Tinta Media - Target Kemerdekaan sesuai Pembukaan UUD 1945 adalah mewujudkan masyarakat yang adil makmur, bersatu, berdaulat, dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan fasilitas umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...dst.
Tetapi faktanya saat ini target berdaulat saja dipertanyakan ! Benarkah kita telah berdaulat?
Setelah terbitnya LOI (Letter Of Intent) pada 31 Oktober 1997 yg mengharuskan NKRI meng Amandement UUD 1945, dan kemudian dilanjutkan terbitnya beberapa UU Liberal (sesuai tuntutan LOI dimaksud), maka secara politik dan ekonomi NKRI tidak berdaulat lagi, karena sumberdaya alam dan BUMN harus dijual ke Asing (sekarang ikut juga Aseng).
Sehingga sebagai contoh, PLN yg harusnya dikelola oleh Negara sesuai Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 , saat ini sudah menjadi "bancakan" para Pejabat merangkap Pengusaha ("Peng Peng") seperti Luhut BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Tohir, yang berkonspirasi dengan Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga. Sehingga 85 % asset PLN sudah berpindah ketangan mereka. Dan PLN saat ini hanya sebagai pembantu (EO) yang melayani operasional berlangsungnya kelistrikan hari hari. Dan setiap tahun menjadi tukang tagih subsidi yang harus dibayar Pemerintah ke Kartel Listrik Swasta itu !
Para "oknum" diatas bagaikan "pagar makan tanaman" ! Dimana mestinya melindungi asset Negara (PLN) guna tercapainya target Kemerdekaan diatas, tetapi justru me"mangsa"nya dengan bekerjasama dengan VOC masa kini (Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Marubeni , Taipan 9 Naga dll) guna memperkaya diri dan Oligarkhi Rezim !
Pada Sidang MK tahun 2010 sesuai kesaksian Ahli dari Philipina, mestinya tarip listrik PLN saat itu sudah sama dengan ex NAPOCOR yaitu sudah Rp 3.000 ,- per kWh. Namun karena di tutup dengan subsidi oleh Pemerintah RI maka tarip rata2 hanya Rp 1.100,- per kWh !
Artinya kalau tdk ada subsidi sebenarnya mulai awal 2020 (mulainya "Multy Buyer and Multy Seller"/MBMS) System sebenarnya tarip listrik sudah berada di kisaran Rp 3.500,- sampai Rp 4.000,- per kWh. Karena mulai awal 2020 kelistrikan Jawa-Bali sudah dikuasai Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga kecuali jaringan Transmisi dan Distribusi PLN. Namun Transmisi dan Distribusi ini tidak bisa ikut menentukan biaya operasional kelistrikan karena statusnya hanya disewa oleh Kartel Listrik Swasta (yg sudah menguasai pembangkit dan ritail PLN). Makanya pantas kalau Kemenkeu menyampaikan bahwa subsidi listrik PLN tahun 2020 sebesar Rp 200,8 triliun (Repelita Online 8 Nopember 2020) bukan untung Rp 5,95 triliun (sesuai LK PLN 2020 tgl 24 April 2021).
KESIMPULAN :
Kalau pasca Kemerdekaan strategi Pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan energi (khususnya kelistrikan ) dengan me Nasionalisasi NV Ogem, Aniem, Nigmn, Gebeo, Ebalom milik VOC menjadi PLN yg dikoordinir oleh MR. Kasman Singodimejo (tokoh Masyumi), maka setelahnya, katanya , untuk mewujudkan kedaulatan energi justru dengan menjual asset negara (PLN) atau meng "internasionalisasi" PLN menjadi Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Marubeni, Itechu, Taipan 9 Naga dll. Sehingga NKRI tidak memiliki kedaulatan energi lagi , dan tarip listrik sebenarnya sudah melonjak minimal tiga kali lipat saat ini. Tetapi untuk pencitraan maka Pemerintah masih menutupnya dengan subsidi ratusan triliun dan PLN ber pura pura masih untung Rp 5,95 triliun ?
Artinya, jangan jangan dulu para Founding Fathers yang tergabung di BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha usaha Kemerdekaan Indonesia ) seperti MR.Dr. Rajiman Widyodiningrat, Ir. Soekarno, Drs. Mochammad Hatta, Prof. Muhammad Yamin, KH. Wahid Hasyim dll (62 orang) dalam menyiapkan konsep Konsep Kemerdekaan targetnya terlalu tinggi ?
Artinya beliau2 diatas menetapkan Visi/Ideologi Indonesia seperti Jepang yaitu menjadi Negara yang modern, mandiri , bersatu dan berdaulat .....eh gak tahunya para penerus "The Founding Fathers" cuma memiliki mutu sekelas Makelar/ "Brocker" !
SEHINGGA KEDAULATAN ENERGI PUN DIGADAIKAN PULA !
Innalillahi wa Inna ilaihi roojiuunn !!
MAGELANG, 8 MEI 2022.
Oleh: Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Tetapi faktanya saat ini target berdaulat saja dipertanyakan ! Benarkah kita telah berdaulat?
Setelah terbitnya LOI (Letter Of Intent) pada 31 Oktober 1997 yg mengharuskan NKRI meng Amandement UUD 1945, dan kemudian dilanjutkan terbitnya beberapa UU Liberal (sesuai tuntutan LOI dimaksud), maka secara politik dan ekonomi NKRI tidak berdaulat lagi, karena sumberdaya alam dan BUMN harus dijual ke Asing (sekarang ikut juga Aseng).
Sehingga sebagai contoh, PLN yg harusnya dikelola oleh Negara sesuai Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 , saat ini sudah menjadi "bancakan" para Pejabat merangkap Pengusaha ("Peng Peng") seperti Luhut BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Tohir, yang berkonspirasi dengan Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga. Sehingga 85 % asset PLN sudah berpindah ketangan mereka. Dan PLN saat ini hanya sebagai pembantu (EO) yang melayani operasional berlangsungnya kelistrikan hari hari. Dan setiap tahun menjadi tukang tagih subsidi yang harus dibayar Pemerintah ke Kartel Listrik Swasta itu !
Para "oknum" diatas bagaikan "pagar makan tanaman" ! Dimana mestinya melindungi asset Negara (PLN) guna tercapainya target Kemerdekaan diatas, tetapi justru me"mangsa"nya dengan bekerjasama dengan VOC masa kini (Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Marubeni , Taipan 9 Naga dll) guna memperkaya diri dan Oligarkhi Rezim !
Pada Sidang MK tahun 2010 sesuai kesaksian Ahli dari Philipina, mestinya tarip listrik PLN saat itu sudah sama dengan ex NAPOCOR yaitu sudah Rp 3.000 ,- per kWh. Namun karena di tutup dengan subsidi oleh Pemerintah RI maka tarip rata2 hanya Rp 1.100,- per kWh !
Artinya kalau tdk ada subsidi sebenarnya mulai awal 2020 (mulainya "Multy Buyer and Multy Seller"/MBMS) System sebenarnya tarip listrik sudah berada di kisaran Rp 3.500,- sampai Rp 4.000,- per kWh. Karena mulai awal 2020 kelistrikan Jawa-Bali sudah dikuasai Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga kecuali jaringan Transmisi dan Distribusi PLN. Namun Transmisi dan Distribusi ini tidak bisa ikut menentukan biaya operasional kelistrikan karena statusnya hanya disewa oleh Kartel Listrik Swasta (yg sudah menguasai pembangkit dan ritail PLN). Makanya pantas kalau Kemenkeu menyampaikan bahwa subsidi listrik PLN tahun 2020 sebesar Rp 200,8 triliun (Repelita Online 8 Nopember 2020) bukan untung Rp 5,95 triliun (sesuai LK PLN 2020 tgl 24 April 2021).
KESIMPULAN :
Kalau pasca Kemerdekaan strategi Pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan energi (khususnya kelistrikan ) dengan me Nasionalisasi NV Ogem, Aniem, Nigmn, Gebeo, Ebalom milik VOC menjadi PLN yg dikoordinir oleh MR. Kasman Singodimejo (tokoh Masyumi), maka setelahnya, katanya , untuk mewujudkan kedaulatan energi justru dengan menjual asset negara (PLN) atau meng "internasionalisasi" PLN menjadi Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Marubeni, Itechu, Taipan 9 Naga dll. Sehingga NKRI tidak memiliki kedaulatan energi lagi , dan tarip listrik sebenarnya sudah melonjak minimal tiga kali lipat saat ini. Tetapi untuk pencitraan maka Pemerintah masih menutupnya dengan subsidi ratusan triliun dan PLN ber pura pura masih untung Rp 5,95 triliun ?
Artinya, jangan jangan dulu para Founding Fathers yang tergabung di BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha usaha Kemerdekaan Indonesia ) seperti MR.Dr. Rajiman Widyodiningrat, Ir. Soekarno, Drs. Mochammad Hatta, Prof. Muhammad Yamin, KH. Wahid Hasyim dll (62 orang) dalam menyiapkan konsep Konsep Kemerdekaan targetnya terlalu tinggi ?
Artinya beliau2 diatas menetapkan Visi/Ideologi Indonesia seperti Jepang yaitu menjadi Negara yang modern, mandiri , bersatu dan berdaulat .....eh gak tahunya para penerus "The Founding Fathers" cuma memiliki mutu sekelas Makelar/ "Brocker" !
SEHINGGA KEDAULATAN ENERGI PUN DIGADAIKAN PULA !
Innalillahi wa Inna ilaihi roojiuunn !!
MAGELANG, 8 MEI 2022.
Oleh: Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.