Kiai Shiddiq Jelaskan Sikap Islam terhadap L68T - Tinta Media

Jumat, 13 Mei 2022

Kiai Shiddiq Jelaskan Sikap Islam terhadap L68T


Tinta Media  - “Islam memandang L68T sebagai Kriminal dan harus dihukum dengan sanksi tegas,” tutur Pakar Fikih Kontemporer KH Muhammad Shiddiq al-Jawi kepada Tinta Media, Jumat (13/5/2022).

Kiai Shiddiq menegaskan L68T disebut kriminal, karena hukumnya haram dalam Islam. "Telah menjelaskan Abdurrahman Al-Maliki dalam Kitab Nizhamul ‘Uqubat, halaman 15 bahwa kriminal (al jariimah) dalam Islam adalah perbuatan melakukan yang haram atau meninggalkan yang wajib," ungkapnya.

Terkait haramnya lesbianisme, dalam kitab-kitab fiqih disebut dengan istilah as-sihaaq atau al-musahaqah. “Tak ada khilafiyah di kalangan fuqaha bahwa lesbianisme hukumnya haram,” tutur Kiai Shiddiq sambil membacakan dalil keharamannya.

“Lesbianisme adalah [bagaikan] zina di antara wanita" (as-sihaq zina an-nisaa` bainahunna). (HR Thabrani, dalam al-Mu’jam al-Kabir, 22/63).”

Adapun sanksi lesbianisme menurutnya, adalah hukuman ta’zir, yaitu hukuman yang tidak dijelaskan oleh sebuah nash khusus. Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Ta’zir ini, lanjutnya, bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (tasyhir), dan sebagainya. (Sa’ud al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, halaman  452; Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, halaman 9).

Gay (Homoseksual), dalam kitab-kitab fiqih disebut dengan istilah al liwaath, kata Kiai Shiddiq. Tak ada khilafiyah di kalangan fuqaha bahwa al liwaath hukumnya haram.

“Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa telah sepakat (ijma’) seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala tahrim al-liwaath). (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/348),” terangnya sambil  membacakan dalil keharamannya,

"Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth,  Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth." (HR Ahmad, no 2817).

Sanksi untuk homoseks adalah hukuman mati. Tak ada khilafiyah di antara para fuqoha."Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya." (HR Al Khamsah, kecuali an-Nasa`i),” paparnya.

Terkait biseksual Kiai Shiddiq menjelaskan bahwa biseksual adalah perbuatan zina jika dilakukan dengan lain jenis (QS Al Isra` : 32). Jika dilakukan di antara sesama laki-laki, tergolong homoseksual (HR Al Khamsah, kecuali An Nasa`i). Jika dilakukan di antara sesama wanita, tergolong lesbianisme (HR Thabrani). “Semuanya perbuatan maksiat dan haram, tak ada satu pun yang dihalalkan dalam Islam,” tegasnya.

Sedangkan  transgender , Islam mengharamkan perbuatan menyerupai lain jenis, baik dalam berbicara, berbusana, maupun dalam berbuat, termasuk dalam aktivitas seksual.

“Islam mengharamkan perbuatan menyerupai lain jenis sesuai hadits bahwa Nabi SAW mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki (HR Ahmad, 1/227 & 339),” jelasnya.

Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang berperilaku menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang berperilaku menyerupai laki-laki. Sabda Nabi SAW,”Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.”  (HR Ahmad, no 1982).

Ia menjelaskan sanksi  bagi transgender. “Jika sekedar berbicara atau berbusana menyerupai lawan jenis, sanksinya  diusir dari pemukiman atau perkampungan.  Jika melakukan hubungan seksual sesama laki-laki, dijatuhkan hukuman homoseksual. Jika sesama wanita, dijatuhkan hukuman lesbianisme. Jika dengan lain jenis, dijatuhkan hukuman zina,” papar Kiai Shiddiq.

Sedang  khuntsa  (hermaphrodite) adalah individu yang mempunyai alat kelamin ganda, jadi dia punya penis dan vagina sekaligus. “Khuntsa juga dapat berupa individu yang sama sekali tidak mempunyai penis atau vagina tetapi hanya mempunyai sebuah lubang untuk kencing. (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, halaman. 155),” terangnya.

Berbeda dengan yang lain, khuntsa, menurut Kiai Shiddiq, diakui keberadaannya dalam fiqih Islam dan sudah dibahas hukumnya oleh para fuqaha sejak dulu secara rinci.

Ia mencontohkan rincian itu seperti, bagaimana ketegasan jenis kelaminnya, batas auratnya, batal atau tidak wudhu jika bersentuhan kulit dengannya, posisinya dalam sholat jamaah apakah di shaf laki-laki atau perempuan, bolehkah dia menjadi imam sholat, hukum nikahnya, kesaksiannya dalam peradilan, bagian warisnya, dan sebagainya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 20 hlm. 22-33).

Ada satu istilah lagi yang berbeda dengan khuntsa yaitu  mukhonnats. Mengutip dari kitab Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, halaman. 155 dan  Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 20 halaman 21-22), Kiai Shiddiq menjelaskan bahwa mukhannats (effeminate), yaitu laki-laki yang alat kelaminnya sempurna sebagai laki-laki (penis) tapi dia berperilaku seperti perempuan, baik dalam cara bicara, cara berjalan, cara berbusana, dan perilaku lainnya yang lembut (feminin).

“Mukhonnats ini ada dua golongan.Pertama, yang memang asli demikian sejak diciptakan Allah, misalnya suaranya memang cempreng seperti perempuan sejak dari sononya. Orang seperti ini tidak berdosa.  Kedua, yang tidak asli dari sononya tapi sengaja menyerupai perempuan misal dalam hal cara berbicara atau berjalannya,” terangnya.

“Mukhannats golongan kedua inilah yang dikutuk oleh Nabi Muhammad SAW dalam berbagai hadits shahih. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 20/21-22),” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
 
 
 
 
 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :