Tinta Media - Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna menegaskan bahwa ‘hubbul wathan minal iman’ bukan hadits qauli Nabi SAW.
"Hubbul wathan minal iman, bukan hadits qauli Nabi SAW. Insya Allah semua yang melek literasi pasti paham,” ungkapnya di kanal akun telegramnya, Selasa (21/6/2022).
Menurutnya, para ulama di negeri ini juga tidak ada yang menyandarkan ungkapan tersebut pada ucapan Nabi SAW.
Meski demikian, Ajengan Yuana tidak menganggap ungkapan itu salah. “Bisa dikatakan ia merupakan saripati pembacaan atas sirah Nabawiyyah dimana Nabi SAW. mencintai Makkah,” jelasnya.
“Saya termasuk yang berani katakan ‘hubbul wathan minal iman’ adalah hadits fi'li Nabi SAW. Terlebih lagi cinta tanah air bisa dikategorikan fitrah manusia yang tumbuh begitu saja. Kecintaannya pada Makkah diwujudkan dengan Fath Makkah dan menjadikannya bagian dari Daulah Islam di Madinah,” bebernya.
Meski demikian, lanjutnya, harus dibedakan antara kecintaan pada tanah air yang merupakan fitrah, dengan paham wathaniyyah (nasionalisme) yang merupakan paham yang menempatkan kebangsaan di atas segalanya. “Wathaniyyah inilah yang harus dikritik karena merupakan ikatan yang rapuh. Ikatan yang kokoh bagi kaum muslim adalah ikatan mabda Islam,” ingatnya.
“Bahkan secara praktik sering kali ‘hubbul wathan’ gunakan untuk menolak penerapan syari'at Islam, digunakan sebagai ‘dalil’ penerimaan atas sekularisme, dan jadi tempat berlindung dari ketidakmampuan menahan cengkraman penjajahan politik, hukum, ekonomi, dan budaya yang mencederai tanah air yang dicintai,” sesalnya menutup penuturan.[] Irianti Aminatun
Menurutnya, para ulama di negeri ini juga tidak ada yang menyandarkan ungkapan tersebut pada ucapan Nabi SAW.
Meski demikian, Ajengan Yuana tidak menganggap ungkapan itu salah. “Bisa dikatakan ia merupakan saripati pembacaan atas sirah Nabawiyyah dimana Nabi SAW. mencintai Makkah,” jelasnya.
“Saya termasuk yang berani katakan ‘hubbul wathan minal iman’ adalah hadits fi'li Nabi SAW. Terlebih lagi cinta tanah air bisa dikategorikan fitrah manusia yang tumbuh begitu saja. Kecintaannya pada Makkah diwujudkan dengan Fath Makkah dan menjadikannya bagian dari Daulah Islam di Madinah,” bebernya.
Meski demikian, lanjutnya, harus dibedakan antara kecintaan pada tanah air yang merupakan fitrah, dengan paham wathaniyyah (nasionalisme) yang merupakan paham yang menempatkan kebangsaan di atas segalanya. “Wathaniyyah inilah yang harus dikritik karena merupakan ikatan yang rapuh. Ikatan yang kokoh bagi kaum muslim adalah ikatan mabda Islam,” ingatnya.
“Bahkan secara praktik sering kali ‘hubbul wathan’ gunakan untuk menolak penerapan syari'at Islam, digunakan sebagai ‘dalil’ penerimaan atas sekularisme, dan jadi tempat berlindung dari ketidakmampuan menahan cengkraman penjajahan politik, hukum, ekonomi, dan budaya yang mencederai tanah air yang dicintai,” sesalnya menutup penuturan.[] Irianti Aminatun