Tinta Media - Salah satu cara agar anak mendapat pendidikan agama dengan intensif dan baik adalah dengan memasukannya ke pondok pesantren. Namun, tak sedikit anak yang tak betah ketika mondok. Berikut beberapa tips yang harus dilakukan orang tua, agar anak betah. Semoga cocok untuk Anda dan si buah hati.
Pertama, tumbuhkan kesadaran pada anak mengapa dirinya masuk pesantren. Jauh hari sebelum hari H, bahkan satu dua tahun sebelum anak dimasukan ke pesantren, tumbuhkanlah kesadaran kepada anak mengapa dirinya harus masuk pesantren. Sehingga anak sadar, bahwa pesantren adalah pilihan yang tepat untuk memperdalam agama secara intensif dan baik. Masuk ponpes bukan untuk liburan atau berleha-leha. Jadi, tidak timbul perasaan yang tidak-tidak pada diri anak, seperti merasa dibuang atau dikucilkan oleh keluarga serta siap mental dengan fasilitas yang minim.
Kedua, orang tua harus benar-benar merelakan anaknya mondok dan jauh dari orang tua. Sehingga saat hari H melepas anak masuk pesantren, yang terlihat adalah wajah ceria dan senyuman orang tua. Insyaallah, anak akan lebih cepat betah di pondok. Sebaliknya, rasa berat hati yang tercermin dari raut muka dan air mata orang tua saat perpisahan itulah yang membuat anak jadi tidak betah. Karena wajah terakhir saat perpisahanlah yang akan terus terbayang di benak anak sampai akhirnya berjumpa kembali.
Ketiga, semangati dan berikanlah hikmah setiap masalah yang dicurhatkan anak. Bulan-bulan awal bahkan setahun pertama, anak tentu saja akan merasa berat tinggal di pesantren karena aturan dan kebiasaan yang berbeda 180 derajat dengan di rumah. Maka, setiap menengok atau ada kesempatan berkomunikasi, semangatilah terus agar anak tetap betah. Dan berilah hikmah setiap masalah yang dicurhatkan anak.
Misal, dengan kebiasaan cuci baju sendiri, bangun jam 3 pagi, jadwal makan yang ketat sekali, dan berbagai keprihatinan lain yang dirasakan anak, sampaikanlah bahwa itu semua merupakan tempaan agar mental sang anak jadi kuat dan bisa hidup mandiri. Mental yang kuat dan hidup mandiri itu sangat diperlukan saat dirinya dewasa kelak. Karena kehidupan di masa depan lebih berat lagi.
Keempat, tunjukkan rasa bangga. Setiap menjenguk, jangan lupa tunjukkan rasa bangga orang tua kepada anak yang masih bertahan di pondok. Apalagi ketika anak menunjukkan prestasinya, rasa bangga harus lebih ditunjukkan lagi.
Kelima, jangan sering menengok atau berkomunikasi dengan anak. Setiap kangen, baiknya banyak-banyak mendoakan saja, jangan sering-sering menengok atau berkomunikasi dengan anak. Karena kalau terlalu sering ditengok atau ditelepon, dikhawatirkan anak akan sulit betah di pondok dan menjadi sangat merindukan suasana di rumah.
Semoga tips di atas cocok untuk Anda dan si buah hati. Selamat mencoba. Semoga anak-anak kita menjadi anak-anak yang paham agama dan mengamalkannya dengan baik dan menjadi ladang pahala jariah kita. Aamiin.[]
Oleh: Joko Prasetyo
Jurnalis
Dimuat pada rubrik Tips newsletter Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) edisi 91 (Juli 2019).
Pertama, tumbuhkan kesadaran pada anak mengapa dirinya masuk pesantren. Jauh hari sebelum hari H, bahkan satu dua tahun sebelum anak dimasukan ke pesantren, tumbuhkanlah kesadaran kepada anak mengapa dirinya harus masuk pesantren. Sehingga anak sadar, bahwa pesantren adalah pilihan yang tepat untuk memperdalam agama secara intensif dan baik. Masuk ponpes bukan untuk liburan atau berleha-leha. Jadi, tidak timbul perasaan yang tidak-tidak pada diri anak, seperti merasa dibuang atau dikucilkan oleh keluarga serta siap mental dengan fasilitas yang minim.
Kedua, orang tua harus benar-benar merelakan anaknya mondok dan jauh dari orang tua. Sehingga saat hari H melepas anak masuk pesantren, yang terlihat adalah wajah ceria dan senyuman orang tua. Insyaallah, anak akan lebih cepat betah di pondok. Sebaliknya, rasa berat hati yang tercermin dari raut muka dan air mata orang tua saat perpisahan itulah yang membuat anak jadi tidak betah. Karena wajah terakhir saat perpisahanlah yang akan terus terbayang di benak anak sampai akhirnya berjumpa kembali.
Ketiga, semangati dan berikanlah hikmah setiap masalah yang dicurhatkan anak. Bulan-bulan awal bahkan setahun pertama, anak tentu saja akan merasa berat tinggal di pesantren karena aturan dan kebiasaan yang berbeda 180 derajat dengan di rumah. Maka, setiap menengok atau ada kesempatan berkomunikasi, semangatilah terus agar anak tetap betah. Dan berilah hikmah setiap masalah yang dicurhatkan anak.
Misal, dengan kebiasaan cuci baju sendiri, bangun jam 3 pagi, jadwal makan yang ketat sekali, dan berbagai keprihatinan lain yang dirasakan anak, sampaikanlah bahwa itu semua merupakan tempaan agar mental sang anak jadi kuat dan bisa hidup mandiri. Mental yang kuat dan hidup mandiri itu sangat diperlukan saat dirinya dewasa kelak. Karena kehidupan di masa depan lebih berat lagi.
Keempat, tunjukkan rasa bangga. Setiap menjenguk, jangan lupa tunjukkan rasa bangga orang tua kepada anak yang masih bertahan di pondok. Apalagi ketika anak menunjukkan prestasinya, rasa bangga harus lebih ditunjukkan lagi.
Kelima, jangan sering menengok atau berkomunikasi dengan anak. Setiap kangen, baiknya banyak-banyak mendoakan saja, jangan sering-sering menengok atau berkomunikasi dengan anak. Karena kalau terlalu sering ditengok atau ditelepon, dikhawatirkan anak akan sulit betah di pondok dan menjadi sangat merindukan suasana di rumah.
Semoga tips di atas cocok untuk Anda dan si buah hati. Selamat mencoba. Semoga anak-anak kita menjadi anak-anak yang paham agama dan mengamalkannya dengan baik dan menjadi ladang pahala jariah kita. Aamiin.[]
Oleh: Joko Prasetyo
Jurnalis
Dimuat pada rubrik Tips newsletter Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) edisi 91 (Juli 2019).