Tiga Kunci Kemenangan Sejati Umat Islam - Tinta Media

Senin, 02 Mei 2022

Tiga Kunci Kemenangan Sejati Umat Islam


“Ada tiga kunci kemenangan sejati umat Islam,” tutur Mudir Ma’had Khadimus Sunnah, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) kepada Tinta Media, Ahad (1/5/2022).

Tinta Media - Pertama, lanjutnya, memantaskan diri sebagai hamba yang kokoh keimanannya, dalam keilmuannya, dan dekat dengan Allah SWT. Kedua, maksimal dalam melakukan upaya perubahan dari suatu kondisi menuju kondisi lain yang lebih baik. Ketiga, sabar atas panjangnya perjuangan dan bahaya tipu daya musuh.

Ajengan YRT memberikan alasan mengapa harus memantaskan diri dari sisi keimanan dan ketakwaan. “Karena kemenangan bagi umat Islam adalah karunia dari Allah,” jelasnya.

Terkait maksimal dalam upaya perubahan menurut Ajengan YRT, yang wajib umat Islam lakukan adalah melakukan ikhtiar dalam perjuangan untuk mengubah keadaan dunia yang sebelumnya jauh dari aturan Islam, berubah menuju keadaan yang tunduk dan patuh pada aturan Allah SWT. “Inilah perubahan menuju diterapkannya syariah Islam secara kaffah,” terangnya.

Penerapan syariah Islam secara kaffah ini lanjutnya,  sejalan dengan perintah Allah dalam surat al-Baqarah ayat 208 yang memerintahkan umat Islam untuk masuk Islam secara keseluruhan.  “Dan perubahan itu harus diupayakan sendiri oleh umat Islam, karena perubahan itu bersifat aktif,” jelasnya dengan menyebut  firman Allah dalam surat al-Ra’d ayat 11 yang artinya,

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Ia menjelaskan pernyataan Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, Jami li Ahkam al-Qur’an, juz 9, hlm. 294 tentang  firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

“Allah Ta’ala memberitahukan di ayat ini, bahwa Dia tidaklah mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka melakukan perubahan, baik  dari kalangan mereka;  orang yang mengurus mereka; atau  dari salah seorang mereka dengan hubungan apapun," bebernya.

Masih di kitab yang sama dicontohkan, sebagaimana Allah mengubah keadaan orang-orang yang kalah pada perang Uhud karena sebab sikap berubah yang dilakukan oleh para pemanah, dan contoh-contoh lainnya yang ada dalam syariat.

Maksud ayat tersebut bukanlah berarti tidak ada siksa yang turun kepada seseorang kecuali setelah didahului oleh dosa, bahkan bisa saja musibah turun karena dosa yang lain sebagaimana sabda Rasulullah SAW ketika ditanya, “Apakah kita akan binasa, sedangkan di tengah-tengah kita masih banyak orang yang shalih?” Beliau menjawab, “Ya, jika keburukan (kefasikan) banyak terjadi.”

Demikian pun lanjut Ajengan YRT, Imam al-Baidhawi  dalam kitab Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, juz 3, hlm. 183 juga menyatakan, “Sesungguhnya Allah tidak mengganti sesuatu yang ada pada kamu dari kesehatan dan kenikmatan sampai mereka mengubah dengan individu mereka dari keadaan yang baik dengan keadaan yang buruk.”

Dari penjelasan Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan Quran surat Al-Ra’d ayat 11, Ajengan YRT menyimpulkan bahwa perubahan pada sebuah masyarakat itu bisa diusahakan dan datang dari tiga pihak.

“Pertama,dari masyarakat tersebut (internal); kedua, pihak yang mengurus masyarakat tersebut (pemimpin internal); ketiga, orang dari masyarakat tersebut dengan hubungan apapun (oknum internal),” simpulnya.

Pihak ketiga ini, lanjutnya  adalah inisiator dan juga pelaku perubahan. “Orang seperti mereka (pihak ketiga yang disebutkan Imam al-Quthubi) sulit melakukan perubahan masyarakat menuju tatanan tegaknya kehidupan Islam jika tidak terdapat tiga syarat utama: kesatu, merupakan kelompok yang solid dengan fikrah (pemikiran)  dan thariqah (metode) yang diadopsinya. Kedua,  mereka terdiri dari orang-orang yang ikhlas dan memiliki kapasitas memadai. Ketiga,  mereka memiliki ikatan yang kokoh dengan ketaatan kepada pemimpinnya,” terangnya.

Dengan memperhatikan penafsiran di atas kata Ajengan YRT,  perubahan yang dimaksud bisa bermakna mengubah yang buruk menjadi baik, namun juga bisa bermakna merawat agar anugerah yang baik dari Allah tak berubah menjadi buruk karena perilaku kita. “Hal kedua inilah yang dicontohkan oleh Imam al-Qurthubi dan Imam al-Baidhawi di atas,” ungkapnya.

Adapun terkait sabar,  Ajengan YRT membacakan  firman Allah SWT surat An-Nahl ayat 127 - 128 yang artinya, “ Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan Allah, dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”

“Ungkapan ‘bersabarĺah dan  kesabaranmu itu tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan Allah’ adalah penegasan  perintah bersabar dan pemberitahuan bahwa sabar itu tidak akan bisa diperoleh kecuali dengan kehendak Allah, dengan pertolongan Allah, dan kekuatan Allah,” jelasnya.

Bersabar menghadapi musuh dakwah yang menyalahi dan menentang dakwah adalah kunci kemenangan. Ini adalah sunnatullah. “Untuk bisa bersabar kita berupaya dan berdoa agar bisa bersabar,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :