Tinta Media - Coba kumpulkan semua tulisan opini Anda. Perhatikan paragraf pertamanya. Apakah gayanya itu-itu saja atau sudah beraneka? Bila masih menggunakan gaya yang sama, ada baiknya mulai tulisan berikutnya gunakan teknik penulisan 𝑙𝑒𝑎𝑑 (paragraf pertama) yang berbeda. Meski beragam, tujuan menulis teras (𝑙𝑒𝑎𝑑) tetap saja sama yakni: menarik minat pembaca untuk membaca paragraf berikutnya. Maka, kalimat yang ditulis harus tetap sederhana (mudah dipahami khalayak secara umum) dan mengandung kepentingan pembaca.
Berikut contoh kasus paragraf pertama yang berkebalikan dengan ketentuan di atas yang masuk ke meja kerja saya.
Dalam bahasa Arab, kata 𝑡𝑎𝑠’𝑖𝑟 berasal dari kata 𝑠𝑎’𝑎𝑟𝑎-𝑦𝑎𝑠’𝑎𝑟𝑢-𝑠𝑎’𝑟𝑎𝑛, yang arti secara bahasanya adalah menyalakan. Namun, secara etimologi 𝑎𝑡-𝑡𝑎𝑠’𝑖𝑟 yang seakar katanya dengan 𝑎𝑠-𝑖𝑟 artinya adalah penetapan harga. Adapun istilah 𝑎𝑠-𝑠𝑖’𝑟 digunakan di pasar untuk penyebutan bagi harga (di pasar), yaitu dianalogikan sebagai aktivitas menyalakan nilai (harga) bagi barang.
Siapa yang mau meneruskan membaca ke paragraf berikutnya setelah membaca paragraf pertama di atas? Kalau 𝑙𝑒𝑎𝑑 di atas diloloskan untuk dimuat media massa, saya yakin lebih banyak yang enggan membaca paragraf berikutnya. Bahkan sangat mungkin lebih banyak lagi yang tidak tertarik membaca paragraf pertama tersebut begitu membaca judulnya: 𝐴𝑡-𝑇𝑎𝑠’𝑖𝑖𝑟 𝐵𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑆𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖. Pasalnya judulnya juga tidak dipahami khalayak dan tidak mengandung kepentingan mereka secara umum.
Sama dengan pembahasan 𝑇𝑖𝑝𝑠 𝑀𝑒𝑚𝑏𝑢𝑎𝑡 𝐽𝑢𝑑𝑢𝑙 𝑂𝑝𝑖𝑛𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑛𝑎𝑟𝑖𝑘 (silakan klik: https://bit.ly/3QfOU8e) paragraf pertama juga harus dibuat sedemikian rupa agar memikat hati pembaca. Bila murni sekadar untuk dimuat media massa, baru baca paragraf pertama bahkan baru baca judulnya saja, naskah opini seperti itu biasanya sudah saya drop (berhenti membacanya/tidak dimuat). Namun karena untuk keperluan edukasi, maka saya baca hingga tuntas.
Saya melihat pesan yang ingin disampaikan penulis itu bagus. Kurang lebih seperti inilah pesannya:
(1) pematokan harga minyak goreng (migor) bukanlah solusi untuk mahalnya harga migor. Selain karena diharamkan Islam, ternyata secara faktual juga menimbulkan masalah baru. (2) Buktinya harganya meski sudah dipatok jadi Rp14 ribu rakyat tetap kesulitan mendapatkannya karena tetiba barangnya menjadi langka.
(3) Migor jadi langka karena ditimbun tengkulak kelas kakap sampai pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET). (4) Waktu produktif masyarakat banyak tersita sekadar untuk antre mendapatkan migor bahkan sampai ada yang mati gegera kelelahan mengantre. (5) Bermunculan migor merek baru murah (tetapi tetap di atas HET) yang sebenarnya hanyalah minyak curah yang sekadar diberi kemasan dan merek.
Contoh kasus di atas tentu saja mewakili naskah-naskah serupa yang masuk ke meja kerja saya, memiliki gagasan bagus namun kesulitan bagaimana menyajikannya terutama dalam penulisan judul dan paragraf pertama. Bila Anda termasuk salah satunya, ada baiknya membaca tips di bawah ini hingga tuntas.
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑟𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑠𝑎𝑛. Seperti namanya, teras ini berupa ringkasan, sehingga pembaca langsung tahu maksud dan tujuannya sejak di awal paragraf. Cocok ditulis bagi yang ingin menyampaikan pesan langsung pada pokok permasalahan. Jadi semua gagasan dalam naskah 𝐴𝑡-𝑇𝑎𝑠’𝑖𝑖𝑟 𝐵𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑆𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 (dari nomor 1 sampai 5 di atas) diperas diambil saripatinya lalu dituliskan di paragraf pertama. Contoh:
Sudahlah tidak menyelesaikan masalah, pematokan harga (𝑎𝑡-𝑡𝑎𝑠’𝑖𝑖𝑟) minyak goreng dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter malah menimbulkan masalah baru. Lebih parahnya lagi, dalam pandangan Islam ternyata pematokan harga migor itu hukumnya haram.
Paragraf kedua dan seterusnya baiknya berupa argumen dan rincian dari paragraf pertama. Sehingga pembaca menyetujui kesimpulan penulis di atas atau setidaknya mengetahui mengapa penulis berkesimpulan seperti itu.
𝐾𝑒𝑑𝑢𝑎, 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑟𝑐𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎. Menggambarkan satu adegan tertentu saja ---suatu kejadian pada waktu tertentu dengan mendeskripsikan orang dan set tempat tertentu secara detail. Cocok ditulis bagi yang ingin menyampaikan kronologis kejadian. Agar mendapatkan kesan dramatis tentu yang paling pas adalah merekonstruksi kejadian meninggalnya seorang ibu yang kekelahan karena antre migor (sesuai gagasan nomor 4).
Contoh:
Meski fisik sudah tak kuat, Rita Riyani (49 tahun) tetap saja memaksakan diri mengantre berjam-jam di sebuah pusat glosir di Kota Samarinda, Rabu (16/3/2022). Sudah dua hari dia keliling supermarket untuk mendapatkan minyak goreng namun selalu tidak kebagian. Makanya, ia tak mau melepaskan kesempatan ini sebelum migor dinyatakan habis. Namun, belumlah dirinya mendapatkan yang diidamkannya, tubuhnya ambruk. Ia pun dibawa ke rumah sakit. Dua hari kemudian meninggal. Dokter menyatakan kondisi yang membuatnya meregang nyawa lantaran pembuluh darahnya pecah akibat kelelahan.
Paragraf kedua baiknya menjelaskan bahwa antrean terjadi di berbagai tempat di berbagai kota dan korban nyawa bukan hanya kasus itu saja. Lalu paragraf berikutnya menjelaskan bahwa kelangkaan migor ini terjadi setelah diumumkannya HET, dan seterusnya sebagaimana pesan nomor 1 sampai 5 di atas.
𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎, 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑑𝑒𝑠𝑘𝑟𝑖𝑝𝑡𝑖𝑓. Sekilas mirip dengan bercerita. Tapi bagi yang jeli dapat menangkap perbedaannya. Bila bercerita terikat dengan satu adegan, sedangkan deskriptif tidak boleh terikat dengan satu adegan. Teras ini cocok bagi penulis yang ingin memberikan gambaran umum terkait subjek beritanya. Misalnya, memberikan gambaran umum terkait pesan nomor 4.
Contoh:
Antrean panjang agar dapat membeli minyak goreng terjadi di banyak kota dan kabupaten di Indonesia. Bahkan dalam beberapa kasus menimbulkan korban nyawa, di antaranya terjadi di Samarinda dan Berau.
Paragraf kedua baiknya menjelaskan bahwa kelangkaan migor ini terjadi setelah diumumkannya HET, dan seterusnya sebagaimana pesan nomor 1 sampai 5 di atas.
𝐾𝑒𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡, 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑎𝑛. Seperti namanya, teras ini dimulai dengan kalimat tanya. Lihat contoh yang dibubuhi tanda tanya (?). Tujuannya, untuk menyambungkan informasi yang akan disampaikan dengan informasi yang ada di benak pembaca. Misal informasi terkait pesan nomor 4 di atas.
Contoh:
Masih ingat kasus meninggalnya seorang ibu di Samarinda gegara kelelahan antre migor? Sebagaimana banyak diberitakan media massa, ibu tersebut memaksakan diri mengantre berjam-jam di sebuah pusat glosir di Kota Samarinda, Rabu (16/3/2022). Namun, belumlah dirinya mendapatkan yang diidamkannya, tubuhnya ambruk. Ia pun dibawa ke rumah sakit, dua hari kemudian dokter menyatakan si ibu tersebut meninggal karena pembuluh darah pecah akibat kelelahan.
Paragraf kedua baiknya menjelaskan bahwa antrean terjadi di berbagai tempat di berbagai kota dan korban nyawa bukan hanya kasus itu saja. Lalu paragraf berikutnya menjelaskan bahwa kelangkaan migor ini terjadi setelah diumumkannya HET, dan seterusnya sebagaimana pesan nomor 1 sampai 5 di atas.
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑚𝑎, 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑑𝑖𝑛𝑔. Dicirikan dengan menyebut (menuding) pembaca pada awal kalimat menggunakan kata ganti pembaca, misalnya: anda, kamu dan lain-lain. Tujuannya sama dengan teras pertanyaan. Bentuknya bisa kalimat seru atau juga kalimat tanya. Bedanya dalam teras pertanyaan tidak menyinggung kata ganti pembaca. Misalnya menuding terkait pesan nomor 4 di atas.
.l
Contoh:
Anda ikut antre juga enggak ketika minyak goreng langka? Kelangkaan terjadi sebenarnya bukan karena barangnya tidak ada tetapi para tengkulak kelas kakap menimbunnya lantaran mereka tak mau menjual migor sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
𝐾𝑒𝑒𝑛𝑎𝑚, 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑘𝑢𝑡𝑖𝑝𝑎𝑛. Dicirikan dengan mengutip pernyataan subjek tulisan yang dianggap menarik atau pun penting. Misal, dikutiplah kalimat yang dianggap menarik terkait poin nomor 4.
Contoh:
“Saya sangat kecewa karena hari ini sudah antre berjam-jam, minyak gorengnya tidak dapat. Kehabisan stoknya,” sesal Hartini yang mengantre untuk membeli migor di depan Indomaret Megang Kota Lubuklinggau, Senin (7/3/2022) sebagaimana diberitakan 𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎𝑚𝑜𝑛𝑖𝑡𝑜𝑟.𝑐𝑜𝑚.
Paragraf kedua baiknya menjelaskan bahwa antrean terjadi di berbagai tempat di berbagai kota dan bahkan dalam beberapa kasus sampai menimbulkan korban nyawa. Lalu paragraf berikutnya menjelaskan bahwa kelangkaan migor ini terjadi setelah diumumkannya HET, dan seterusnya sebagaimana pesan nomor 1 sampai 5 di atas.
𝐾𝑒𝑡𝑢𝑗𝑢ℎ, 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛. Kombinasi dari beberapa teras. Tujuannya untuk menyatukan kekuatan masing-masing teras yang disatukan. Misal, menggabungkan teras kutipan dan teras ringkasan.
Contoh:
“Selain 𝑑𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑐 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑜𝑏𝑙𝑖𝑔𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 (DMO) dan 𝑑𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑐 𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑜𝑏𝑙𝑖𝑔𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 (DPO), per tanggal 1 Februari 2022 kami juga akan memberlakukan penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng,” kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam konferensi pers, Kamis (27/1/2022). Kalimat tersebut seolah solusi atas mahalnya migor namun ternyata menimbulkan berbagai masalah baru. Lebih parahnya lagi, dalam pandangan Islam ternyata pematokan harga (HET/𝑎𝑡-𝑡𝑎𝑠’𝑖𝑖𝑟) migor itu hukumnya haram.
.
.
Paragraf kedua dan seterusnya baiknya berupa argumen dan rincian dari paragraf pertama. Sehingga pembaca menyetujui kesimpulan penulis di atas atau setidaknya mengetahui mengapa penulis berkesimpulan seperti itu.
Nah, itulah tujuh alternatif gaya yang dapat dipilih untuk dijadikan paragraf pertama.
Oh iya, si penulis naskah di atas memberikan argumen mengapa dirinya memilih judul dan paragraf pertama seperti itu. Menurutnya, "Agar pembaca penasaran apa itu 𝑎𝑡-𝑡𝑎𝑠’𝑖𝑖𝑟 lalu membaca paragraf pertama yang berisi penjelasan akar katanya."
Argumen tersebut tentu saja hanya berlaku bagi kelompok orang yang memiliki gambaran (walau sedikit) tentang istilah dalam sistem ekonomi Islam tersebut dan orang yang memiliki rasa penasaran yang tinggi, namun dapat dipastikan jumlah mereka tidaklah sebanyak kelompok pembaca lainnya yang tak memiliki informasi apa pun terkait istilah 𝑎𝑡-𝑡𝑎𝑠’𝑖𝑖𝑟 dan atau tidak memiliki rasa penasaran yang tinggi terkait hal yang tidak dimengertinya itu. Padahal kedua kelompok pembaca tersebut sama-sama berkepentingan dengan permasalahan kelangkaan migor.
Pertanyaannya, tulisan di kirim ke media massa itu tujuannya untuk dibaca kelompok pembaca yang sedikit atau kelompok pembaca yang banyak? Tentu saja kalau memungkinkan untuk dibaca kedua kelompok tersebut bukan? Agar dakwah lewat tulisan dapat sampai ke sebanyak-banyaknya pembaca. Benar enggak?[]
Depok, 12 Zulkaidah 1443 H | 11 Juni 2022 M
Joko Prasetyo
Jurnalis