Tinta Media - Direktorat Jenderal Imigrasi telah melakukan pencegahan untuk bepergian ke luar negeri atas nama Mardani H Maming atas permohonan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Kepala Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Achmad Nur Saleh, Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga mantan Bupati Tanah Bumbu itu berstatus tersangka saat dicegah. (20/6).
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Tsaquf atau Gus Yahya memastikan akan memberikan bantuan hukum kepada Bendumnya. Dalam waktu dekat, PBNU akan segera menggelar konferensi pers. (21/6).
Belum jelas status Tersangka Bendum PBNU ini terkait kasus apa. Namun pada 2 Juni lalu Mardani diperiksa KPK terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Dia diperiksa lantaran namanya disebut dalam sidang eks Kadis Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalsel.
Mardani yang juga kader PDIP disebut menerima suap Rp 89 M terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011. SK tersebut terkait dengan Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Namun, selain kasus korupsi bukan mustahil juga akan dilakukan penyidikan pada kasus TPPU nya. TPPU adalah tindak pidana pencucian uang yakni upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari BERBAGAI TINDAK PIDANA, SEPERTI: Korupsi, penyuapan, penyeelundupan, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak, wanita, dan anak, dan lainnya.
Pada kasus Maming, tindak pidana korupsi adalah tindak pidana asal (predicat crime). Yakni, dugaan suap yang diterimanya sebesar Rp89 miliar.
Dalam kasus TPPU, maka aliran duit Rp89 M ini akan ditelusuri sampai kemanapun. Dugaan korupsi terjadi pada tahun 2011, sehingga penelusuran duit pencucian itu dilakukan sejak tahun 2011 hingga saat ini tahun 2022 (bukan ditarik ke belakang).
Dalam UU TPPU dikenal istilah pelaku pasif, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pasal 5 menyatakan :
"(1) Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan, Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
"(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini."
Rujukannya, adalah pasal 2 ayat (1) yang merupakan tindak pidana asal (predicat crime) berupa hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, dan lainnya.
Jadi mulai saat ini, siapapun dan ormas apapun yang mendapatkan dana dari Mardani Maming pasca tahun 2011, yang tidak melaporkan sesuai dengan ketentuan UU, baik dengan cara menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan dana yang berasal dari Mardani Maming berpotensi terjerat kasus TPPU.
Siapapun yang menerima dana dari Mardani Maming, entah mendapatkannya dalam forum kongres partai, muktamar ormas, pemberian hadiah pertemanan, hajatan, dan sebab apapun, sepanjang uang yang diterima dari Mardani Maming adalah uang yang berasal dari korupsi, maka masuk kategori pencucian uang dan terancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). [].
https://t.me/ahmadkhozinudinchannel
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Umum KPAU