Tinta Media - Terkait pencegahan Ustaz Abdul Shomad oleh pihak imigrasi Singapura, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum, menyampaikan bahwa pihak imigrasi Singapura harus memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
"Saya kira pihak Imigrasi Singapura harus memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum tentang mengapa UAS dicegah masuk ke Singapura," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (18/05/2022).
Menurutnya, sesuai dengan UU Keimigrasian, harus jelas alasan mencegah seseorang masuk. Kalau di Indonesia ketentuannya ada di Pasal 75 ayat (1). Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.
"Kini alasan 'cekal' terhadap UAS sudah terang bahwa sebagaimana Dikutip dari Sindonews.com 17 Mei 2022, MHA (Kemendagri Singapura) dengan tegas menyatakan, “Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi ‘syahid', kutipnya.
"Apakah pernyataan ini fair? Bagaimana sikap Singapura terhadap kekerasan yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina?" cecarnya
Saya prihatin juga, lanjutnya, karena sesama negara ASEAN terkesan Singapura tidak familiar dengan seorang ustaz yang telah dikenal baik di Indonesia maupun di ASEAN, khususnya di Malaysia dan Brunei Darussalam. Terkesan Singapura justru tertinggal dengan perkembangan dunia yang sudah memiliki program anti islamofobia, baik oleh AS dedengkot islamofobia maupun PBB. "Hal ini sungguh ironis," sesalnya.
Menurutnya, di Indonesia kejelasan alasan cekal atau deportasi diatur dalam Pasal 76 yang menyebutkan bahwa Keputusan mengenai Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan secara tertulis dan harus disertai dengan alasan.
Ia memandang bahwa sekarang era keterbukaan informasi, HAM, Demokrasi, juga era perang terhadap islmofobia sebagaimana ditetapkan PBB tanggal 15 Maret 2022 sebagai hari Anti Islamofobia.
"Kenapa justru Singapura MEMBUTAKAN DIRI terhadap fakta dunia yang sudah berubah," herannya.
Ia menilai, jelas tindakan Singapura adalah unfairness, tidak adil dan bisa diskriminatif. Dan tindakan pihak imigrasi Singapura dapat disebut sebagai Islamofobia.
"Sebenarnya, seorang warga negara yang dikenai hukuman administratif keimigrasian dapat mengajukan keberatan. Di Indonesia hal ini diatur dalam Pasal 77 UU Keimigrasian. Pasal 77. menyatakan bahwa:
(1) Orang Asing yang dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian dapat mengajukan keberatan kepada
Menteri.
(2) Menteri dapat mengabulkan atau menolak keberatan yang diajukan Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Keputusan Menteri.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.
(4) Pengajuan keberatan yang diajukan oleh Orang Asing tidak menunda pelaksanaan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap yang bersangkutan," kutipnya.
"Saya prihatin dengan nasib UAS karena sungguh malang. Ia sempat ditahan di ruangan mirip penjara di Imigrasi Singapura pada 16 Mei. Sempat menunggu, UAS akhirnya harus CEGAH MASUK bukan dideportasi dari Singapura tanpa penjelasan resmi terkait alasan pencegahan masuk.
Mereka pegawai imigrasi tak bisa menjelaskan alasannya," sesalnya.
Dan ternyata, pernyataan resmi MHA Singapura menunjukkan cekal disebabkan oleh karena UAS dinilai sebagai seorang radikal, pemecahbelah, ekstremis, anti-multikultural, segregatif dan lain-lain.
Ia menjelaskan, dalam konteks ASEAN Community yang hubungan erat antarwarga, penolakan terhadap kehadiran UAS dapat menimbulkan tanda tanya dalam hubungan baik antar-etnik Melayu dan Islam di Asia Tenggara. Ada apa sebenarnya, sesama anggota ASEAN namun tidak ramah terhadap warganya bahkan mencegah masuk negara dengan alasan yang dapat dikategorikan sebagai Islamofobia sementara dunia telah berubah menyikapi stigma-stigma negatif terhadap Islam.
"Namun, mengapa Singapura justru bertindak terhadap seorang muslim dengan sikap Islamofobia, bukan hanya terhadap UAS tetapi terhadap anggota keluarga dan teman UAS lainnya. Unfair," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka
"Saya kira pihak Imigrasi Singapura harus memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum tentang mengapa UAS dicegah masuk ke Singapura," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (18/05/2022).
Menurutnya, sesuai dengan UU Keimigrasian, harus jelas alasan mencegah seseorang masuk. Kalau di Indonesia ketentuannya ada di Pasal 75 ayat (1). Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.
"Kini alasan 'cekal' terhadap UAS sudah terang bahwa sebagaimana Dikutip dari Sindonews.com 17 Mei 2022, MHA (Kemendagri Singapura) dengan tegas menyatakan, “Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi ‘syahid', kutipnya.
"Apakah pernyataan ini fair? Bagaimana sikap Singapura terhadap kekerasan yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina?" cecarnya
Saya prihatin juga, lanjutnya, karena sesama negara ASEAN terkesan Singapura tidak familiar dengan seorang ustaz yang telah dikenal baik di Indonesia maupun di ASEAN, khususnya di Malaysia dan Brunei Darussalam. Terkesan Singapura justru tertinggal dengan perkembangan dunia yang sudah memiliki program anti islamofobia, baik oleh AS dedengkot islamofobia maupun PBB. "Hal ini sungguh ironis," sesalnya.
Menurutnya, di Indonesia kejelasan alasan cekal atau deportasi diatur dalam Pasal 76 yang menyebutkan bahwa Keputusan mengenai Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan secara tertulis dan harus disertai dengan alasan.
Ia memandang bahwa sekarang era keterbukaan informasi, HAM, Demokrasi, juga era perang terhadap islmofobia sebagaimana ditetapkan PBB tanggal 15 Maret 2022 sebagai hari Anti Islamofobia.
"Kenapa justru Singapura MEMBUTAKAN DIRI terhadap fakta dunia yang sudah berubah," herannya.
Ia menilai, jelas tindakan Singapura adalah unfairness, tidak adil dan bisa diskriminatif. Dan tindakan pihak imigrasi Singapura dapat disebut sebagai Islamofobia.
"Sebenarnya, seorang warga negara yang dikenai hukuman administratif keimigrasian dapat mengajukan keberatan. Di Indonesia hal ini diatur dalam Pasal 77 UU Keimigrasian. Pasal 77. menyatakan bahwa:
(1) Orang Asing yang dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian dapat mengajukan keberatan kepada
Menteri.
(2) Menteri dapat mengabulkan atau menolak keberatan yang diajukan Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Keputusan Menteri.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.
(4) Pengajuan keberatan yang diajukan oleh Orang Asing tidak menunda pelaksanaan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap yang bersangkutan," kutipnya.
"Saya prihatin dengan nasib UAS karena sungguh malang. Ia sempat ditahan di ruangan mirip penjara di Imigrasi Singapura pada 16 Mei. Sempat menunggu, UAS akhirnya harus CEGAH MASUK bukan dideportasi dari Singapura tanpa penjelasan resmi terkait alasan pencegahan masuk.
Mereka pegawai imigrasi tak bisa menjelaskan alasannya," sesalnya.
Dan ternyata, pernyataan resmi MHA Singapura menunjukkan cekal disebabkan oleh karena UAS dinilai sebagai seorang radikal, pemecahbelah, ekstremis, anti-multikultural, segregatif dan lain-lain.
Ia menjelaskan, dalam konteks ASEAN Community yang hubungan erat antarwarga, penolakan terhadap kehadiran UAS dapat menimbulkan tanda tanya dalam hubungan baik antar-etnik Melayu dan Islam di Asia Tenggara. Ada apa sebenarnya, sesama anggota ASEAN namun tidak ramah terhadap warganya bahkan mencegah masuk negara dengan alasan yang dapat dikategorikan sebagai Islamofobia sementara dunia telah berubah menyikapi stigma-stigma negatif terhadap Islam.
"Namun, mengapa Singapura justru bertindak terhadap seorang muslim dengan sikap Islamofobia, bukan hanya terhadap UAS tetapi terhadap anggota keluarga dan teman UAS lainnya. Unfair," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka