Pierre Suteki
Tempo.co Jakarta 30 Mei 2022 memuat berita tentang Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar yang mengatakan bahwa ada modus baru radikalisme di kampus berupa propaganda, yaitu penyebarluasan informasi terkait kegiatan maupun rekrutmen kelompok radikal. “Modus baru itu misalnya propaganda ISIS. Ini melibatkan kalau ada di kampus seperti yang di Universitas Brawijaya seperti menjadi kepanjangan tangan penyebarluasan informasi berkaitan dengan kegiatan mereka dan termasuk kegiatan rekrutmen. Mem-posting konten-konten,” kata Boy Rafli kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja bersama Komisi III di Gedung DPR, Senin, 30 Mei 2022.
Boy Rafli menyampaikan kelompok radikal seperti ISIS memerlukan media untuk menyebarkan misi-misi kelompoknya. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran pihaknya karena bisa berujung pada pelanggaran hukum. “Istilahnya itu, didukung oleh user-user individu yang menjadi suatu pelanggaran hukum. Melakukan posting ulang, menulis narasi-narasi mulai dari luar negeri pada unsur-unsur dalam negeri masuk kepada mereka yang kemudian mereka sebar ke teman-temannya. Ini menjadi potensi tumbuhnya radikalisasi di lingkungan dia (kampus). Itu yang kita tidak mau,” katanya.
Atas berita adanya modus baru radikalisme kampus yang ‘memposting konten-konten’ tersebut saya merasa aneh dan prihatin ketika kampus menjadi sasaran terhadap TUDUHAN adanya GERAKAN RADIKALISME karena memang TUGAS KAMPUS itu MEROHANIKAN ILMU. Yakni pencarian terhadap HAKIKAT ILMU. Kampus itu bukan LEMBAGA PELATIHAN KERJA (LPK). Nah, ketika yang hendak dicari itu the truth and justice, maka KARAKTER PENCARIANNYA dipastikan RADIKAL, yakni cara berpikir yg MENGAKAR, MENDASAR dan KOMPREHENSIF, MENYELURUH dan bukan SEPOTONG-POTONG atau GRADUAL.
Pernyataan Boy Rafli juga tidak jelas tentang "memposting konten-konten". Konten apa? Apakah konten yang dimaksud itu sudah ditetapkan oleh hukum sebagai bentuk PELANGGARAN HUKUM atau TINDAK KEJAHATAN (DELIK)? Hal ini harus clear dulu sehingga ada kepastian hukumnya. Jika tidak, APH akan ngawur bertindak terhadap sesuatu konten yang OBSCURE (kabur) dan LENTUR (tidak pasti). Narasi itu akan menggiring tindakan yang semena-mena, SSK (Suka Suka Kami) terhadap orang atau kelompok orang yang DICURIGAI memposting konten-konten yang dianggap RADIKAL oleh BNPT.
Saya juga tidak setuju dengan narasi BNPT yang menyatakan bahwa radikalisme mengarah pada terorisme. Radikalisme itu nomenklatur yang lebih bermuatan politis dibandingkan muatan hukum yang tadi saya katakan obscure dan lentur. Narasi "mengarah" itu juga narasi yang ambigu, dan kabur yang kemudian menimbulkan kecurigaan dan ketakutan luar biasa bahkan bersifat irrasional yg disebut POBHIA. Untuk mengatakan bahwa radikalisme itu mengarah pada terorisme harus dilakukan pembuktian melalui penelitian yg INDEPENDENT, apakah betul SEMUA RADIKALIS itu sekarang TELAH dan pasti akan MENJADI TERORIS. Taruhlah begini, sekarang ada RATUSAN NAMA yang terdaftar sebagai PENCERAMAH RADIKAL termasuk saya. Silahkan diteliti, apakah saya telah menjadi TERORIS atau telah terbukti orang lain yang menjadi TERORIS karena RADIKALIS? Berapa persen? Apakah satu orang itu bisa dianggap MEWAKILI? Apakah itu ILMIAH? Ini bangsa apa? Bangsa PRIMITIF atau bangsa yang sudah maju dengan penggunaan ratio yang proporsional?
Agar soal radikalisme tidak menjadi hantu, kita kiranya perlu mendudukan radikalisme dan terorisme secara proporsional. Mengingat terorisme faktanya juga ada. Yang harus dikerjakan sekarang adalah merumuskan dulu tentang RADIKALISME dan TERORISME yang selama ini terkesan dimaknai secara OBSCURE dan LENTUR. Meskipun kita sudah mempunyai UU TERORISME, masih juga ada banyak yang menilai perumusan delik terorisme juga masih terlalu kabur, obscure dan lentur sehingga menyasar seluruh tindakan-tindakan yang dianggap "MENGARAH" saja (contohnya RADIKALISME) telah DIANGGAP sebagai tindakan yang masuk dalam JARING DELIK TERORISME.
Saya kira ini tindakan yang gegabah, tidak cermat dan selelu berpotensi membuat KEGADUHAN di tengah masyarakat. Mestinya BNPT dan BIN itu tidak terus memproduksi narasi-narasi yang justru menimbulkan kegaduhan dan ketakutan dalam masyarakat. Kerjanya itu SENYAP tetapi benar-benar mampu menciptakan order (ketertiban dan keamanan) dan menanggulangi TERORISME atau TINDAKAN MAKAR terhadap IDEOLIGI, dan atau PEMERINTAH. Bukan teriak RADIKAL RADIKUL terhadap semua pihak yang dianggap mengkritisi dan berseberangan dengan rezim yang berkuasa.
Saya sebagai dosen kampus, ada 4 hal yang perlu saya sampaikan kepada para mahasiswa:
Pertama, semua muslim saya minta tetap istiqomah terhadap ajaran islam yang sudah pasti sbg perintah alloh dan rasul-Nya serta ijtihad para ulama, bukan umala. Termasuk mahasiswa muslim tidak boleh gentar menghadapi segala rintangan untuk menjalankan ajaran Islam dan mendakwahkannya. Itu semua perintah Alloh. Hanya yang perlu dicatat adalah strategi yang tepat untuk berdakwah dan menjalankan syariat tersebut dengan mengenal medan dakwah dan batas demarkasi dakwah. Semua perjuangan mempunyai risiko itu benar, namun strategi perjuangan juga harus ada. Strategi dakwah mana yang sesuai? Tentu kita harus meniru stategi dakwah rasululloh, yakni menyampaikan kebenaran (speak up) walaupun pahit. Qulil haq walau kanaa muron!
Kedua, kemudian yang perlu dilakukan mahasiswa adalah harus mampu mendeteksi secara dini atas gerakan yang TERINDIKASI TERORISME. Semua mahasiswa MUSLIM harus ANTITERORISME karena Islam tidak mengajarkan umat untuk melakukan kegiatan TEROR.
Ketiga, mahasiswa tetap harus menjalin dengan pihak kampus tanpa harus alergi dengan organisasi ekstra kampus. Yang penting mengetahui secara persis "JENIS KELAMIN" organisasi tersebut. Jangan mudah terprovokasi dengan kegiatan TERORISME.
Akhirnya perlu saya sampaikan bahwa sebagai KOMUNUTAS ILMUWAN, mahasiswa menjadi RADIKAL itu WAJIB, namun menjadi TERORIS itu jangan. Radikalisme ( peyoratif) di kampus itu hanya sebuah propaganda yang patut diduga bertujuan untuk MEMBERANGUS KEMERDEKAAN BERSERIKAT, BERKUMPUL DAN MENYATAKAN PENDAPAT civitas akademika dan bukanlah sebuah realita. Tetaplah RADIKAL: RAMAH TERDIDIK DAN BERAKAL.
Tabik...!!!
Semarang, Rabu: 1 Juni 2022