KH M. Shiddiq Al-Jawi: Pernyataan UAS dalam Perspektif Fiqih - Tinta Media

Rabu, 25 Mei 2022

KH M. Shiddiq Al-Jawi: Pernyataan UAS dalam Perspektif Fiqih


Tinta Media - Menanggapi deportasi Ustaz Abdul Somad (UAS) oleh Pemerintah Singapura, Founder Institut Muamalah Indonesia, KH M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.Si. menilai pernyataan UAS dalam perspektif fiqih.


"Nah ini merupakan analisis saya dalam perspektif fiqih," tuturnya pada acara Kajian Ngave Spesial Majelis Gaul: Refleksi Deportasi Ustaz Abdul Somad , Jumat (20/5/2022).

Yang pertama, bahwa non muslim adalah kafir. Sebenarnya istilah kafir itu sangat jelas, lanjutnya yaitu orang yang tidak beragama Islam. Atau dengan kata lain orang yang tidak beriman dengan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, baik dia kafir asli seperti orang Yahudi dan Nasrani maupun kafir murtad yaitu aslinya muslim, tapi mengingkari salah satu ajaran pokok yang dipastikan sebagai ajaran Islam, seperti wajibnya salat. (Sa'di Abu Jaib, dalam kitabnya Mausu'ah Al-Ijma'. Hal. 963).

Ustadz Shiddiq, sapaan akrabnya mengatakan bahwa siapapun yang mengkaji mengenai terminologi kafir akan mendapati kesimpulan yang sama.

"Siapapun yang mengkaji terminologi kafir dalam berbagai kitab-kitab _mu'tabar_ (terpercaya) akan mendapati kesimpulan yang sama. Bahwa intinya pengertian kafir adalah siapa saja yang tidak memeluk agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, inilah yang namanya kafir," paparnya.

Jadi, dapat disimpulkan apa yang dikatakan UAS lanjutnya bahwa non muslim adalah kafir itu sudah benar, tidak salah. Karena memang itu merupakan ajaran Islam. Yang namanya kafir adalah orang-orang yang tidak beragama Islam. Baik itu ahli kitab yaitu yang pernah diturunkan kitab kepada mereka dari golongan Yahudi dan Nasrani, atau musyrik yaitu tidak pernah ada kitab yang diturunkan kepada mereka artinya yang beragama selain Yahudi dan Nasrani seperti Hindu atau Budha dan sebagainya.

Ia menegaskan apabila makna kafir disimpangkan kepada makna yang lain justru itu adalah penyesatan. "Justru kalau makna kafir itu disimpangkan kepada makna-makna yang lain, itu bukan ajaran Islam. Itu sesat dan menyesatkan. Misalnya : yang namanya kafir itu adalah orang yang jahat atau yang lainnya. Justru itu pengertian yang kacau," terangnya.

Yang kedua, terkait pelaku bom bunuh diri, dalam klarifikasi UAS, lanjutnya bisa di lihat di kanal YouTube Rafli Harun. UAS mengatakan bahwa ceramahnya tentang bom bunuh diri itu hanya menyampaikan pendapat orang lain. Bukan pendapat UAS sendiri, dan konteksnya adalah perang Palestina, antara umat Islam melawan Yahudi Israel.

Ustaz Shiddiq, dalam kapasitasnya sebagai ahli fiqih, ia menyampaikan pendapat para ulama kontemporer mengenai masalah bom bunuh diri. "Para ulama fiqih kontemporer berbeda pendapat mengenai bom bunuh diri tersebut. Ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan," bebernya.

Yang membolehkan, kata Ustadz Shiddiq, tentu akan menilai pelakunya matu syahid. Sedangkan ulama yang mengharamkan akan menganggap pelakunya tidak mati syahid. Mungkin dianggap mati sia-sia dan lain sebagainya.

Selanjutnya ia memberikan kesimpulan bahwa UAS tidak bersalah ketika menyebutkan pendapat ulama yang membolehkan bom bunuh diri.

"UAS tidak bersalah ketika menyebutkan pendapat ulama yang membolehkan bom bunuh diri, karena secara keilmuan, secara objektif memang pantas disampaikan pendapat ulama yang membolehkan bom bunuh diri dalam konteksnya di Palestina, dengan syarat-syaratnya. Walaupun UAS sendiri mungkin tidak sependapat dengan pendapat yang membolehkan itu," jelasnya.

Karena ulama yang membolehkan bom bunuh diri, terangnya bukanlah ulama sembarangan atau kaleng-kaleng. Ulama tersebut antara lain Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili. Siapa yang tidak kenal dengannya. Itu seorang ulama besar.

Yang ketiga, apakah di dalam patung terdapat jin? Kemudian Ustadz Shiddiq menyampaikan tentang klarifikasi UAS. "Dalam klarifikasi UAS di kanal YouTube Rafli Harun, beliau menjelaskan pendapatnya bahwa dala patung itu ada jinnya atau ada iblisnya. Beliau (UAS) juga menyebutkan dalilnya (ada dua hadits)," paparnya.

Hadits yang pertama, Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, _La tadkhulu al malaikatu baitan fiihi kalbun, wa laa shuuratu tamatsiila_, yang artinya, _"Para malaikat tidak akan masuk ke sebuah rumah yang ada anjingnya."_ (HR Bukhari, no 3225).

Hadits kedua, terdapat dalam kitab Al Bidayah wan Nihayah, karya Imam Ibnu Katsir, mengutip dari Imam Waqidi, bahwa terdapat jin perempuan dalam patung _Al Uzza_. (Imam Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, juz VI, hlm. 607)

Maka dapat disimpulkan, tegasnya, UAS tidak bersalah ketika menyebutkan bahwa dalam patung ada jinnya, karena masih bersandar pada dalil-dalil hadits seperti yang kami sebutkan. Jadi apa yang UAS sampaikan masih Islami, masih ajaran Islam.

Terakhir, ia menerangkan kecondongan pendapatnya. "Hanya saja saya lebih condong pada pendapat bahwa adanya jin pada patung  adalah khusus untuk patung _Uzza_ untuk patung pada umumnya kita tidak dapat memastikan dengan tegas," terangnya.[] Nur Salamah


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :