ditabrak oleh pesawat," ungkapnya.
Bung Rif'an menegaskan tidak mungkin ada pesawat yang menabrak gedung sehancur-hancurnya. "Banyak bukti, bahwa itu adalah rekayasa, sangat jahat pemerintah AS, yang mengorbankan rakyatnya sebanyak 3000 orang," terangnya.
Ia pun menjelaskan ada buzzer politik yang positif, ada juga yang negatif atau sakit. "Dari cara kerjanya, mereka berlebihan. Dari pencitraan, cara adu domba. Jadi sensitif istilah cebong, kampret, kadrun, padahal jika dilihat di masyarakat, tidak segitu sengitnya," bebernya.
Bung Rif'an menambahkan bahwa cara kerja buzzer ini sangat massiv, dikendalikan oleh usernya. "Ini yang disayangkan," pungkasnya.[] Nita Savitri
"Saat ini, pemerintah faktanya menggunakan jasa buzzer Rp, lebih jelasnya sebagai buzzer yang bukan normal," tuturnya dalam Kabar Petang: Menyikapi Buzzer "Kompor", Rabu (8/6/2022) di Channel Youtube Khilafah News.
Ia pun mengungkap ada beberapa indikasi yang menguatkan hal tersebut. "Ada beberapa indikasi seperti penggunaan APBN yang tertulis dana influencer. Pertama, untuk pariwisata, ketika memasuki pilpres 2019, terjadi polarisasi. Dari buzzer ekonomi, beralih menjadi buzzer politik," jelasnya.
Fenomena Kakak Pembina, lanjutnya, berarti ada yang menggunakan. "Ada foto-foto dan jejak digitalnya. Bahkan salah satu struktur istana, Kepala Staf Kepresidenan yang mengumpulkan," imbuhnya.
Bung Rif'an membeberkan adanya kejadian saling melapor, buzzer Kakak Pembina tidak disentuh, seolah-olah kebal hukum. "Sementara buzzer opposan yang rajin mengkritik langsung diciduk, diamankan," ungkapnya.
Bung Rif'an pun menambahkan keberadaan buzzer ini sakit, tidak sehat.
"Yang menggunakan cara-cara fitnah, adu domba, fake news, konten-konten berita bohong," jelasnya.
Bahkan terbaru, lanjutnya, ada operasi false flag (bendera palsu). Mereka menyiapkan tim yang merekam, tim multimedia, seperti sandiwara. "Kayak membuat film, yang sudah disiapkan skenarionya, aktornya, berbayar semua," imbuhnya.
Ia melanjutkan, ketika kamera siap, maka disuruh action dan dipublikasikan berturut-turut. Di tingkat global, ada 'War of terorism', tahun 2001. "Runtuhnya menara kembar ditabrak oleh pesawat," ungkapnya.
Bung Rif'an menegaskan tidak mungkin ada pesawat yang menabrak gedung sehancur-hancurnya. "Banyak bukti, bahwa itu adalah rekayasa, sangat jahat pemerintah AS, yang mengorbankan rakyatnya sebanyak 3000 orang," terangnya.
Ia pun menjelaskan ada buzzer politik yang positif, ada juga yang negatif atau sakit. "Dari cara kerjanya, mereka berlebihan. Dari pencitraan, cara adu domba. Jadi sensitif istilah cebong, kampret, kadrun, padahal jika dilihat di masyarakat, tidak segitu sengitnya," bebernya.
Bung Rif'an menambahkan bahwa cara kerja buzzer ini sangat massiv, dikendalikan oleh usernya. "Ini yang disayangkan," pungkasnya.[] Nita Savitri