Pengetahuan Sejarah Merupakan Informasi Politik Penting - Tinta Media

Rabu, 04 Mei 2022

Pengetahuan Sejarah Merupakan Informasi Politik Penting


"Pengetahuan sejarah juga merupakan informasi politik yang sangat penting, baik sejarah tentang umat Islam maupun tentang umat yang lain," tutur narator video MMC, dalam Bagaimana Negara Khilafah Mengajarkan Sejarah, melalui kanal Youtube Muslimah Media Center, Rabu ( 4/5/2022).

Selain itu lanjutnya, sejarah atau tarikh adalah pengetahuan yang termasuk kategori tsaqafah dan sangat dipengaruhi oleh akidah dan pandangan hidup tertentu.

"Karena sejarah ini terkait dengan tsaqofah sebagaimana hadis dan juga shiroh maka ada dua poin yang harus diperhatikan. Pertama sumber dan jalur informasinya (sanad),  yang kedua redaksi dan muatan Informasi yang disampaikan (matan)," jelasnya.

Menurut narator, para sejarawan muslim di masa awal telah menempuh metode yang sama sebagaimana ahli hadis dan juga sirah  dalam penulisan sejarah.

"Mula-mula dituturkan secara lisan. Kemudian diriwayatkan oleh generasi pertama yang menjadi saksi dan terlibat dalam peristiwa tersebut kepada generasi berikutnya hingga akhirnya terbukukan," jelasnya.

Narator menjelaskan bahwa sejarawan terawal yang populer adalah Abu Mukhnif bin Salim al-Azdi. Karya-karyanya yang terkenal seperti Futuh asy-Syam (Penaklukan Syam). Futuh al-Iraq (Penaklukan Irak),  Al Jamal (Perang Jamal). Shifin (Perang Shiffin)  atau Maqtal al-Husain (Terbunuhnya al-Husain.

"Masing-masing kitab ini menjelaskan satu peristiwa. Tetapi dari kitab-kitab tersebut tidak ada yang shohih kecuali yang telah dinukil oleh At-Thabari  dalam kitabnya Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Karena itu tidak heran banyak ahli hadis yang melemahkan riwayat Al Azdi," ungkapnya.

Kata narator, sejarawan lain yang terkenal adalah Al-Madaini. Selain tentang sirah Nabi SAW, dia juga menulis Kitab Akhbar Quraisy, Akhbar an Nisa, dan Akhbar Al Khulafa'.

"Berbeda dengan Al-Azdi terhadap Al-Madaini  para ahli hadis tidak melemahkannya," jelas narator.

Hanya saja, lanjutnya, meski menggunakan metode yang sama yaitu riwayat tetapi kitab-kitab tarikh baik sejarah Islam maupun umat lain, tidak ditulis seteliti penulisan hadis maupun siroh.

"Selain itu kitab-kitab tersebut tidak memberikan gambaran yang utuh tentang kondisi masyarakat dan negara di zaman nya kecuali fokus pada para khalifah dan juga pembantunya," katanya.

Karena itu lanjutnya,  baik dari aspek jalur informasi (sanad) maupun dari isinya (matan),  sejarah ini harus diteliti ulang. Penelitian ulang sejarah ini dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan sebagaimana penelitian hadis dan juga sirah. Pertama dari aspek sumber informasi (sanad) dan kedua dari aspek isi dan muatan informasi (matan).

Dalam hal ini khilafah bisa membentuk tim khusus yang terdiri dari ahli hadis, sirah dan juga sejarah dari seluruh dunia.

"Setelah berhasil dibuktikan kesahihan  riwayat dan kekuatannya maka hasil penelitian tersebut bisa didokumentasikan sebagai dokumentasi politik dan juga hukum yang menjadi pedoman bagi khilafah," ungkapnya.

Narator memberikan contoh,  hasil riset yang dilakukan oleh Doktor Muhammad Hamidullah  yang dibukukan dalam Al Majmu'ah al-Wasail Asiyasiyah li Al- 'Ahdi An-Nabawi wa Al-Khilafah Ar- Rasyidah (Kumpulan Dokumen Politik Era Nabi dan Khilafah Rasyidah).

Sebelumnya Al-Kattani telah membukukan hasil risetnya dalam At-Taratib  Al-Idariyah (Tertib Administrasi dan Pemerintahan).

"Meski demikian ini juga belum memadai untuk memberikan gambaran yang utuh tentang negara dan masyarakat yang ada di zamannya," terangnya.

Karena itu tambahnya,  untuk merekonstruksi gambaran negara dan masyarakat dalam sejarah Islam harus menggunakan kitab-kitab fiqih yang ditulis para Ulama Fiqih pada zamannya. Karena kitab-kitab ini merepresentasikan pemikiran dan hukum yang diterapkan pada waktu itu. Misalnya dari kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid  kita tahu bagaimana tata kelola ekonomi di zaman tersebut.

"Begitu juga dari kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyah karya Al Mawardi kita juga mengetahui bagaimana sistem pemerintahan pada saat itu. Begitu seterusnya," imbuhnya.

Dari kedua sumber diatas baik kitab tarikh yang sudah diteliti ulang maupun fiqih maka bisa didapatkan dua hal. Pertama gambaran sistem Islam yang diterapkan sepanjang sejarah Islam, mulai dari sistem pemerintahannya, ekonomi, sosial, pendidikan, peradilan, sanksi hukum, sampai politik luar negeri. Kedua paparan bagaimana sistem tersebut diterapkan oleh khilafah. 

"Inilah materi sejarah yang bisa diajarkan kepada umat Islam. Khilafah juga mengajarkan sejarah dalam sistem pendidikan," jelasnya.

Sejarah di Era Khilafah

Narator mengungkap, pendidikan dalam negara khilafah bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam. Kepribadian Islam ini dibentuk oleh aqliyah dan nafsiyah Islam. Sehingga kebijakannya pun harus diarahkan untuk membentuk aqliyah dan nafsiyah Islam.

Berikut adalah penggunaan sejarah sebagai materi dan kurikulum pendidikan khilafah.

Pertama, materi sejarah harus didesain sedemikian rupa sehingga tujuan pendidikan bisa diwujudkan.

Kedua, metode pengajarannya  pun harus benar-benar bisa mewujudkan tujuan tersebut. "Setidaknya ada tiga metode yang akan ditempuh dalam proses pengajaran sejarah. Pertama,  proses pembelajarannya harus sampai pada tingkat yang meyakinkan atau setidaknya ghalabatu zhan. Kedua dikaji dengan mendalam. Ketiga dipelajari untuk diaktualisasikan," bebernya.

Ketiga, materi sejarah yang sudah tersistematisasikan tersebut diajarkan di seluruh jenjang pendidikan sejak fase pertama sebelum Sekolah Menengah Atas.

"Karena ini, merupakan pengetahuan tsaqofah yang lahir dari aqidah dan pandangan hidup tertentu, maka ketika diajarkan sejak dini pengetahuan ini akan bisa menjadi pondasi bagi umat Islam," tuturnya.

Keempat, di tingkat Menengah Atas dan Perguruan Tinggi sejarah bisa diajarkan lebih mendalam dan rinci lagi sebagai bagian dari pengetahuan tsaqofah, baik yang terkait dengan sumber dan jalur informasinya maupun isi dan juga muatannya.

Termasuk sejarah umat lain sebagai bagian dari informasi politik yang juga bisa diberikan. Dengan pengetahuan tersebut misalnya saja tentang sejarah bangsa Inggris, Amerika, Perancis, Rusia, Jepang dan sebagainya, siswa didik bisa mengetahui karakter mereka dan bagaimana khilafah memandang dan menyikapi mereka sebagaimana yang dituangkan dalam kitab mafahim siyasiyah Hizbut Tahrir.

Menurut narator, Al Kattani menuturkan bahwa Nabi SAW terbiasa mengajarkan kepada para sahabat tentang informasi bangsa dan umat lain hingga larut malam.

"Kebiasaan ini kemudian diikuti oleh Umar Bin Khattab hingga Muawiyah bahkan hingga larut malam. Saking asyiknya  mengkaji informasi tentang bangsa dan umat lain, Umar pernah diingatkan as shalah..as shalah (shalat..shalat),  dengan tegas Umar mengatakan kita sedang shalat," jelasnya.

Kelima, negara khilafah juga bisa membangun pusat riset dan perpustakaan terlengkap. Di dalamnya tersedia berbagai dokumen politik, manuskrip dan berbagai referensi yang dibutuhkan.  Sebagaimana dokumen dan Arsip Tanah di zaman Khilafah Utsmani yang sampai sekarang masih tersimpan dengan baik.

Menurutnya, dokumen-dokumen tersebut bisa digunakan sebagai dokumen hakim dalam memutuskan sengketa yang terjadi di kemudian hari. Hal yang sama juga bisa dimanfaatkan oleh khilafah ketika khilafah ini tegak kembali.

"Begitulah, sejarah diajarkan kepada umat di era khilafah," pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :