ANIES, ANDHIKA, GANJAR, STRATEGI POLITIK KUDA TUNGGANGAN NASDEM ? - Tinta Media

Senin, 20 Juni 2022

ANIES, ANDHIKA, GANJAR, STRATEGI POLITIK KUDA TUNGGANGAN NASDEM ?


Tinta Media - Partai NasDem akhirnya mengumumkan tiga nama calon presiden rekomendasi yang akan diusung bersama mitra koalisi di Pilpres 2024. Tiga nama tersebut adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Panglima TNI Andika Perkasa.

Surya Paloh selaku Ketua Umum cukup cerdik membaca dinamika politik yang ada. Manuver yang ditempuh Nasdem ini tentu untuk dan demi kepentingan Nasdem sendiri, bukan untuk nama-nama yang diusung.

Dalam konteks tujuan politik yang hendak diraih Nasdem dengan mengumumkan nama rekomendasi calon sejak dini ini, padahal Pemilu baru akan dilaksanakan pada bulan februari 2024, dapat dibaca dalam beberapa motif politik sebagai berikut :

Pertama, Nasdem ingin menaikan elektabilitas partai dengan menumpang elektabilitas rekomendasi capres yang diusung. Anies, Andhika dan Ganjar memiliki latar belakang dan ceruk pasar pemilih yang berbeda.

Anies didominasi pemilih dari kelompok Islam - Arab, Andhika dari golongan dengan latar belakang militer dan Ganjar dari basis pemilih nasionalis berbasis jawa dan abangan.

Dengan mengusung ketiga nama ini, Nasdem berharap dapat menaikan elektabilitas di tiga segmen pemilih : Basis Islam, Militer, dan Nasionalis - Abangan.

Ini adalah cara paling rasional dan masuk akal, sekaligus manuver yang tahu diri, ketimbang Nasdem mencalonkan kader internal partai. Jadi persoalannya bukan karena suara Nasdem belum cukup atau tidak lolos PT sehingga mengusung kader non partai, melainkan karena tidak ada kader partai Nasdem yang bisa dijual untuk menaikan elektabilitas partai.

Misalnya saja, Nasdem memaksakan Surya Paloh, posisi Surya Paloh sebagai Capres Nasdem bukannya meningkatkan elektabilitas partai justru sebaliknya akan menggerus suara partai. Surya tidak cukup laku untuk dijual sebagai figur capres.

Dengan mengusung tiga nama rekomendasi Capres, Nasdem akan mudah melakukan komunikasi politik untuk menaikan elektabilitas partai. Misalnya dengan jargon : ANIES PRESIDENNYA, NASDEM PARTAINYA. Kemudian, Nasdem dapat memasang iklan baliho besar dengan gambar Anies dan Surya Paloh.

Kalau capresnya Surya Paloh, jualan jargon :  SURYA PALOH PRESIDENNYA, NASDEM PARTAINYA diyakini tidak akan laku. Alih-alih menaikan elektabilitas, justru sebaliknya dapat menggerus suara Nasdem.

Nasdem juga butuh figur Capres untuk mengalihkan perhatian publik pada sejumlah kasus korupsi yang menimpa kader Nasdem. Mengajak berkomunikasi soal capres, termasuk strategi jitu untuk mengalihkan perhatian publik pada kritik terhadap Nasdem.

Kedua, Nasdem paham suaranya yang hanya 9,05 persen, tidak memadai untuk maju Capres sendirian. PT 20 % mewajibkan Nasdem untuk berkoalisi dengan partai lainnya agar bisa mengusung capres.

Karena itu, pengumuman rekomendasi tiga nama capres ini ibarat menaruh telur investasi politik dalam tiga keranjang. Nasdem yakin, salah satu dari tiga nama ini (Anies, Andhika dan Ganjar) pasti akan diusung juga oleh partai lainnya.

Karena itu, sikap politik Nasdem yang lebih dahulu mengusung tiga nama ini adalah cara untuk memperoleh posisi tawar tinggi terhadap partai lainnya, jika nantinya mengusung calon nama yang sama.

Nasdem juga tidak merasa malu gabung dengan koalisi partai lainnya, dengan dalih memiliki visi sama yakni mengusung nama calon yang sama. Nasdem juga bisa 'pasang tarif tinggi' kepada mitra koalisi, dengan modal sebagai partai pertama yang mengusung tiga nama ini.

Karena itulah NasDem dengan bangga menyatakan tidak merasa ditinggal oleh Demokrat, PKB dan PKS yang mau segera mengumumkan koalisi untuk menghadapi Pilpres 2024.

Ketua DPP NasDem Willy Aditya mengatakan partainya justru bakal memiliki sosok capres yang dibutuhkan partai lain. Capres NasDem akan ditentukan dalam Rakernas hari ini.

"Nasdem enggak merasa ditinggalkan, toh episentrumnya capres, dan hari ini kami men-declare capres," kata Willy di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (17/6), sesaat sebelum akhirnya mengumumkan Anies, Andhika dan Ganjar sebagai capres rekomendasi Nasdem.

Pengumuman Capres sejak dini, dijadikan kartu AS bagi Nasdem untuk bernegosiasi dengan partai politik manapun yang baru belakangan mengumumkan rekomendasi nama capres. Jadi, partai apapun yang mengusung capres diantara tiga nama : Anies, Andhika dan Ganjar, wajib menerima nasdem untuk bergabung.

Nasdem merasa memiliki legitimasi untuk ikut bergabung sebagai mitra koalisi, karena merasa yang pertama kali mengusung tiga nama ini.

Ketiga, Nasdem masih memiliki mekanisme untuk memilih salah satu atau tidak memilih ketiga nama yang direkomendasikan. Karena tiga nama ini belum fix, akan diseleksi lebih lanjut.

Menurut Surya Paloh, tiga nama yang terjaring dari aspirasi kader Nasdem dan menjadi pilihan Rakernas ini, meskipun memiliki urutan tetapi secara kualifikasi mempunyai nilai yang sama. 

Selanjutnya, ketiga nama ini akan dibahas lagi untuk memunculkan satu nama capres dari Nasdem. 

"Insya Allah kita akan tetapkan satu, waktu dan tempatnya kita cari bulan baik," begitu, ungkapnya.

Itu artinya, bisa saja hanya tersisa Anies, Ganjar atau Andhika. Strategi pengumuman ini tidak membatalkan wewenang nasdem untuk memilih salah satunya.

Bahkan jika ketiganya tidak jadi diusung, Nasdem masih memiliki mekanisme untuk membatalkan pengumuman rekomendasi capres dari munas melalui Munas yang baru.

Keempat, munculnya nama Anies dan Ganjar dalam Munas Nasdem ini mengkonfirmasi pernyataan Ketua Projo Budi Arie Setiadji yang sebelumnya membocorkan informasi Surya Paloh telah menyetorkan nama Ganjar dan Anies kepada Jokowi. Sehingga, Munas Nasdem ini hanya dijadikan sarana legitimasi partai, seolah nama yang direkomendasikan berasal dari suara kader.

Alhasil, capres yang direkomendasikan Nasdem tidak lepas dari kepentingan Jokowi, kepentingan oligarki, dan kepentingan melanggengkan kekuasaan mereka. Nasdem merasakan betul betapa legitnya kue kekuasaan, sehingga meskipun tidak menjadi Presiden, Nasdem tidak mau kehilangan jatah menteri yang tentu saja akan memudahkan kerja roda-roda partai agar dapat terus berputar dan menggelinding.

Selama ini Nasdem termasuk piawai dalam bernegosiasi politik dengan sejumlah partai, termasuk dengan PDIP. Nasdem termasuk mendapatkan deviden posisi menteri yang sangat layak melebihi proporsional ketimbang perolehan posisi menteri PDIP. []

Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :