Tinta Media - Menanggapi atas adanya gagal paham Singapura dan BNPT terkait anggapan khilafah sebagai ideologi berbahaya serta upaya menodai ajaran Islam, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Pierre Suteki, S.H., M.Hum. menyatakan bahwa khilafah adalah bagian dari ajaran agama Islam di bidang politik.
"Khilafah adalah bagian dari ajaran agama Islam di bidang politik (siyasah)," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (18/5/2022).
Menurutnya, khilafah adalah ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah setelah beliau. Maka tak layak disejajarkan dengan paham lain buatan manusia yang bukan ajaran agama. "Maka khilafah tak pantas ditambahi isme sebagaimana paham buatan manusia seperti Kapitalisme, Komunisme, Radikalisme, dan lain-lain," ujarnya.
Ia menilai, jika kesesatan berfikir tentang khilafah dibiarkan, maka bisa saja nanti ajaran Islam yang lain akan juga disejajarkan dengan ajaran atau isme buatan manusia. Bisa saja mereka akan melecehkan kesucian ajaran haji dengan haji-isme, jihad-isme, zakat-isme, jilbab-isme dan lain-lainnya. "Padahal itu ajaran Islam yang pasti baik buat manusia karena datang dari Allah SWT, sang Pencipta alam semesta," bebernya.
Ia melanjutkan bahwa narasi khilafahisme disejajarkan dengan Komunisme jelas sangat menodai ajaran agama Islam. Dampak buruknya penyamaan ini adalah menyamakan pendakwah khilafah (HTI) disamakan dengan pengusung komunisme (PKI). "Jika sengaja menyejajarkan ajaran agama dengan paham lain buatan manusia, maka itu merendahkan bahkan melecehkan ajaran agama," paparnya.
"Menyamakan Khilafah dengan paham komunisme, radikalisme dan paham lain yang negatif adalah termasuk merendahkan ajaran agama Islam. Bahkan dapat dikategorikan menodai ajaran Islam. Jadi dapat dinilai sebagai penistaan agama," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa khilafah itu betul-betul bagian dari ajaran Islam yang dipelajari dalam kitab-kitab fikih terkait dengan Bab Siyasah. Tidak tepat disejajarkan dengan Komunisme, kapitalisme, marxisme-leninisme yang secara formal memang sudah dilarang di Indonesia. "Kita mesti fair terhadap ajaran Islam ini, tidak boleh menistakan dengan cara mengkriminalisasikan," terangnya.
"Persoalan Khilafah itu tidak atau belum dianggap sesuai dengan alam demokrasi di Indonesia itu persoalan pilihan dan memang tidak boleh dipaksakan apalagi penggunaan kekerasan seperti makar. Namun, siapapun juga tidak boleh menyatakan Khilafah itu ajaran terlarang dan harus diperangi dan memburu pendakwahnya seperti seorang penjahat," jelasnya.
Ia menerangkan bahwa perlu diketahui ternyata masih banyak pejabat negeri ini yang tidak menginsyafi tindakannya karena menyatakan bahwa khilafah adalah sebagai isme dan disejajarkan dengan Komunisme yang jelas sebagai ideologi terlarang. Bahkan ada pejabat yang menyatakan bahwa ASN yang terbukti menganut ideologi khilafah akan diberhentikan tidak dengan hormat dengan tuduhan melecehkan Pancasila berdasarkan Pasal 87 UU ASN. "Meskipun pelaku mungkin mengklaim tidak ada niat melecehkan ajaran Islam, namun akibat yang tidak diinginkan pasti terjadi. Yakni adanya perasaan keagamaan umat Islam yang tercederai oleh tindakan para pejabat tersebut," ulasnya.
"Untuk itulah jika kita ada kejujuran intelektual, maka perbuatan pejabat itu seharusnya dapat dihindari dan jika tetap pada pendiriannya maka pernyataannya itu dapat dikategorikan sebuah penistaan terhadap agama," ucapnya.
Ia kemudian mempertanyakan, bagaimana, adakah dalam hal ini kejujuran intelektual Anda dalam hal penyejajaran sistem pemerintahan Islam Khilafah dengan ideologi komunisme? Patutkah menduga orang yang menyejajarkan Khilafah dengan Komunisme dan menyatakannya berbahaya dan merupakan bencana bagi umat Islam telah melakukan penodaan terhadap agama? "Pertanyaan besarnya adalah Mengapa di tengah slogan GERAKAN ANTI-ISLAMOFOBIA tetap dipelihara sikap Islamofobia?" cecarnya.
Lalu buat apa polisi dunia mempropagandakan kebijakan anti Islamofobia yang diamini oleh PBB dengan menetapkan tanggal 22 Maret 2022 sebagai Hari AntiIslamofobia?
"Tampaknya kita tidak dapat percaya begitu saja kepada mereka. Itu program hanya LAMIS alias Just Lupa Service," tandasnya.[] Ajirah
"Khilafah adalah bagian dari ajaran agama Islam di bidang politik (siyasah)," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (18/5/2022).
Menurutnya, khilafah adalah ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah setelah beliau. Maka tak layak disejajarkan dengan paham lain buatan manusia yang bukan ajaran agama. "Maka khilafah tak pantas ditambahi isme sebagaimana paham buatan manusia seperti Kapitalisme, Komunisme, Radikalisme, dan lain-lain," ujarnya.
Ia menilai, jika kesesatan berfikir tentang khilafah dibiarkan, maka bisa saja nanti ajaran Islam yang lain akan juga disejajarkan dengan ajaran atau isme buatan manusia. Bisa saja mereka akan melecehkan kesucian ajaran haji dengan haji-isme, jihad-isme, zakat-isme, jilbab-isme dan lain-lainnya. "Padahal itu ajaran Islam yang pasti baik buat manusia karena datang dari Allah SWT, sang Pencipta alam semesta," bebernya.
Ia melanjutkan bahwa narasi khilafahisme disejajarkan dengan Komunisme jelas sangat menodai ajaran agama Islam. Dampak buruknya penyamaan ini adalah menyamakan pendakwah khilafah (HTI) disamakan dengan pengusung komunisme (PKI). "Jika sengaja menyejajarkan ajaran agama dengan paham lain buatan manusia, maka itu merendahkan bahkan melecehkan ajaran agama," paparnya.
"Menyamakan Khilafah dengan paham komunisme, radikalisme dan paham lain yang negatif adalah termasuk merendahkan ajaran agama Islam. Bahkan dapat dikategorikan menodai ajaran Islam. Jadi dapat dinilai sebagai penistaan agama," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa khilafah itu betul-betul bagian dari ajaran Islam yang dipelajari dalam kitab-kitab fikih terkait dengan Bab Siyasah. Tidak tepat disejajarkan dengan Komunisme, kapitalisme, marxisme-leninisme yang secara formal memang sudah dilarang di Indonesia. "Kita mesti fair terhadap ajaran Islam ini, tidak boleh menistakan dengan cara mengkriminalisasikan," terangnya.
"Persoalan Khilafah itu tidak atau belum dianggap sesuai dengan alam demokrasi di Indonesia itu persoalan pilihan dan memang tidak boleh dipaksakan apalagi penggunaan kekerasan seperti makar. Namun, siapapun juga tidak boleh menyatakan Khilafah itu ajaran terlarang dan harus diperangi dan memburu pendakwahnya seperti seorang penjahat," jelasnya.
Ia menerangkan bahwa perlu diketahui ternyata masih banyak pejabat negeri ini yang tidak menginsyafi tindakannya karena menyatakan bahwa khilafah adalah sebagai isme dan disejajarkan dengan Komunisme yang jelas sebagai ideologi terlarang. Bahkan ada pejabat yang menyatakan bahwa ASN yang terbukti menganut ideologi khilafah akan diberhentikan tidak dengan hormat dengan tuduhan melecehkan Pancasila berdasarkan Pasal 87 UU ASN. "Meskipun pelaku mungkin mengklaim tidak ada niat melecehkan ajaran Islam, namun akibat yang tidak diinginkan pasti terjadi. Yakni adanya perasaan keagamaan umat Islam yang tercederai oleh tindakan para pejabat tersebut," ulasnya.
"Untuk itulah jika kita ada kejujuran intelektual, maka perbuatan pejabat itu seharusnya dapat dihindari dan jika tetap pada pendiriannya maka pernyataannya itu dapat dikategorikan sebuah penistaan terhadap agama," ucapnya.
Ia kemudian mempertanyakan, bagaimana, adakah dalam hal ini kejujuran intelektual Anda dalam hal penyejajaran sistem pemerintahan Islam Khilafah dengan ideologi komunisme? Patutkah menduga orang yang menyejajarkan Khilafah dengan Komunisme dan menyatakannya berbahaya dan merupakan bencana bagi umat Islam telah melakukan penodaan terhadap agama? "Pertanyaan besarnya adalah Mengapa di tengah slogan GERAKAN ANTI-ISLAMOFOBIA tetap dipelihara sikap Islamofobia?" cecarnya.
Lalu buat apa polisi dunia mempropagandakan kebijakan anti Islamofobia yang diamini oleh PBB dengan menetapkan tanggal 22 Maret 2022 sebagai Hari AntiIslamofobia?
"Tampaknya kita tidak dapat percaya begitu saja kepada mereka. Itu program hanya LAMIS alias Just Lupa Service," tandasnya.[] Ajirah