BANTAHAN UNTUK ROMLI ATMASASMITA ATAS TUDUHAN TERORIS BERBAU KHILAFAH - Tinta Media

Rabu, 08 Juni 2022

BANTAHAN UNTUK ROMLI ATMASASMITA ATAS TUDUHAN TERORIS BERBAU KHILAFAH


Tinta Media - "Merujuk pada uraian tersebut dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, dan ketentuan KUHP. Tidak ada alasan apa pun bagi pemerintah, khususnya aparatur Densus 88 untuk tidak melakukan tindakan hukum terhadap kegiatan terorisme, termasuk tidak terbatas pada kegiatan apapun yang berbau khilafah."

*[Romli Atmasasmita, dalam artikel dengan judul 'Menyikapi Gerakan Khilafah dan Radikalisme di Indonesia']*


Penulis tidak terlalu aneh dengan pandangan seorang Romli Atmasasmita yang begitu tendensius terhadap ajaran Islam Khilafah. Romli adalah tokoh dibalik Perppu Ormas yang mencangkokan sejumlah tambahan norma pidana dalam UU Ormas yang pada tahun 2017 yang lalu digunakam untuk mencabut BHP HTI.

Entah, apa soal ajaran Islam Khilafah terhadap Romli sehingga dia begitu bersemangat untuk melakukan penalisasi pada ide Khilafah. Padahal, Khilafah tidak pernah punya masalah dan tidak pernah berurusan dengannya.

Kalau Romli marah kepada KPK sebagaimana OC Kaligis yang juga marah, karena KPK pernah memenjarakannya, masih bisa dimengerti. Namun, kepada Khilafah, apa salah Khilafah ?

Dalam artikel yang diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Selasa, 07 Juni 2022, Romli Atmasasmita menulis artikel dengan judul "Menyikapi Gerakan Khilafah dan Radikalisme di Indonesia".

Dalam kalimat penutup yang merupakan simpulan, secara lancang Romli melakukan intensifikasi sekaligus melakukan ekstensifikasi cakupan norma terorisme, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, hingga unsurnya menjangkau ajaran Islam Khilafah.

Romli menjadikan peristiwa konvoi motor yang hanya segelintir orang, membawa poster Khilafah sebagai titik awal pembahasan. Menarik ke sejumlah sel terorisme, gerakan terorisme, NII, ISIS, hingga soal Perppu Ormas dan pencabutan BHP HTI. Romli berusaha menarik putusan adminstratif Pengadilan Tata Usaha Negara yang mencabut BHP HTI dan 
Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, *sebagai jembatan penghubung terorisme dan Khilafah, dengan menambahkan bumbu sejumlah pasal makar dalam KUHP.*

Terkait upaya Romli yang memaksa menghubungkan Putusan PTUN Jakarta dan UU Ormas dengan narasi kejahatan Terorisme, termasuk penulis juga ingin menegaskan hubungannya dengan putusan MK yang menolak Yudisial Review UU Ormas, perlu kembali ditegaskan hal-hal sebagai berikut :

*Pertama,* Putusan PTUN Jakarta adalah putusan sengketa administratif, bukan peradilan pidana. Majelis Hakim PTUN Jakarta memang telah memutus Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara yang diajukan Ormas Islam HTI, dimana Pengadilan menolak gugatan HTI melalui putusan 211/G/2017/PTUN.JKT. Pengadilan menguatkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN/beshicking) yang dikeluarkan Pemerintah.

Selanjutnya, Majelis tingkat Banding dan Kasasi menguatkan amar  putusan PTUN Jakarta melalui putusan Kasasi  Nomor    27K/TUN/2019   tanggal  14    Februari  2019.

Namun perlu untuk diketahui bahwa Objek Sengketa A Quo adalah sengketa Administratif berupa Gugatan Pembatalan Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum  Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017.

Selanjutnya, amar putusan Majelis Hakim hanya menolak Gugatan HTI dan menguatkan KTUN objek sengketa berupa Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum  Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017.

*Tidak ada satupun pertimbangan atau amar putusan yang menyatakan HTI sebagai Organisasi Massa Terlarang atau setidaknya menyatakan Khilafah sebagai ajaran terlarang.*

Oleh dan karenanya, berdasarkan asas legalitas seluruh umat Islam memiliki hak konstitusional untuk menjalankan aktivitas dakwah dan menyebarkan ajaran Islam Khilafah. Karena Khilafah tidak pernah dinyatakan terlarang.

*Kedua,* Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XVI/2018 yang menolak permohonan pembatalan UU Ormas (UU No 16/2017 Tentang Penetapan Perppu No 2/2017 tentang Perubahan UU No 17/2013 tentang Ormas menjadi UU), *didalamnya juga tidak ada satupun pertimbangan dan/atau amar putusan yang menyatakan Khilafah sebagai Ajaran terlarang.*

Kembali, berdasarkan asas legalitas seluruh umat Islam memiliki hak konstitusional untuk menjalankan aktivitas dakwah dan menyebarkan ajaran Islam Khilafah. Karena Khilafah tidak pernah dinyatakan terlarang.

*Ketiga,* dasar konstitusi yang menjadi basis hak konstitusional untuk mendakwahkan ajaran Islam Khilafah adalah ketentuan pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan :

_(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa._

_(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu._

*Sepanjang Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, maka setiap ajaran tuhan yang termanifestasi dalam ajaran agama, termasuk ajaran Islam Khilafah tidak boleh dilarang.* Kecuali, Indonesia mendeklarasikan diri sebagai Negara komunis yang menganggap agama adalah candu bagi  kehidupan.

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. *Menjalankan kewajiban mendakwahkan ajaran Islam Khilafah adalah ibadat bagi umat Islam, dimana yang menjalankan mendapat pahala dan yang meninggalkan mendapatkan dosa.*

Karena itu, Dakwah Khilafah tidak dapat dilarang. *Kecuali, Indonesia mendeklarasikan diri sebagai Negara komunis yang menganggap agama adalah candu bagi  kehidupan.*

*Keempat,* Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan jihad dan Khilafah adalah ajaran Islam. MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam.

Karena itu, *MUI merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.*

Satu hal yang diharamkan dalam hukum pidana adalah melakukan analogi. Sayangnya, Romli melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi makna terorisme agar menjangkau ajaran Islam Khilafah melalui penalaran yang bersifat analogi.

Kalau tak ada pasal yang melarang Khilafah, kenapa dipaksakan ? Kalau tak bisa mempidana Khilafah, kenapa begitu ngotot dan bersemangat ? Sedangkan urusan LGBT yang jelas merusak moral bangsa, Romli tak pernah mengeluarkan satupun ulasan secara pidana, bagaimana bisa menjangkau dan mempidana pelaku LGBT. [].
.
Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh: Ahmad Khozinudin 
Advokat, Ketua Umum KPAU 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :